Update Corona di Aceh
Kepala Ombudsman Nilai Penerapan Jam Malam di Aceh Offside dan Over Acting
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Dr Taqwaddin Husin, SH menilai pemblokiran jalan dan penerapan jam malam di Aceh offside atau over acting
Penulis: Bukhari Ali | Editor: Muhammad Hadi
Laporan Bukhari M Ali | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Dr Taqwaddin Husin, SH menilai pemblokiran jalan dan penerapan jam malam di Aceh offside atau over acting.
"Hemat saya, pemberlakuan jam malam dan pemblokiran jalan tidak sesuai dengan semangat social distancing atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)," kata Taqwaddin menjawab Serambinews.com, Rabu, (1/4/2020).
"Kita perlu bedakan antara Darurat Kesehatan dengan Darurat Sipil," tambah dosen senior Fakultas Hukum Unsyiah ini.
• Pria India Pura-pura Mati Demi Hindari Lockdown, Berkeliling Dengan 4 Rekannya Hingga Ditangkap
Menurutnya, Darurat Sipil diatur dalam UU Keadaan Bahaya (1959), dimana Pemerintah sebagai Penguasa Sipil yang membolehkan bertindak represif kepada warganya.
Sedangkan pemberlakuan Jam Malam adalah pola pendekatan yang lazim dalam kondisi Darurat Sipil guna menghadapi pemberontakan.
Kondisi Aceh saat ini, katanya, belum membahayakan atau belum keadaan luar biasa.
• Wanita Ini Mengaku ODP Corona Untuk Kelabui Petugas Satpol PP yang Sedang Razia
"Sehingga penerapan jam malam menurut saya offside atau over acting. Karenanya, perlu dihentikan," pinta Taqwaddin, mengingatkan para pemangku kebijakan di Aceh saat ini.
Taqwaddin menambahkan, kebijakan Pemerintah Pusat terhadap upaya mencegah dan menanggulangi bencana penyebaran virus Corona sudah tepat.
Sebab, kebijakan tersebut telah dituangkan dalam Perpu, PP, Perpres, yang diikuti dengan beberapa peraturan menteri, serta surat edarannya.
Jadi, kata Taqwaddin, payung hukum kebijakan sudah cukup memadai.
Sehingga Pemerintah Daerah tinggal melaksanakan saja dengan mempedomani pada kebijakan presiden.
• Hasil Rapid Test Terhadap Warga Aceh Singkil yang Ditetapkan PDP Negatif Corona
Sebaiknya, begitu terkait pemblokiran jalan, malah terkesan lockdown.
Padahal, katanya, Presiden sudah berulangkali menegaskan bahwa Indonesia telah memilih opsi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau social distancing, bukan lockdown.
"Mari kita hormati keputusan ini," ajaknya.
Menurutnya, Pemerintah Pusat tentu saja sudah melakukan analisis mempertimbangkan dan menghitung segala sesuatu terkait dengan kebijakannya.
• Mataf Kakbah Masjidil Haram Mulai Dibuka, Jamaah Tawaf Harus Antre dan Distancing, Lihat Videonya
Makanya jika dicermati ketentuan yang mengatur pemberlakukan Darutat Kesehatan Masyarakat adalah merujuk pada UU Karantina Kesehatan, bukan pada UU Negara Keadaan Bahaya.
Hal ini, sebutnya, menyiratkan bahwa Pemerintah Pusat masih mengupayakan cara-cara yang normal.
Tetapi, Presiden juga menyatakan apabila kondisi negara makin rumit dan muncul keadaan bahaya, mungkin UU Keadaan Bahaya akan diterapkan dengan memberlakukan Darurat Sipil.
Jadi, sebutnya, apa yang dilakukan di Aceh sekarang, sepertinya mendahului kebijakan Pemerintah Pusat.
"Maka itu. Saya katakan offside, kita perlu bedakan antara Darurat Kesehatan dengan Darurat Sipil," ujara Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh ini. (*)
• Bupati Akmal Sebut Abdya Siap Tangani Covid-19, Punya Dana Rp 51 Miliar