Wawancara Eksklusif

Covid-19 Mudah Nempel Tapi Tak Merusak  

Menurut Juru Bicara Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto, sudah ada 514 pasien positif virus Corona di Indonesia yang tersebar

Editor: bakri
FOTO TRIBUNNEWS
MOH INDRO CAHYONO, Pakar Virus 

Hingga Minggu (22/3/2020), menurut Juru Bicara Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto, sudah ada 514 pasien positif virus Corona di Indonesia yang tersebar  di beberapa wilayah, dengan turunan 29 orang sembuh dan 48 meninggal. Ditambahkan, jumlah tersebut merupakan data sementara. Namun, pakar virus atau virologis, drh Indro Cahyono, masih optimis Indonesia akan pulih dari pandemi Covid-19 ini.

"Kita harus meyakinkan orang bahwa virus Corona tidak ada hubungannya sama kematian. Belum tentu orang yang kena corona pasti mati, karena kenyataannya yang mati dalam skala dunia lebih sedikit, itu pun juga ada yang dikategorikan sebagai high risk group," kata Indro saat dihubungi Tribunnews, Minggu (22/3/2020).

Ia pun meyakini bahwa ketakutan yang ditimbulkan oleh Covid-19 terhadap manusia sudah tidak berdasar, hingga kemudian berdampak pada kepanikan massal di beberapa wilayah. "Kita harus mulai menyingkirkan bahwa Corona bukan kematian. Sebab, begitu kita menaruh handphone di bawah, kemudian keluar rumah, kita baru sadar orang-orang tidak ada yang mati bergelimpangan di luar, pada santai semua," lanjutnya.

Virus Corona, menurut Indro, akan mati sendiri jika manusia yang dijangkiti mengisolasi atau menahan diri, ditambah mengonsumsi suplemen yang kemudian menambah antibodi untuk memerangi virus tersebut. Lantas, bagaimana penjelasan sang ahli virus dalam menjelaskan covid-19 yang menggegerkan dunia ini, bagaimana sejarahnya hingga menyikapinya? Petikan wawancara lengkap Tribunnews dengan drh Mohammad Indro Cahyono, akan kami turunkan sebagai wawancara eksklusif dalam dua edisi mulai Selasa (24/3/2020) hari ini.

Menurut Anda, Corona itu virus yang seperti apa?

Coronavirus itu jenisnya banyak banget, dan itu sudah ada dari zaman dulu, sebelum masehi udah ada. Nah, yang ada sekarang adalah satu dari sekian puluh jenis virus Corona. Cuma, yang sekarang Covid-19 lebih gampang menempel dan infeksi manusia. Tapi, dia tidak akan menimbulkan kerusakan yang fatal di saluran pernapasan, kecuali kalau orangnya sudah sakit duluan.

Apa yang sebenarnya terjadi pada orang sehat atau yang sudah ada penyakit jika terjangkit Covid-19?

Kalau kita orangnya biasa, normal, enggak punya komplikasi penyakit, TBC itu kita akan kena juga, sakit tapi kita tidak akan meninggal begitu. Jadi, kita akan sakit pertama kali kan yang sering dibilangin itu pertama bersin dulu, terus pilek, mulai gatal-gatal mau menelan susah, akhirnya demam sudah sampai lima-enam hari.

Sesudah itu nanti antibodinya keluar di hari ketujuh. Nah kalau sudah keluar sampai puncaknya 14 hari, antibodinya sedikit-sedikit dulu, dikeluarkan paling banyak itu di 14 hari sehingga ketika 14 hari antibodinya semakin banyak virus dimakan semua dan akhirnya sembuh. Makanya, seperti pasien nomor 1, 2, dan 3 di Depok itu 29 Februari 2020 dinyatakan positif terus dirawat di rumah sakit kan, kemudian 16 hari kemudian mereka balik lagi ke rumah dan jadi negatif.

Kalau kita melihat status positifnya, untuk manusia normal, hari pertama itu kita positif, kedua sampai ketujuh kita masih positif. Tapi, sesudah hari kesepuluh sampai ke-14 dan lebih, dari situ bisa kebaca negatif, karena virusnya udah dihabisi.

Anda menyebut sempat ke Depok saat kasus Covid-19 pertama kali, apa yang membuat Anda memberanikan diri pergi ke sana?

Sekarang saya balik pertanyaannya, bukannya saya memberanikan diri, seolah-olah cuma saya yang begitu. Justru kenapa orang-orang pada takut? Kalau kita mengasosiasikan virus Corona sama kematian, padahal angka kesembuhannya lebib tinggi, yang mati tiga persen. Kenapa bisa yang mati tiga persen, karena ya dia emang sudah sakit duluan.

Kalau misalnya saya sakit dan punya kelainan paru-paru dan pernapasan, saya juga akan berpikir lagi buat datang ke situ (Depok). Nah, kalau saya sehat, saya tidak punya masalah karena saya yakin nanti minggu depan saya sehat lagi.

Apa yang Anda alami ketika ke Depok usai pengumuman kasus positif pertama?

Saya yakin saya sudah pernah kena sebelumnya. Maka sepulang dari Depok, saya enggak sakit. Persis seperti dikasih vaksin cacar. Kalau misalnya kita mau antibodi buat badan kan lewat dua cara nih. Yang pertama vaksin, kan kita pernah divaksin cacar. Kalau kita sudah pernah divaksin cacar, maka kita punya ada sel memori buat mengingat virus cacarnya, makanya kalau pas ada wabah cacar, virusnya masuk, kita enggak kena, orang kita sudah bisa mengeluarkan antibodinya, lebih cepat begitu.

Apakah itu berarti cacar mirip dengan Covid-19?

Persis sama, cuma sekarang perbedaannya adalah memasukkan virus ke dalam tubuh lewat vaksin sama lewat virus wabah, itu berbeda. Kalau misalnya vaksin kan virusnya sudah mati, makanya begitu dimasukkan ke badan kita, kita tidak sakit, paling ya panas-panas seharu-dua hari.

Tapi kalau misalnya virus wabah, kalau masuk ke badan kita dan kalau masuknya kebanyakan, maka kita akan sakit, tapi kesakitannya hanya berlangsung satu minggu. Sesudah itu ya sama-sama mengeluarkan antibodi, divaksin juga minggu depan keluar antibodinya. Kena virus wabah, minggu depan juga keluar anrtibodinya. Perbedaannya kalau divaksin kita tidak sakit, kalau dari virus wabah kita sakit demam dulu.

Dari penjelasan Anda, apakah Covid-19 ini bisa membuat orang meninggal?

Semisal ada dua orang, yang satu sehat enggak punya komplikasi, satunya lagi punya TBC sehabis itu sama diabetes. Pas kita datang ke tempat yang sama kita dapat virus yang sama. Kalau virusnya masuk ke tempat orang sehat, orang itu sakit tetapi minggu depan akan sembuh. Kalau masuk ke orang yang sudah punya penyakit duluan, nah itu orang sakitnya tambah parah.

Sebagian besar yang meninggal itu ada di grup itu, namanya kalau saya bilang high risk group. Grup itu isinya ya orang-orang yang sudah tua, karena mereka mengeluarkan antibodinya tidak seperti usia-usia muda. Kedua, orang-orang yang punya penyakit komplikasi. Ketiga, yang punya gangguan pernapasan. Yang harus diperhatikan karena sekarang kematian lebih banyak terjadi di orang-orang dengan risiko tinggi ini, yang 3 persen, karena kan datanya membuktikan 97 persennya hidup. Yang 3 persen ini kan harus dilindungi.

Menurut Anda, bagaimana cara melindungi yang high risk group itu?

Kalau kita tahu lagi ada wabah ya jangan keluar rumah, benar kata Pak Presiden. Di rumah dulu saja dua minggu, nanti kalau wabahnya sudah tidak ada lagi boleh keluar lagi, biar tidak ada yang terjangkit virus. Kemudian, kalau misalnya orang dengan risiko tinggi batasnya kerusakan adalah pada saat mulai ada gangguan napas atau sesak. Jadi kalau kita masih demam itu tidak apa-apa. Begitu kita sudah mulai merasa tidak bisa napas atau sesak, langsung ke rumah sakit tidak usah menunggu, karena kita belum punya alat untuk melegakan pernapasan. Rumah sakit yang punya, dan kita harus menyelamatkan orang yang risikonya tinggi.

Jadi kalau kita lanjutkan lagi, tidak usah panik: wah saya baru panas sedikit, baru batuk sedikit terus ke rumah sakit. Jangan! Kalau berasa sakit di rumah aja libur, makan yang benar, minum yang benar, tidurnya enak, setelah itu minum vitamin E sama vitamin C, minggu depan sembuh. Rumah sakit itu akan lebih baik dan lebih longgar jika dipakai buat orang-orang yang berisiko tinggi, jadi jangan sampai menuh-menuhi rumah sakit, cuman gara-gata batuk sama demam doang. Semua orang juga sama. (reza deni/tribunnetwork/cep)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved