Walhi Sorot Izin Penambangan Giok, Material Pembangunan Masjid Diduga Hanya Modus

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh mempertanyakan izin lokasi pengambilan material batu giok yang dilakukan oleh pabrik

Editor: bakri
Serambi Indonesia
Persedian Batu Giok Nagan Raya Melimpah 

BANDA ACEH - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh mempertanyakan izin lokasi pengambilan material batu giok yang dilakukan oleh pabrik pengolahan batu giok di Kawasan Blang Sapek, Kecamatan Suka Makmue, Nagan Raya. Bahkan Walhi menduga, pengambilan batu giok untuk pembangunan masjid hanya sebagai modus supaya bebas melakukan penambangan.

Terkait sorotan Walhi itu, Kepala Dinas ESDM Aceh, Mahdi Nur menyatakan, Izin Usaha Pertambangan (IUP) CV Sumber Mandiri Batu Alam Jaya sudah memenuhi prosedur yang benar dan sesui dengan aturan dan undang-undang (UU) yang berlaku dalam penerbitan IUP Minerba. Antara lain surat edaran (SE) Gubernur Nomor 120/10855/2016 dan Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2018, maupun Permen terbaru.

“Pemerintah provinsi dan Kabupaten Nagan Raya harus memastikan secara serius lokasi pengambilan batu giok tersebut,” kata aktivis Walhi Aceh, Muhammad Nur dalam siaran pers yang disampaikannya kepada Serambi, Minggu (12/4/2020). Ia menjelaskan, pembangunan pabrik material  batu giok untuk material lantai masjid membutuhkan material campuran lain dengan jumlah besar dan bagaimana pola pengambilan material campuran batu giok tersebut. Sehingga, lanjut M Nur, modus pembangunan masjid patut diwaspadai hingga tidak muncul pabrik pembuatan marmar/keramik ilegal yang dibungkus rumah ibadah.

Menurut dia, pabrik pengolahan batu giok untuk pemenuhan material lantai masjid dan perkantoran menunjukkan akan diproduksi dalam jumlah besar. Walhi Aceh menduga, pembangunan masjid menjadi alasan dalam mengambil material tanpa izin. “Padahal, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Pasal 3 ayat 1 menyatakan, setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadapa lingkungan hidup wajib memiliki amdal. Jadi kekhawatiran dampak lingkungan hidup mesti diwaspadai sejak dini. Karena ketika batu giok di kawasan pegunungan yang diambil dapat menyebabkan longsor seketika di musim hujan,” pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas ESDM Aceh, Mahdi Nur menjelaskan, Izin Usaha Pertambangan (IUP) CV Sumber Mandiri Batu Alam Jaya sudah memenuhi prosedur dan sesuai dengan aturan serta UU yang berlaku dalam penerbitan izin IUP Minerba. Di antaranya,SE Gubernur Nomor 120/10855/2016, dan Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2018, serta Permen terbaru, di mana dijelaskan setiap izin usaha pertambangan yang beroperasi produksi, berhak dan wajib memenuhi kewajiban sesuai dengan UU yang berlaku, antara lain lebih dulu melakukan studi kelayakan.

“Proses perizinannya dimulai dari izin kepala desa, camat, dinas teknis, baik Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, kajian lingkungan dari tim lingkungan hidup daerah setempat, baru terakhir izin bupati setempat. Izin operasinya diberikan dua tahun mulai 13 Desember 2019-13 Desember 2021, dengan Nomor: 540/DPMTSP/4841/IUP-OP/2019,” beber Mahdi Nur.

Dari hasil pemeriksaan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Aceh, sebut Kadis ESDM, persyaratan untuk bisa diterbitkan IUP kepada CV Sumber Mandiri Batu Alam Jaya sebagai pengolah batu giok dan marmar di Gampong Pante Ara, Kecamatan Beutong, Nagan Raya, sudah lengkap dan memenuhi persyaratan. “Pamflet penerbitan izinnya juga sudah dipasang di lokasi pertambangan di Nagan Raya. Kalau ada pihak yang mempertanyakan keraguan izin terhadap IUP pabrik pengolahan batu giok dan marmar di Nagan Raya itu, silakan datang ke Dinas Penanaman Modan dan Perlayanan Terpadu Satu Pintu di kantor Gubernur,” tukasnya.

Pemerintah Aceh, urai Mahdi Nur, sebelum menerbitkan izin lebih dulu menurunkan tim Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutananbersama Dinas ESDM serta tim terkait lainnya, untuk melakukan verifikasi administrasi dan melihat kondisi lapangan serta lingkungan hidupnya, apakah semua dokumen yang dibuat di Pemkab Nagan Raya sudah mengacu pada aturan yang berlaku atau belum. “Kalau belum sesuai prosedur hukum, Gubernur tidak akan menandatangani izin tersebut melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu,” ucapnya.

Ia menegaskan, IUP  pengambilan batu gunung jenis giok dan marmar itu hanya diberikan untuk areal 1 hektare. “ Tidak lebih dan hasilnya bukan hanya diperuntukkan bagi pembangunan masjid, pengusahanya bebas memasarkan batu marmar gioknya ke mana saja,” tandas dia.(her)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved