Corona Serang Dunia

Fujifilm Ujicoba Obat Anti Virus Corona di AS, Italia dan Jepang

Perusahaan Jepang, Fujifilm Toyama Chemical mulai ujicoba obat anti virus yang sebelum digunakan untuk menangani wabah flu, termasuk Ebola di Afrika.

Editor: M Nur Pakar
AFP/Kazuhiro NOGI
Obat flu bernama Avigan yang diproduksi oleh perusahaan Fujifilm diperlihatkan di Tokyo, Jepang pada 22 Oktober 2014 dan saat ini mulai diujicoba untuk mengobati pasien COVID-19. 

SERAMBINEWS.COM, TOKYO - Perusahaan Jepang, Fujifilm Toyama Chemical mulai ujicoba obat anti-virus yang sebelum digunakan untuk menangani wabah flu, termasuk Ebola di Afrika.

Obat yang diberinam Avigan sedang diujicoba sebagai pengobatan potensial virus Corona, Covid-19

Avigan diambil dari nama merek obat Favipiravir yan dikembangkan oleh Fujifilm Toyama Chemical dan disetujui untuk digunakan di Jepang pada tahun 2014.

Di Jepang hanya disetujui digunakan dalam wabah flu yang tidak ditangani secara efektif oleh obat-obatan yang ada

Bahkan, tidak tersedia di pasar dan hanya dapat diproduksi serta didistribusikan atas permintaan pemerintah Jepang.

Favipiravir bekerja untuk menghalangi kemampuan virus untuk bereplikasi (menggandakan) dalam sel tubuh.

Ada beberapa masalah keamanan, seperti penelitian pada hewan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin.

Berarti tidak diberikan kepada wanita hamil, dan beberapa dokter mengatakan tidak akan merekomendasikan untuk anak-anak atau remaja.

Ilmuwan Australia Temukan Obat Corona, Ivermectin Bisa Hentikan Pertumbuhan Virus dalam 48 Jam

Tetapi, sejumlah dokter mulai mencoba favipiravir untuk merawat pasien virus Corona gejala awal, dengan alasan sifat anti-virusnya dapat diterapkan.

Beberapa hasil awal menunjukkan obat itu dapat membantu mempersingkat waktu pemulihan pasien.

Kementerian Sains dan Teknologi Cina langsung menyebutnya sebagai hasil klinis yang sangat baik.

Saat ini ada sekitar lima uji klinis yang sedang berlangsung di AS, Italia dan Jepang, di mana Fujifilm mengumumkan akan menguji kemanjuran obat pada 100 pasien hingga akhir Juni 2020.

Studi di Jepang akan melibatkan pemberian obat hingga 14 hari untuk pasien antara 20 sampai 74 orang dengan gejala pneumonia ringan.

Gaetan Burgio, seorang ahli genetika di Sekolah Tinggi Kesehatan dan Kedokteran Universitas Nasional Australia, mengatakan uji coba untuk melihat berbagai indikator.

Termasuk hasil klinis, efek pada demam, batuk, oksigenasi, waktu pemulihan dan waktu yang dihabiskan di rumah sakit.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved