Mahasiswa Kecelakaan di Subulussalam
Kisah Almarhum Wahyu Ziahul Haq, Sepmornya Masih Tergadai untuk Biaya Kegiatan Kampus
Ya, semasa hidupnya almarhum Zai sapaan akrab Wahyu dikenal sosok pria baik dan selalu menjadi pelopor dalam berbagai kegiatan di kampusnya.
Penulis: Khalidin | Editor: Mursal Ismail
Ya, semasa hidupnya almarhum Zai sapaan akrab Wahyu dikenal sosok pria baik dan selalu menjadi pelopor dalam berbagai kegiatan di kampusnya.
Laporan Khalidin I Subulussalam
SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM – Baik, pengayom, bertanggungjawab, ramah dan mudah bergaul adalah kata yang terus disematkan kepada sosok Wahyu Ziahul Haq.
Ia adalah Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh yang baru saja meninggal dunia.
Ia meninggal dunia, Selasa (25/2/2020) siang tadi dalam kecelakaan lalu lintas di Jalan Nasional Dusun Rikit, Desa Namo Buaya, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam.
Ya, semasa hidupnya almarhum Zai sapaan akrab Wahyu dikenal sosok pria baik dan selalu menjadi pelopor dalam berbagai kegiatan di kampusnya.
Sementara teman-teman se-fakultas hanya mengikuti apa yang diarahkan sang ketua mereka.
• 50 Roket Ditembakkan ke Israel, PM Netanyahu Ancam Gempur Gaza

“Kami hanya ngikuti dia, semua apapun kegiatan dialah (almarhum) yang memotori.
Kalau tidak dia gerakkan, kami tidak bergerak termasuk kegiatan bantuan untuk korban kebakaran ini.
Dialah semua yang perjuangkan, termasuk kendaraan.
Pokoknya kami tinggal enaknya aja,” kata Farah Munadia (19) rekan almarhum Zai mahasiswi ilmu Alquran dan tafsir.
Bahkan, lanjut Farah, hingga Zai menghembuskan nafas terakhirnya pun, satu unit sepeda motornya masih tergadai.
• Bapak Perkosa Anak Kandung hingga Hamil, Dilakukan Saat Istri Tidur, Korban Dicekik Saat Melawan

Menurut Farah, sepmor almarhum yang tergadai tersebut jenis Honda Scoopy.
Sepmor dia gadaikan untuk menutupi kekurangan biaya kegiatan di kampus senilai Rp 5 juta.
Beberapa waktu lalu lanjut Farah, almarhum sudah membayar sebesar Rp 2 juta.
Sisanya masih ada Rp 3 juta, sehingga sepmor masih tergadai.
Rekan-rekannya sudah mengusulkan untuk patungan membayar utang kegiatan kampus, namun almarhum tak mau membebani temannya.
Kata almarhum uang tersebut merupakan utang organisasi kampus sehingga tak sepatutnya dibebankan pada rekan-rekannya.
”Pokoknya dia baik kali lah bang. Dia tidak pernah membebani kami, kami terima bersih.
Makanya kami sangat terpukul, kami sedih kali kok bisa secepat itu dia meninggalkan kami,” ujar Farah dan para rekan almarhum Zai.
• Kemenag Aceh Usul Peserta Pria dan Perempuan Dipisah Saat Ikut Tes CPNS

Ucapkan hal aneh
Di sisi lain beberapa saat sebelum meninggal, almarhum memang kerap mengucapkan hal aneh kepada rekannya.
Selain kalimat jangan takut mati dan kalaupun meninggal akan mati syahid ini diucapkan almarhum Wahyu kepada Farah Munadia, juga ada hal lain diucap Zai.
Menurut Farah, almarhum sempat mengatakan jika perjalanannya ke Aceh Singkil merupakan kegiatan terakhirnya.
Perjalanan pengantaran bantuan untuk korban kebakaran ke Aceh Singkil sekaligus pembubaran anggotanya
Memang, lanjut Farah, masa kepemimpinan almarhum Zai atau Pak Gub sapaan untuk almarhum Wahyu tinggal berakhir bulan Maret mendatang.
Itu pula mungkin jadi alasan almarhum Pak Gub Fakultas Ushuluddin ini jika kegiatannya ke Aceh Singkil merupakan terakhir.
Namun kata itu sebenarnya jarang terucap. Kecuali itu, kata Farah saat makan di almarhum paling sumringah dan riang tidak seperti biasanya.
Almarhum bersama rekannya juga sempat mampir di Dayah Darussalam ke tempat Abuya Amran Waly.
“Farah, Farah jangan takut mati dek, Farah jangan takut mati. Kita ke sini niat kita baik dek. Kalaupun kita meninggal dunia, kita mati syahid,” demikian kalimat yang terucap dari bibir Wahyu Ziahul.
Kalimat jangan takut mati dan kalaupun meninggal akan mati syahid ini diucapkan almarhum Wahyu kepada Farah Munadia, salah seorang rekan korban.
Pasalnya, sejak mobil dikemudikan almarhum Farah mengaku menangis ketakutan sepanjang jalan.
Farah mengaku ketakutan karena laju kendaraan itu harus digas untuk menghindari mogok di tanjakan.
Farah mengaku menangis dan menyampaikan tidak mau mati dalam perjalanan. Sebab, kata Farah almarhum menemudikan mobil harus tekan gas kalau tidak maka mundur di tanjakan.
Nah, karena Farah terus menerus menangis ketakutan lalu almarhum memotivasi agar tidak takut mati.
Sebab kalaupun harus meninggal dunia menurut almarhum akan mati syahid karena perjalanan mereka dengan niat baik untuk misi kemanusiaan.
Ketiga kali kalimat jangan takut mati terucap di bibir almarhum lalu rekan-rekan Farah memvideokannya mengguyon karena terus menangis
Kata Farah, ada tiga kali ucapan tersebut disampaikan almarhum untuk memotivasi dia yang terus menangis ketakutan.
”Waktu yang ketiga itu kawan-kawan kan videoin, ha Farah nangis-nangis.
Abang tu bilang pokoknya kita kesini itu niat kita baik, kalau meninggalpun kita syahid enggak sampai lima detik pas mau belok kan dikiranya jalannya lurus, jadi abang tu ambil jalan taunya belok ke kiri pak jadi banting setir ke kiri, banting ke kanan, putar-putar jatuh.
Mobil nyangkut terus posisi abang tu terjepit.
Kawan saya di depan aturannya kena kayu tapi dia loncat ke belakang jadi selamat,” urai Farah menceritakan detik-detik sebelum mobil yang mereka tumpang terguling ke jurang.
Farah terjepit karena dihimpit oleh temannya yang sebangku di bagian belakang sopir.
Farah pun terhindar dari kaca dan benturan karena melindungi kepalanya dengan bantal.
Farah mengaku sempat menyampaikan ke kawan-kawannya yang semula memotivasinya ingat Allah.
Maka seharusnya kata Farah saat kecelakaan itulah mereka mengingat Allah. Saat kejadian ini kata Farah dia menanyakan kawannya karena tidak mengingat Allah.
Sebab, kata Farah selain ada ucapan mati syahid.
Nyaris sepanjang perjalanan rekan-rekannya mengucapkan bahasa kematian.
Farah menyaakan jika hampir sepanjang perjalanan rekan-rekannya membaca ayat-ayat kematian.
Semua baca kullu nafsin dzaiqatul maut yang artinya Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.
Kemudian kerap pula terucap kalimat Innalillahi wa inna ilaihi rajiun artinya
"Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali,”.
Kalimat tersebut menurut Farah acap diucapkan rekannya kecuali dia. Farah tidak mengucapkan kalimat terkait lantaran selalu menangis ketakutan.
Dalam situasi panik, Farah termasuk yang paling tenang dan meminta rekan-rekannya tidak banyak gerak sebab mobil dalam posisi rusak.
Sebab Farah takut jika dia dan rekannya banyak bergerak maka mobil yang posisinya kala itu nyangkut di pohon jatuh ke jurang hingga meledak dan bisa berakibat fatal.
Farah juga menceritakan watu mobil dalam posisi kecelakaan dan tersangkut teman-temanya pula menangis sementara dia tidak bisa menangis lagi.
Beberapa saat muncul rekannya yang semula meluncur di belakang menolong sehingga dapat keluar dari dalam mobil.
• Garap Potensi Wisata Alam Bawah Laut Kepulauan Banyak, Bupati Aceh Singkil Launching Diving Center
Seperti diberitakan sebelumnya, kepergian Wahyu Ziahul Haq meninggalkan kesedihan mendalam bagi orang-orang terdekatnya dan teman-temannya.
Wahyu Ziahul Haq adalah Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh
Adik kandung Lisma Hasbi, istri Iskandar Alfarlaky, Anggota DPRA ini meninggal dunia Selasa (25/2/2020) siang tadi.
Ia dan teman-temannya kecelakaan lalu lintas di Jalan Nasional Dusun Rikit, Desa Namo Buaya, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam.
Almarhum berangkat dengan sepuluh rekan sefakultasnya dalam rangka membawa bantuan untuk korban kebakaran di Desa Ujung, Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil.
Wahyu yang akrab disapa Bang Zai atau Pak Gub itu menghembuskan napas terakhirnya beberapa saat setelah kecelakaan di lokasi kejadian.
Semasa hidupnya, Zai dikenal sebagai mahasiswa yang aktif berorganisai dan sosok peduli satu sama lain.
“Apa saja kegiatan di fakultas kami dialah motor penggeraknya, dia rela berkorban demi terlaksananya kegiatan,” kata Farah Munadia (19) rekan almarhum Zai mahasiswi ilmu Alquran dan Tafsir.
Farah yang ikut dalam rombongan mobil Toyota Avanza nomor polisi BL 1847 JL duduk tepat dibelakang almarhum Zai.
Sebenarnya, kata Farah, Zai awalnya mengemudikan mobil Toyota Innova BL 295 AB putih.
Namun belakangan, sementara mobil avanza disopiri rekannya Annaya Syazza Zainuddin.
Berhubung mobil Avanza itu kerap mogok, sehingga tepat di sekitar gapura perbatasan Aceh Selatan dengan Kota Subulussalam.
Farah menceritakan awal mereka menggalang bantuan hingga almarhum Zai mengupayakan mobil transportasi mereka.
Kata Farah, saat akan berangkat sudah ada tanda-tanda kerusakan mobil Avanza, yakni sebelah lampunya padam.
Namun mereka tetap melanjutkan perjalanan.
Kemudian di Calang mobil berulah dan dilaporkan ke pemilik rental.
Pihak rental menjawab agar para mahasiswa ini mendahulukan uangnya untuk biaya perbaikan.
Di sisi lain mahasiswa kekurangan biaya operasional dan almarhum tidak mau memakai uang bantuan untuk kebutuhan perjalanan mereka.
Mobil Avanza yang semula disopiri Annaya tersebut menurut Farah memang kerap mogok saat sedang melaju di jalanan menanjak.
”Dari Calang mobil sudah sering bermasalah, kalau menanjak sering mogok sehingga harus didorong, jadi bang Zai itu lah bawa dan dia langsung tancap gas,” terang Farah Munadia.
Namun para mahasiswa ini tetap keukeuh untuk melanjutkan perjanalan mengantar bantuan ke Singkil.
Mereka mengaku tidak dapat menunda lantaran mengejar waktu dan tak ingin berbenturan dengan tugas kuliah.
Proses pergantian sopir mobil dilakukan di sekitar gapura perbatasan Aceh Selatan dengan Kota Subulussalam.
Sejak perbatasan itu, mobil avanza naas dikemudikan almarhum.
Menurut Farah, almarhum mengemudikan mobil itu dengan menancap gas dari bawah.
Ini agar mobil bisa menaiki jalan menanjak.
Sebab, jika tidak digas sejak dari bawah, mobil tidak dapat menanjak mulus.
Sayangnya, kata Farah, hanya berselang setengah jam, mobil hilang kendali tepat di turunan menikung menjelang Jembatan Rikit, Desa Namo Buaya.
Farah yang duduk tepat di belakang sopir mengatakan jika almarhum semula mengira jalan tersebut lurus.
Taunya, kata Farah, jalanan menikung ke sebelah kiri dan menurun tajam.
Almarhum pun bersusaha membanting setir ke sebelah kiri untuk menghindari jurang di sebelah kanan.
Tapi lanjut Farah, mobil tiba-tiba oleng dan setir memutar ke kanan serta jalanan agak bergelombang hingga mobil terjungkal ke arah kanan badan jalan.
Saat itu seluruh penumpang menjerit ketakutan.
Misbahul Muzi yang duduk tepat di samping almarhum spontan melombat ke bagian belakang, sehingga selamat dalam musibah.
Sebab jika saja tidak melompat Misbahul Muzi bakal terancam karena ada sepotong kayu yang menancap ke dalam mobil.
Sementara Farah dan dua rekan wanitanya sempat terhimpit.
Mereka pun akhirnya ditolong rekannya yang naik di mobil Toyota dan melaju belakangan.
Farah menambahkan, mereka baru bisa keluar dari mobil setelah memecahkan kaca bagian belakang.
Sebab pintu samping sudah terhimpit dan bagian depan juga tertancap potongan kayu.
Mahasiswa ini juga sempat terjebak di mobil karena bagian belakang diisi berbagai barang bantuan.
”Karena di belakang itu ada barang jadi kami posisinya terkurung di mobil, maka satu-satunya cara keluar pecahkan kaca,” ujar Farah
Dalam situasi panik itu beberapa masyarakat tiba termasuk aparat kepolisian lalulintas Polres Subulussalam.
Mereka pun terpukul kala mendapati salah seorang rekannya yakni Zai ternyata sudah tidak bernyawa lagi.
Para mahasiswa ini menangis sejadinya atas kepergian almarhum Zai yang merupakan sosok pengayom mereka.
Yah, menurut Farah dan teman-temannya Zai merupakan sosok paling bertanggungjawab.
Dia menjadi figure pengayom bagi rekan-rekan sefakultasnya dalam berbagai kegiatan selalu terdepan alias memotori.
Bahkan, bantuan untuk korban kebakaran di Singkil juga merupakan inisiatif almarhum Zai termasuk dalam mencari transportasi dua unit mobil yang ditumpangi para mahasiswa.
Farah dan para mahasiswa lainnya selalu aktif dalam kegiatan kampus mengikuti arahan almarhum Zai.
Almarhum Zai sendiri baru saja pulang dari Bireuen mengikuti kunjungan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Pascamusibah kebakaran di Desa Ujung, Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, almarhum Zai berinisiatif menggalang bantuan untuk disumbangkan.
Selain uang ada sejumlah bantuan berupa pakaian layak pakai, seragam sekolah hingga alquran.
Namun taqdir berkata lain, Wahyu Ziahul Haq mahasiswa semester delapan ini dipanggil Yang Maha Kuasa sebelum bantuan yang mereka galang tiba ke korban kebakaran di Singkil.
Selamat jalan Wahyu Ziahul Haq, sang pengayom mahasiswa dan aktivis sosial.
Sebagaimana berita sebelumnya, satu unit mobil jenis Toyota Avanza nomor polisi BL 1847 JL mengalami kecelakaan, Selasa (25/2/2020) di jalan nasional, Dusun Rikit, Desa Namo Buaya, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam.
Mobil naas itu ditumpangi empat mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh dalam rangka misi kemanusiaan ke Kabupaten Aceh Singkil
Kapolres Subulussalam, AKBP Qori Wicaksono yang dikonfirmasi melalui Kasatlantas AKP Wietdasmara membenarkan peristiwa tersebut.
Dalam peristiwa ini Wahyu Ziahul Haq yang mengemudikan kendaran tersebut dilaporkan meninggal dunia.
Wahyu merupakan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ushuluddin UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
”Benar, sopirnya yang juga kalangan mahasiswa meninggal dunia,” kata Kasatlantas AKP Wietdasmara
Informasi yang dihimpun Serambinews.com mobil yang ditumpangi mahasiswa ini mengalami kecelakaan saat dalam perjalanan menuju Aceh Singkil.
Adapun korban meninggal dunia merupakan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ushuluddin UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Menurut Kasatlantas AKP Wietdasmara, korban meninggal dunia adalah mahasiswa sekaligus yang menyopiri mobil naas.
Mobil avanza berwarna hitam yang ditumpangi mahasiswa ini kecelakaan sekitar pukul 12.30 WIB, di jalan Nasional Subulussalam-Tapaktuan Desa Namo Buaya Kecamatan Sultan Daulat Kota Subulussalam.
”Kami sedang evakuasi kendaraan dan barang-barangnya ke Mapolres Subulussalam,” kata Kasatlantas AKP Wietdasmara
Dijelaskan, mobil dikemudikan Wahyu Ziahul Haq (22) mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) asal Kota Langsa.
Rombongan mahasiswa ini berangkat dari Banda Aceh sekitar pukul 23.30 WIB tadi malam.
Mereka hendak berangkat ke Aceh Singkil dalam sebuah misi kemanusiaan via Tapaktuan melintasi Kota Subulussalam.
Rombongan mahasiswa ini membawa sejumlah bantuan untuk korban kebakaran di Desa Ujung, Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil yang terjadi beberapa hari lalu.
Mobil berjalan dengan kecepatan sedang namun setiba di Tempat Kejadian Perkara (TKP) hilang kendali hingga terguling di sebuah turunan menikung.
Akibatnya pengemudi dan penumpang terjepit di dalam mobil tersebut.
Berikut data mahasiswa yang mengalami kecelakaan di Subulussalam :
1. N : WAHYU ZIAUL HAQ / PENGEMUDI
U : 22 THN
P : MAHASISWA UIN
A : KOTA LANGSA (Meninggal Dunia)
Penumpang :
2. N : FARAH MUNADIA / PENUMPANG
U : 19 Tahun
P : MAHASISWI UIN
A : JL JERAT RAYA LORONG C NO.9 KEC.KUTA ALAM BEURAWE B.ACEH
Hp. 083199063799
Jenis kelamin : Pr
3. N : SAFURA ADNAN/ PENUMPANG
U : 20
P : MAHASISWI
A : ULE KARENG BANDA ACEH
jenis Kelamin : Pr
4. N : MISBAHUL MUJI / PENUMPANG
U : 19
P : MAHASISWA
A : LAMBARO KAB.ACEH BESAR
Jenis kelamin : Lelaki (*)