Irwandi Ingin Ditahan di Aceh, Kasasi Ditolak, Hukuman Dikurangi Setahun

Upaya Gubernur Aceh Nonaktif, Irwandi Yusuf, untuk dibebaskan dari seluruh dakwaan dan hukuman dalam tindak pidana korupsi

Editor: bakri
TRIBUNNEWS/JEPRIMA
IRWANDI YUSUF 

BANDA ACEH - Upaya Gubernur Aceh Nonaktif, Irwandi Yusuf, untuk dibebaskan dari seluruh dakwaan dan hukuman dalam tindak pidana korupsi yang menjeratnya, dipastikan tak berhasil. Penyebabnya, Mahkamah Agung (MA) pada Kamis (13/2/2020), menolak kasasi yang diajukan Irwandi terkait kasus dugaan suap proyek yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun 2018 yang menyeretnya sebagai terdakwa.

Vonis tersebut diputuskan oleh majelis hakim yang diketuai Prof Muhammad Askin bersama dua hakim anggota, Prof Krisna Harahap dan Prof Surya Jaya. Putusan kasasi itu keluar bertepatan dengan berakhirnya masa penahanan Irwandi, kemarin. Selama ini, Irwandi yang juga pendiri Partai Nanggroe Aceh (PNA) ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta.

Dalam putusan Nomor 444 K/Pid.sus/2020 yang diumumkan melalui website resminya, MA memuat status perkara tersebut dengan "Tolak Perbaikan". Setelah mengetahui putusan itu, Irwandi berharap dirinya bisa menjalani hukuman atau ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Banda Aceh.

"Beliau minta agar bisa menjalani hukuman di LP Banda Aceh. Kita akan ajukan permohonan ke jaksa eksekusi KPK," kata Kuasa Hukum Irwandi, Sayuti Abubakar SH MH, yang dikonfirmasi Serambi, sore kemarin. Alasannya, sebut Sayuti, agar Irwandi bisa lebih dekat dengan keluarga serta kerabat atau teman lebih gampang membesuknya.

Seperti diketahui, Irwandi mengajukan kasasi ke MA pada Rabu, 28 Agustus 2019, karena tidak menerima putusan Pengadilan Tinggi Jakarta yang memvonisnya delapan tahun penjara. Hukuman itu lebih berat setahun dari putusan Pengadilan Tipikor Jakarta. Dengan keluarnya putusan tersebut, maka Irwandi terbukti bersalah dan wajib menjalani masa hukuman dengan dikurangi lamanya ia ditahan selama ini.

"Kalau sudah putus seperti ini, Irwandi Yusuf akan menjalani masa hukuman (vonis) yang dijatuhkan terhadap beliau," ujar Sayuti yang mengaku belum mengetahui isi lengkap putusan karena pihaknya belum menerima amar putusan tersebut dari MA.

Terkait status perkara Irwandi yang dikeluarkan MA dengan nama "Tolak Perbaikan", Sayuti menjelaskan, ada yang diperbaiki dalam putusan dimaksud baik mengenai pertimbangan hukum maupun jumlah pidana akan dikurang atau ditambah. Jika hukumannya menguatkan putusan tingkat banding, tambah Sayuti, maka pidana yang harus dijalani Irwandi selama delapan tahun penjara.

Ditanya bagaimana reaksi Irwandi mendengar putusan kasasi, Sayuti mengatakan belum tahu karena dirinya belum berjumpa dengan Irwandi. "Untuk saat ini belum tahu, karena saya belum bertemu beliau," tandasnya.

Pada hari yang sama, MA juga memutuskan perkara untuk satu terdakwa lainnya dalam kasus yang sama yaitu Hendri Yuzal, ajudan Irwandi. Putusan untuk Hendri dibacakan oleh dua majelis hakim kasasi yang berbeda. MA memutuskan perkara atas nama Hendri juga dengan status putusan "Tolak Perbaikan".

Penjelasan jubir MA

Juru Bicara (Jubir) MA, Andi Samsan Nganro SH MH, menjelaskan, isi putusan MA menolak permohonan kasasi jaksa penuntut umum dan terdakwa dengan perbaikan mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan sebelumnya.

Sebelumnya, Pengadilan Tinggi Jakarta memvonis Irwandi Yusuf selama 8 tahun penjara, denda Rp 300 juta dan subsider 3 bulan kurungan. Putusan itu lebih berat dari putusan Pengadilan Tipikor Jakarta selama 7 tahun penjara. Pengadilan Tinggi juga menghukum Irwandi dengan mencabut hak politiknya selama 5 tahun. 

Menurut majelis hakim kasasi yang diketuai Prof Surya Jaya bersama dua hakim anggota, Prof Krisna Harahap dan Prof Askin, lanjut Andi, tidak tepat putusan pemidanaan Pengadilan Tinggi yang memperberat hukuman terdakwa dari 7 menjadi 8 tahun.

"Sebab, selain Pengadilan Tinggi tidak memberikan alasan pertimbangan yang konkret dalam memperberat hukuman, juga sebenarnya pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Tipikor) sudah mempertimbangkan dengan cukup mengenai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa," jelasnya.

Selain alasan tersebut, kata Andi lagi, menurut majelis hakim kasasi, dalam kaitan dengan perkara terdakwa belum ada kerugian negara yang timbul, begitu pula terdakwa berperan dan berjasa dalam mewujudkan perdamaian di Aceh. "Kemudian, majelis hakim kasasi berpendapat bahwa pidana penjara selama 7 tahun terhadap terdakwa seperti putusan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, sudah tepat," pungkasnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved