Pelayanan Publik

Seluruh Pedagang yang Hengkang akan Dikembalikan ke Pasar Babahrot Abdya

Dampak tidak ditertibkannya pedagang ikan basah yang membuka lapak di luar pasar itu, tandasnya, membuat satu persatu pedagang menutup kios dalam komp

Penulis: Zainun Yusuf | Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM/ZAINUN YUSUF
SEJUMLAH anak bermain di depan kios yang tutup dalam Kompleks Pasar Babahrot di Gampong Pantee Rakyat, Kecamatan Babahrot, Abdya, Kamis (18/4/2019). 

Laporan Zainun Yusuf I Aceh Barat Daya

SERAMBINEWS.COM,BLANGPIDIE  - Seluruh pedagang tradisional yang sudah hengkang segera dikembalikan menempati Pasar Rakyat Babahrot berlokasi di Dusun Tengoeh, Desa Pantee Rakyat, Kecamatan Babahrot, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya).    

Para pedagang yang membuka tempat usaha di luar kompleks pasar secara berpencar segera ditertipkan dengan meminta bantuan personel Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Abdya, di bawah koordinasi Camat dan Anggota Muspika Babahrot.

“Camat dengan dukungan dan Anggota Muspika  meminta bantuan personel Satpol PP untuk melancarkan operasi penertiban para pedagang di luar pasar untuk kembali menempati kios Pasar Rakyat,” kata Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Abdya, Azhar Anis ST kepada Serambinews.com, Rabu (19/2/2020).

Pedagang yang menjadi sasaran utama penertiban adalah para pedagang ikan yang menjual ikan basah di tenda-tenda darurat di Simpang Alue Mantri, Desa Blang Raja, termasuk sejumlah pedagang tradiosnel yang sudah pindah menempati tenda di lokasi tersebut.

Simpang jalan Alue Mantri belakangan ini sudah berubah menjadi ‘pasar liar’. Pertama kali pindah ke lokasi ini adalah para  pedagang ikan yang sebelumnya menempati bangku pasar ikan di Pasar Rakyat. Kemudian diikuti sejumlah pedagang tradisional dengan memasang tenda darurat sebagai tempat berjualan.

Dampaknya, Pasar Rakyat di Desa Pantee Rakyat yang dibangun menyerap anggaran miliaran rupiah menjadi sepi, tidak ada pengunjung. Terakhir, pedagang tradisonal, meliputi pedagang sayur dan kebutuhan rumah tangga yang sebelumnya bertahan akhirnya hengkang.

Mereka akhirnya berdagang dengan menempati kios dan ruko di lokasi Dusun Pasar, lokasi pinggir Jalan Nasional dan di jalan menuju pasar lama.

Ahli Epidemiologi Jepang: 550 Hingga 650 juta Orang di Seluruh China akan Terinfeksi Virus Corona

Nibong Connection Melaju ke Semifinal Turnamen Bola Voli Kapolres Aceh Utara Cup

Ketua SUBA Temui Murshidah, Ibu yang Anaknya Dibawa Kabur Pengasuh di Malaysia, Ini Hasilnya

Sebelum penertiban dilancarkan, menurut Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Abdya, Azhar Anis dibentuk pengurus pengelola pasar. Mngangkat pengurus pengelola pasar sudah menjadi kewenangan Camat Babahrot.

“Saya dapat info, pengelola Pasar Rakyat sudah dipilih, hanya tinggal di-SK-kan oleh Camat Babahrot,” kata Azhar Anis. Pengelola pasar yang dibentuk itu diharapkan segera berkoordinasi dengan Keuchik Pantee Rakyat, Camat dan Anggota Muspika untuk mengembalikan seluruh pedagang yang sudah keluar dari pasar.

Dalam hal ini, kata Azhar Anis, Camat dengan dukungan Anggota Muspika Babahrot, bisa diminta bantuan personel Satpol PP Abdya untuk melakukan penertiban seluruh pedagang yang berjualan di di luar pasar.

Bila tidak, sarana dan prasarana Pasar Rakyat Babahrot yang beroperasi sejak 2017 itu menjadi sarana mubuzir dan tidak terurus.                 

Seperti diberitakan, seluruh pedagang tradisional memutuskan hengkang dari Pasar Rakyat, Desa Pantee Rakyat, Babahrot, Abdya.

Pedagang yang memilih meninggalkan lokasi pasar adalah seluruh pedagang sayur-sayuran dan bahan kebutuhan (dapur) rumah tangga.

Para pedagang tersebut pindah menempati kios di pinggir Jalan Nasional lokasi Dusun Pasar atau membangun kios sederhana di lokasi lain secara terpisah dalam kawasan Desa Pantee Rakyat.

Plt Keuchiek Gampong Pantee Rakyat, Zakiryah dihubungi Serambinews.com, Senin (17/2/2020) menjelaskan, para pedagang tradisional pindah dikarenakan Pasar Rayat yang baru beroperasi sekitar tiga tahun lalu semakin sepi pengunjung.

“Para pedagang mengaku terus merugi karena pengunjung semakin berkurang. Seluruh pedagang sayur dan kebutuhan  dapur rumah tangga akhirnya pindah. Kecuali, dua atau tiga pedagang kain atau pakaian jadi yang masih bertahan ,” katanya.

Dari informasi diperoleh keuchik dari beberapa pedagang bahwa jumlah pengunjung Pasar Rakyat Babahrot terus menurun sampai memasuki awal tahun 2020.

Penyebabnya, para penggalas (muegee) ikan atau pedagang ikan tidak lagi memasarkan ikan basah pada bangku (lapak) pasar ikan yang tersedia dalam kompleks Pasar Rakyat Babahrot.

Penggalas ikan memilih berjualan ikan di lokasi yang sebenarnya di larang, yaitu tepi jalan atau di Simpang Jalan Alue Mantri, Desa Blang Raja.

Bahkan sekarang ini, kata Zakirsyah, para muegee ikan sudah membangun tenda darurat di Simpang Alue Mantri sebagai tempat memasarkan ikan.

Bukan saja pedagang ikan, beberapa pedagang tradisional yang meninggalkan lokasi Pasar Rakyat, juga ikut-ikutan membuka kios sederhana di lokasi Simpang Jalan Alue Mantri.

Penyebab lain, Pasar Rakyat Babahrot selama ini tidak ada Syahbandar (pengurus atau pengelola pasar) yang di-SK-kan mengurus pasar sehingga para pedagang tidak tertib, terutama pedagang ikan berjualan di pinggir jalan.

Padahal, pasar yang lebih refresentatif sudah tersedia.

Kendala tidak ada Syahbandar, menurut Plt Keuchik Gampong Pantee Rakyat, Zakirsyah sudah teratasi setelah dipilih Saudin, belum lama ini.

“Sekarang sedang menunggu dikeluarkan SK oleh Camat Babahrot. Setelah ada keluarga SK yahbandar, maka pedagang akan dikembalikan untuk berjualan di kompleks pasar,” papar Zakirsuah.

Plt Keuchik Gampong Pantee Rakyat itu lebih lanjut menjelaskan, pengembalian pedagang yang sudah meninggalkan lokasi pasar dilakukan secara pelan-pelan.

Dengan melibatkan Camat bersama Anggota Muspika Babahrot, termasuk sangat diharapkan dukungan dari Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Abdya.                     

Jika tidak, katanya, pasar yang dulunya diyakini akan berkembang menjadi pusat pasar yang menyediakan beragam kebutuhan masyarakat itu akan terlantar dan tidak terurus.

Sebagai cacatan, Pasar rakyat di Desa Pantee Rakyat, Abdya, sejak April 2019 lalu sudah sepi pengunjung. Dampaknya, sejumlah pedagang dilaporkan bangkrut dan gulung tikar karena tidak memiliki modal untuk memulai usaha baru.

Sebagian pedagang saat itu memilih pindah dari Pasar Babahrot untuk kemudian membuka usaha di lokasi lain.

Pantauan Serambinews.com saat itu, kondisi pasar tampak sepi. Puluhan intu kios permanen dalam kondisi tutup, sehingga dimanfaatkan anak-anak untuk bermain di teras kios.

Hanya ada sekitar dua atau tiga kios saja yang buka, itupun usaha pakaian jadi. Bangku permanen sebagai lapak jual ikan basah juga dalam keadaan kosong melompong.

Pasar Rakyat yang dibangun tahun 2016 itu, kondisinya cukup menyedihkan lantaran kurang terurus. Tak heran, area kompleks pasar penuh semak belukar dan fasilitas yang tersedia banyak yang tidak berfungsi lagi.

Salah seorang pedagang menjelaskan, terus berkurangnya jumlah pengunjung akibat kurang tegasnya pihak pengelola pasar, dan aparatur Gampong Pantee Rakyat, serta Muspika Babahrot. Padahal, beber dia, ketika awal beroperasi, pasar tersebut tampak semarak karena pengunjung datang dalam jumlah lumayan banyak.

“Pengunjung ramai saat itu setelah pedagang ikan (muegee eungkoet) dan pedagang yang membuka lapak di pasar lama, semuanya diarahkan memindahkan usaha mereka ke kompleks pasar rakyat. Makanya, pembeli semua datang ke pasar rakyat,” ujar pedagang yang tak mau membeberkan identitasnya itu.

Namun, lanjut dia, keramaian itu tak bertahan lama. Sebab, sekitar satu tahun kemudian, jumlah kunjungan pembeli menurun drastis.

Penyebabnya, kata pedagang tersebut,  para muegee ikan basah (mugee) seperti ‘dibiarkan’ berjualan di luar pasar atau di tepi jalan raya, seperti di Simpang Alue Mentri dan di pinggir jalan nasional sekitar pasar pasar buah sampai Jembatan Alue Beuringen.

Padahal, ketersediaan ikan basah menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk mengunjungi pasar, sekaligus membelanjakan beragam kebutuhan rumah tangga.

Dampak tidak ditertibkannya pedagang ikan basah yang membuka lapak di luar pasar itu, tandasnya, membuat satu persatu pedagang menutup kios dalam kompleks pasar, kemudian pindah berjualan ke luar.

“Kios yang sebagian besar telah tutup itu kemudian difungsikan sebagai gudang,” tukas pedagang lain yang juga enggan disebut namanya.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved