Kisah Abdullah, 10 Tahun Terpilih Jadi Kepala Desa Tapi Belum Dilantik, Cari Keadilan ke Gubernur
Abdullah terpilih saat pemilihan kepala desa yang berlangsung secara demokratis di desanya 10 tahun silam atau tepatnya pada 30 Juni 2010.
Meski terus mendapat tantangan, Abdullah terus berjuang untuk mendapatkan haknya.
Harapan untuk segera dilantik sebagai kepala desa terpilih mulai terbuka saat kepemimpinan di Kabupaten Buru beralih dari Husni Hentihu ke Ramli Umasugi pada 2012.
Saat itu, Abdullah berinisiatif menemui Bupati Ramli Umasugi di kantornya guna membahas masalah di desanya.
Namun, Abdullah tidak juga diterima bupati meski berulang kali mencoba menemuinya.
“Saya datang ke kantor sejak pagi jam 8, saya antre sampai jam kantor selesai, tapi saya tidak pernah diterima padahal orang lain diterima. Itu bukan sekali, tapi beruang kali,” katanya.
Merasa dizalimi
Berulang kali mengadu ke Pemkab Buru, Abdullah tidak juga mendapatkan jawaban pasti.
Malah yang diterima adalah perlakuan tidak menyenangkan.
Meski terus dijegal, Abdullah mengaku tidak pernah putus asa dan menyerah untuk terus berjuang mendapatkan hak politiknya dan pengakuan dari negara.
Bagi Abdullah, keadilan harus tetap diperjuangkan meski banyak rintangan yang menghadang.
“Saya ini benar-benar merasa sangat dizalimi, tapi demi kehormatan keluarga dan juga warga yang telah memilih saya, saya harus tetap berjuang karena bagi saya kebanaran dan keadilan tidak bisa dikalahkan,” ungkapnya.
Karena tidak direspons oleh Pemkab Buru, dia kemudian mencoba mengadu ke pihak lainnya.
Pada 2015, Abdullah melayangkan surat pengaduan ke Komnas HAM perwakilan Maluku.
Saat itu, Komnas HAM membalas surat tersebut dan mengeluarkan rekomendasi kepada Pemkab Buru untuk segera menindaklanjuti hasil pemilihan kepala desa di Jikumerasa.
Namun lagi-lagi, tiga surat rekomendasi yang dikeluarkan Komnas HAM ke Pemkab Buru tidak juga diindahkan.