Wawancara Khusus
Boleh Tidak Shalat Jumat 3 Kali Karena Corona
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebutkan umat Muslim masih dibolehkan tidak menjalankan shalat Jumat hingga tiga kali di tengah
JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebutkan umat Muslim masih dibolehkan tidak menjalankan shalat Jumat hingga tiga kali di tengah pandemi virus Corona yang menyebabkan penyakit Covid-19. Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh, mengatakan, dalam kitab Asna al-Mathalib disebutkan bahwa orang yang terjangkit wabah lepra dan penyakit menular lainnya dicegah untuk pergi ke masjid dan shalat Jumat, juga bercampur dengan orang-orang (yang sehat).
Ia juga menjelaskan, dalam kitab al-Inshaf disebutkan, uzur yang dibolehkan meninggalkan shalat Jumat dan jamaah adalah orang yang sakit tanpa ada perbedaan di kalangan ulama. Uzur yang juga dibolehkan meninggalkan shalat Jumat dan jamaah adalah karena takut terkena penyakit. "Dua kondisi di atas menjadi uzur untuk tidak Jumatan. Orang yang sakit, khawatir akan sakitnya dan khawatir menularkan penyakit ke orang lain, serta orang yang khawatir tertular penyakit," kata Asrorun Niam, Jumat (3/4/2020).
Asrorun menerangkan, selama masih ada uzur, maka dia masih tetap boleh tidak Jumatan dan baginya tidak dosa. Kewajibannya adalah mengganti shalat Jumat dengan shalat Zuhur. Berikut petikan wawancara dengan Asrorun:
Bagaimana hukum tidak shalat Jumat selama masa pandemi Covid-19?
Mengingat ada hadis yang menyatakan kalau tidak shalat Jumat selama tiga kali berturut-turut dihukumi kafir, Majelis Ulama Indonesia sudah mengeluarkan fatwa bahwa seseorang yang berada di kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi, shalat Jumat bisa diganti dengan shalat Zuhur di rumah.
Bagaimana hukumnya jika tidak melaksanakan shalat Jumat tiga kali?
Menurut pandangan ulama fikih, uzur syar'i (sesuatu halangan sesuai kaidah syariat Islam yang menyebabkan seorang mukallaf boleh tidak melakukan kewajiban atau boleh menggantikan di kemudian hari) tidak shalat Jumat antara lain sakit. Ketika sakitnya lebih dari 3 kali Jumat, dia tidak shalat Jumat tiga kali berturut-turut pun tidak berdosa.
Uzur syar'i berikutnya adalah kekhawatiran terjadinya sakit. Nah, dalam kondisi ketika berkumpul dan berkerumun itu diduga kuat akan terkena wabah atau menularkan penyakit, maka ini menjadi uzur yang bisa tidak Jumatan (shalat Jumat). Ada beberapa uzur syar'i lain yang dibolehkan meninggalkan shalat Jumat, di antaranya hujan deras yang menghalangi menuju masjid, juga karena adanya kekhawatiran akan keselamatan diri, keluarga, atau hartanya.
Hingga kini, wabah Covid-19 masih belum bisa dikendalikan dan diatasi. Potensi penularan dan penyebarannya masih tinggi. Dengan demikian, uzur syar'i yang menyebabkan tidak dilaksanakannya perkumpulan untuk ibadah seperti shalat Jumat masih ada.
Lalu meninggalkan shalat Jumat 3 kali yang dikategorikan kafir, yang seperti apa?
Adalah yang meninggalkannya tanpa uzur, sebagaimana riwayat, "Siapa yang meninggalkan shalat Jumat sebanyak tiga kali berturut-turut tanpa uzur, maka Allah akan tutup hatinya." Atau dalam redaksi hadist yang lain, meninggalkan Jumat dengan menggampangkan atau meremehkannya, sebagaimana sabdanya: "Barang siapa yang meninggalkan shalat Jumat sebanyak tiga kali dengan meremehkannya, maka Allah tutup hatinya."
Hal senada juga disampaikan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti. Menurutnya, shalat Jumat bisa diganti dengan shalat Zuhur empat rakaat di rumah masing-masing di tengah pandemi virus Corona.
Bagaimana hukum shalat Jumat semasa pandemi Corona?
Shalat Jumat diganti dengan shalat Zuhur (empat rakaat) di rumah masing-masing. Hal ini didasarkan kepada keadaan masyaqqah dan didasarkan pada ketentuan dalam hadis berikut bahwa shalat Jumat adalah kewajiban pokok, dan mafhumnya shalat Zuhur adalah kewajiban pengganti (Ini juga adalah kaul jadid Imam asy-Syafi’i).
Dalam kaidah fikih dinyatakan apabila yang pokok tidak dapat dilaksanakan, maka beralih kepada pengganti (Syar? Man umat al-Qawaʻid al-Fiqhiyyah). Berdasarkan kaidah ini, karena shalat Jumat sebagai kewajiban pokok tidak dapat dilakukan, maka beralih kepada kewajiban pengganti yaitu shalat Zuhur empat rakaat yang dikerjakan di rumah masing-masing.
Peralihan kepada kewajiban pengganti ini (shalat Zuhur) dapat didasarkan kepada mafhum aula (argumentum a minore ad maius) dari hadist berikut. Mafhum aula menyatakan bahwa bila suatu hal (masyaqqah) yang lebih ringan dapat membenarkan tidak melakukan suatu yang wajib, maka hal yang lebih berat tentu lebih dapat lagi membenarkan tidak melakukan yang wajib itu. (tribun network/denis)