Tamiang Kewalahan Jaga Perbatasan

Selama pandemi Covid-19 atau Corona, arus kedatangan warga Aceh perantauan melalui Kabupaten Aceh Tamiang ternyata cukup tinggi.

Editor: bakri
SERAMBINEWS.COM/RAHMAD WIGUNA
Bupati Aceh Tamiang H Mursil 

Keterbatasan anggaran ini membuat Pemkab hanya bisa mengimbau warga yang terdata memiliki riwayat perjalanan dari luar negeri untuk melakukan isolasi mandiri. Diakuinya kebijakan ini kurang efektif karena rentan dilanggar.

Dia khawatir bila pola pengawasan ini tidak diubah akan menciptakan bom waktu. Menurut Bupati Aceh Tamiang ini, risiko satu kampung tertular Covid berpotensi besar terjadi karena tingkat kesadaran warga untuk memeriksakan kesehatannya sangat rendah. "Tidak semua warga memiliki pandangan serupa tentang kesehatan, yang kita khawatirkan hanya karena satu orang malas berobat, ternyata sudah positif Corona," cetusnya.

Skenario terbaik menurut Mursil, pengawasan ini dilakukan menggunakan rapid test. Selain itu, dia berharap Pemerintah Aceh bersedia mendirikan ruang isolasi khusus di Aceh Tamiang sebagai antisipasi terburuk virus Corona.

Pesan rapid test

Kepala Dinas Kesehatan, dr Hanif kepada Serambi kemarin mengatakan, Pemerintah Aceh saat ini sudah memesan alat rapid test sebanyak 30.000 unit untuk dipakai tes massal Covid-19 di Aceh. Namun, Hanif mengatakan, saat ini vendor belum mampu menyediakan barang karena permintaan terelalu banyak.

"Sudah kita pesan sebanyak 30 ribu unit. Itu untuk Aceh semuanya. Tapi saat ini belum ada barang, sudah kita pesan ke distributor, kita tunggu saja. Itu nanti untuk dipakai tes massal di Aceh," kata Hanif.

Saat ini, kata dia, Pemerintah Aceh hanya ada sekitar 2.400 rapid test dan sudah didistribusikan ke seluruh fasilitas kesehatan di Aceh, mulai Puskesmas, rumah sakit, fasilitas kesehatan lainnya. Tapi, unit yang sudah ada itu tidak digunakan untuk tes massal, hanya untuk screning setiap pasien yang datang dan dicurigai atau suspect corona.

"Hanya 2.400 kita ada (rapid test) dan sudah kita bagikan ke fasilitas kesehatan. Setiap rumah sakit dan fasilitas kesehatan jumlah yang didapat berbeda, ada yang 100, 80, 50, dan sebagainya. Itu bukan untuk massal, hanya untuk screning saja, jika menunjukkan positif tentu akan kita cek labarotorium atau swab kembali," katanya.

Hanif menjelaskan, pemeriksaan melalui rapid test cukup sederhana seperti alat cek glukosa dalam tubuh. Namun melalui rapid test, pengecekan yang dilakukan belum tentu akurat. "Ini hanya tes awal saja, tes akuratnya tetap dengan laboratorium atau swab, dan rapid test ini sekali pakai langsung dibuang," demikian Hanif.

Anggota DPRA, dr Purnama Setia Budi, menilai keberadaan tempat karantina di daerah perbatasan yang menjadi pintu masuk ke Aceh sangatlah penting. Terutama di Aceh Tamiang yang menjadi pintu masuk jalur darat dan laut.

“Sangat penting ada tempat karantina yang khusus menampung para pendatang dari wilayah zona merah atau terinfeksi Covid-19,” kata politisi PKS yang juga dokter ini kepada Serambi, Senin (6/4/2020).

Kondisi Aceh hari ini, lanjut Purnama, memang jumlah kasus PDP (pasien dalam pengawasan) terjadi penurunan. Tetapi jumlah ODP (orang dalam pemantauan) terus mengalami kenaikan. “Ini artinya banyak kasus pendatang dari luar Aceh,” imbuhnya.

Karena itu, keberadaan tempat karantina bagi mereka yang baru tiba di Aceh sudah sangat mendesak, dan untuk itu Pemerintah Aceh harus menyiapkan rapid test massal kepada para ODP. “Kita tidak bisa hanya menunggu, harus menjemput bola untuk mendapatkan rapid test tersebut,” tambahnya.

Persoalan pengawasan di pintu masuk daerah perbatasan ini ia harapkan bisa menjadi perhatian serius Pemerintah Aceh, karena meski masyarakatnya telah disiplin menerapkan social distancing dan physical distancing, tetapi jika orang yang masuk tidak diawasi, dikhawatirkan nantinya Aceh akan kecolongan.

Pemprov Harus Turun Tangan

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved