Benarkah Berjemur Bisa Mencegah Virus Corona? Begini Penjelasannya

Semenjak pandemi Covid-19, warga melakukan berbagai cara dan memunculkan kreativitasnya agar tidak terjangkit virus ini.

Editor: Mursal Ismail
Kompas.com
Ilustrasi berjemur 

Semenjak pandemi Covid-19, warga melakukan berbagai cara dan memunculkan kreativitasnya agar tidak terjangkit virus ini.

Laporan Syamsul Azman 

SERAMBINEWS.COM - Masyarakat meyakini dengan berjemur akan mencegah terinfeksi Covid-19.

Hal ini banyak dilakukan warga di beberapa daerah. 

Semenjak pandemi Covid-19, warga melakukan berbagai cara dan memunculkan kreativitasnya agar tidak terjangkit virus ini.

Ya, virus yang telah merenggut 47.245 nyawa di 206 negara.

Membuat hand sanitizer sendiri, mengonsumsi minuman jahe, meminum alkohol dan sebagainya dipercaya sebagian orang sebagai upaya agar Covid-19 lenyap pada tubuh.

Vaksinnya Masih Uji Coba, Masalah Baru Muncul, Virus Corona Bermutasi Menjadi Jenis Baru

Kisah Ayah yang Menerobos Api Selamatkan Istri & 4 Anaknya dari Kebakaran di Sungai Raya Aceh Timur

Catat! 3 Fenomena Langit yang Akan Terjadi di Bulan April, Salah Satunya Hujan Meteor

Atau paling tidak, Covid-19 itu bisa lenyap dengan segera meski sudah terjangkit.

Ahli juga menjelaskan, yang paling ampuh agar tidak terjangkit virus yang berasal dari Wuhan, Cina ini yaitu imunitas tubuh.

Sebagian masyarakat percaya berjemur menjadi salah satu cara menjaga imunitas tubuh.

Pasalnya bisa mengeluarkan keringat dan terkena sinar matahari itu.  

Lantas, benarkah berjemur baik bagi kesehatan mencegah Covid-19?

Simak penjelasan berikut ini seperti dikutip dari Kompas.com.

Terkait ini dijelaskan oleh Arnold, pekerja di UV Light Technology.

UV Light Technology sebuah perusahaan yang menyediakan peralatan dIsinfektan untuk rumah sakit, perusahaan farmasi dan produsen makanan di seluruh Inggris.

Sinar matahari mengandung tiga jenis UV.

Pertama ada UVA, yang membentuk sebagian besar radiasi yang mencapai permukaan bumi.

Sinar ini mampu menembus jauh ke dalam kulit dan dianggap bertanggung jawab atas 80 persen penuaan kulit, dari keriput hingga bintik-bintik penuaan.

Selanjutnya ada UVB, yang dapat merusak DNA di kulit dan menyebabkan kulit terbakar. 

Akhirnya menjadi kanker kulit. 

Keduanya cukup dikenal, dan dapat diblokir oleh sunblock yang paling baik.

Selanjutnya, ada juga tipe ketiga yakni UVC.

Bagian spektrum yang relatif tidak jelas ini terdiri dari panjang gelombang cahaya yang lebih pendek dan lebih energik.

Sinar ini dapat menghancurkan bahan genetik baik pada manusia atau partikel virus.

Untungnya, sebagian besar dari kita tidak mungkin pernah bertemu dengan sinar UVC lantaran telah disaring oleh ozon di atmosfer jauh sebelum mencapai kulit manusia.

Para ilmuwan menemukan bahwa mereka dapat memanfaatkan UVC untuk membunuh mikroorganisme.

Sejak ditemukan pada 1878, UVC yang diproduksi secara artifisial telah menjadi metode pokok sterilisasi yang digunakan di rumah sakit, pesawat terbang, kantor, dan pabrik setiap hari.

Selain itu, UVC juga digunakan untuk proses sanitasi air minum sebab beberapa parasit resisten terhadap desinfektan kimia seperti klorin.

Meskipun belum ada penelitian yang melihat bagaimana UVC mempengaruhi Covid-19 secara khusus, penelitian telah menunjukkan bahwa UVC dapat digunakan terhadap virus corona lain, seperti SARS.

Radiasi UVC mampu melengkungkan struktur materi genetik mereka dan mencegah partikel virus membuat lebih banyak salinan dari diri mereka sendiri.

Akibatnya, bentuk UVC sekarang di garis depan dalam pertarungan melawan Covid-19.

Arnold menjelaskan bahwa berjemur bukan langkah yang ampuh untuk mencegah Covid-19, bahkan berbahaya.

"UVC adalah sinar yang benar-benar jahat. Anda tidak boleh terkena itu," ujarnya.

Dia menambahkan diperlukan waktu berjam-jam untuk mendapatkan sengatan matahari dari UVB, tetapi dengan UVC dibutuhkan beberapa detik.

"Jika mata Anda terbuka, Anda tahu rasanya jika Anda melihat matahari? Seperti 10 kali, hanya setelah beberapa detik," ungkapnya.

Untuk menggunakan UVC dengan aman, Anda membutuhkan peralatan dan pelatihan khusus.

Kemungkinan sinar UVA atau UVB dapat mendisinfeksi sesuatu. Tetapi, kita tidak bisa bergantung dengan sinar tersebut.

Penelitian tentang SARS, kerabat dekat Covid-19 menemukan bahwa mengekspos virus ke UVA selama 15 menit tidak berdampak pada seberapa infeksi itu.

Namun, penelitian ini tidak melihat paparan yang lebih lama, atau UVB, yang diketahui lebih merusak bahan genetik.

Studi lain menemukan bahwa semakin lama partikel flu terpapar sinar matahari dan semakin terkonsentrasi, semakin kecil kemungkinannya untuk tetap menular.

Sayangnya, penelitian itu mengamati flu yang melayang di udara, bukannya mengering pada benda.

Sementara itu, tidak ada yang tahu berapa lama untuk menonaktifkan Covid-19 dengan sinar matahari dan seberapa kuat sinar UV yang dibutuhkan.

Semua ini berarti bahwa menggunakan sinar matahari untuk mendisinfeksi permukaan untuk mencegah virus corona masih belum bisa dipertanggung jawabkan. (*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved