Berita Abdya
Dana BOS belum Cair, Kepsek di Abdya Pakai Uang Pribadi untuk Kebutuhan Operasional
Kendala lantaran belum cair dana BOS Tahap I tahun 2020 juga dikemukakan Kepala SMPN 1 Kuala Batee, Kafrawi.
Penulis: Zainun Yusuf | Editor: Yusmadi
Laporan Zainun Yusuf | Aceh Barat Daya
SERAMBINEWS.COM, BLANGPIDIE - Para kepala sekolah (SD,SMP,SMA/SMK/SLB) di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), dilaporkan menggunakan uang pribadi untuk kebutuhan operasional sekolah.
Malahan, ada sebagian kepala sekolah harus mengutang dulu pada toko yang menyediakan ATK (alat tulis kantor) dan buku paket.
Hal ini disebabkan belum cair dana BOS (bantuan operasional sekolah) tahun 2020 hingga memasuki pertengahan bulan Februari ini.
Peristiwa belum cair dana BOS triwilan I atau tahap I 2020 membuat pusing para kepala sekolah setempat. Sebab, Proses Belajar Mengajar (PBM) tidak mungkin terhenti, sementara anggaran operasional belum tersedia.
Kepala SDN 13 Kuala Batee, Zulbaili kepada Serambinews.com menjelaskan, pengadaan bahan operasional yang mendesak digunakan uang pribadi. Seperti kebutuhan kertas, spidol, kapur, termasuk peralatan kebersihan.
SDN 13 di Gampong Lama Tuha merupakan sekolah berada di lokasi terpencil Kecamatan Kuala Batee. Sekolah lokasi kawasan pesisir ini terdapat 70 murid dengan 8 guru PNS ditambah kepala sekolah dan 7 guru honorer daerah dan 1 penjaga sekolah.
Kendala lantaran belum cair dana BOS Tahap I tahun 2020 juga dikemukakan Kepala SMPN 1 Kuala Batee, Kafrawi.
“Kebutuhan ATK, kami tanggulangi dulu dengan dana pribadi, sedangkan belanja barang dan jasa yang butuh agaran lumayan besar ditunda dulu menunggu cair dana BOS,” katanya.
SMPN 1 Kuala Batee memiliki 308 siswa dengan 17 guru PNS dan 19 guru honorer.
Kafrawi menjelaskan kebijakan menggunakan uang pribadi atau mengutang dulu kebutuhan operasional dialami seluruh kepala sekolah.
“Kebutuhan buku paket misalnya, kita utang dulu di toko, dibayar setelah cair dana BOS,” kata Kafrawi. Tapi tidak dijelaskan, nilai utang di toko buku, dan di toko buka mana tempat mengutang.
Hal yang sama dijelaskan Kepala SMAN Tunas Bangsa, Arianto. “Ya, habis bagaimana. Tak mungkin bahan operasional tak tersedia saat dibutuhkan,” katanya.
Seperti sekolah lain, kebutuhan operasional SMAN Tunas Bangsa yang mendesak juga ditanggulangi oleh kepala sekolah. SMAN Tunas Bangsa berlokasi di Padang Meurantee, Susoh punya 195 siswa.
Data diperoleh Serambi, di Kabupaten Abdya terdapat 108 Sekolah Dasar (SD) dan 29 Sekolah Menengah Pertama (SMP), termasuk 5 SMP Swasta di bawah pengelolaan Pemerintah Abdya.
Kemudian, 15 unit Sekolah Menengah Atas (SMA), termasuk 3 SMA Swasta, 5 unit Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan 1 unit Sekolah Luar Biasa (SLB). Seluruh sekolah terasebut dikelola Pemerintah Aceh.
Dana BOS tahap I untuk sekolah tersebut belum ditransfer pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Keuangan RI ke rekening sekolah.
Berpedoman tahun 2019 lalu, alokasi dana BOS bervariasi karena dihitung berdasarkan jumlah murid atau siswa. Perhitungan dana BOS sebesar Rp 800 ribu per murid SD, Rp 1 juta per siswa SMP dan Rp 1,5 juta per siswa SMA.
Beberapa kepala sekolah dihubungi Serambi, Rabu (12/2/2020) menjelaskan, dari informasi yang mereka peroleh alokasi dana BOS tahun 2020 mengalami kenaikan Rp 100 ribu per siswa.
Pencairannya juga berubah dari triwulan (4 kali setahun) menjadi 3 tahap penyaluran, yaitu tahap I cair 30 persen, tahap II 40 persen dan tahap III cair 30 persen dari jumlah alokasi dana BOS.
Skema penyaluran juga berubah, dimana dana BOS tidak lagi dikirim melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD), seperti tahun-tahun sebelumnya.
Pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Keuangan RI mulai tahun 2020 langsung transfer ke rekening sekolah. Perubahan skema penyaluran dana BOS bertujuan antara lain mempercepat penyaluran, meningkatkan akurasi, dan menjaga akuntabilitas.
Sehubungan perubahan skema penyaluran tersebut, para kepala sekolah di Abdya mengaku telah mengerim nomor rekening sekolah dengan cara mengisi dalam web Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada Januari lalu.
Keterangan diperoleh kepala sekolah bahwa pemerintah pusat mentransfer dana Bos tahap I tahun 2020 sebesar 30 persen dari jumlah alokasi ke rekening sekolah pada Januari. Namun, kenyataannya hingga memasuki pertengahan Februari ini, dana BOS belum ditransfer ke rekening sekolah.
Kepala sekolah di Kabupaten Abdya mengharapkan dana BOS agar segera dicairkan. Jika tidak cair sampai Maret, maka honor guru honorer, petugas pustaka (bukan tenaga guru kontrak daerah) triwulan atau tahap I terancam macet.
Sebab, pembayaran honor guru honorer yang bukan tenaga kontrak daerah selama ini dibayar setiap akhir triwulan atau tiga bulan sekali. Hal ini dilakukan karena dana BOS tahap I rata-rata baru bisa cair bulan Maret.
Madrasah tak Ada Masalah
Beda dengan sekolah umum, pencairan dana BOS untuk madrasah (MIN,MTsN dan MAN) yang berada di bawah Kementerian Agama (Kemenag) ternyata tidak ada masalah karena pencairannya dilaporkan lancar saja.
Kepala Kankemenag Abdya melalui Kasi Pendis, Adihar SPdI MA kepada Serambinews.com, Kamis (13/2) menjelaskan, dana BOS untuk madrasah sudah masuk dalam DIPA yang dikelola oleh Satuan Kerja (Satker).
Satker Pengelolaan Dana BOS untuk MIN berada di Kasi Pendis pada Kemenag. Kepala sekolah mengajukan LPJ atau kebutuhan operasional kepada Satker.
Lalu diusulkan kepada KPPN Tapaktuan. Kemudian dana BOS ditransfer ke rekening bendara pembantu di sekolah sesuai kebutuhan yang diajukan.
Sedangkan MTsN dan MAN, menurut Adihar, Satker Pengelolaan Dana BOS berada di setiap sekolah bersangkutan.
Satker mengajukan kebutuhan dana BOS kepada KPPN Tapaktuan untuk pencairan dana BOS, kemudian ditransfer ke rekening sekolah.
Skema pencairan dana BOS madrasah seperti itu, menurut Adihar sudah berjalan beberaap tahun.
“Kebutuhan dana BOS madrasah bisa cair pada bulan Junuari, sesuai permintaan kepala sekolah,” katanya. (*)