Luar Negeri
India Sebut Muslim ‘Rayap’, AS Serukan Hukuman
Menteri Dalam Negeri India, Amit Shah telah menyebut sebagian besar migran Muslim sebagai "rayap.”
SERAMBINEWS.COM, WASHINGTON – Menteri Dalam Negeri India, Amit Shah telah menyebut sebagian besar migran Muslim sebagai "rayap.”
Amerika Serikat langsung menyerukan tindakan hukuman, termasuk larangan visa, pada pejabat India yang bertanggung jawab.
Termasuk yang memberikan dana kepada kelompok masyarakat sipil yang menyebar pidato kebencian.
Tony Perkins, Komisi AS tentang Kebebasan Beragama Internasional, Rabu (29/4/2020) mengatakan pemerintah nasionalis Hindu Narendra Modi, yang memenangkan pemilihan meyakinkan tahun lalu, membiarkan kekerasan terhadap minoritas.
Bahkan, katanya, rumah ibadah umat Muslim tanpa perlindungan, dan mentolerir ucapan kebencian dan hasutan untuk melakukan kekerasan terhadap minoritas.
Salah satunya, menyoroti pencabutan otonomi Kashmir, yang merupakan satu-satunya negara bagian mayoritas Muslim di India.
Polisi India juga dituduh menutup mata terhadap gerombolan yang menyerang lingkungan Muslim pada Februari 2020 ini.
• 200 Jamaah Tabligh India Siap Sumbangkan Plasma Darah
• Kapten Kriket India Beri Motivasi Siswa, ‘Melonglong’ Panjang Sebelum Diakui Dunia
• Polisi India Masukkan Warga Bandel dalam Ambulans Berisi Pasien Corona karena tak Patuhi Lockdown
Tony Perkins, Ketua Komisi itu, menyebut undang-undang itu sebagai titik kritis dan menyuarakan keprihatinan tentang negara bagian Assam di timurlaut, di mana 1,9 juta orang gagal menghasilkan dokumentasi untuk membuktikan mereka adalah warga negara India sebelum tahun 1971.
Saat itu, sebagian besar Muslim migran mengalir masuk selama perang kemerdekaan berdarah di Bangladesh.
"Niat para pemimpin nasional adalah mewujudkan ini di seluruh negeri," kata Perkins dalam konferensi pers secara online.
"Anda berpotensi memiliki 100 juta orang, sebagian besar Muslim, meninggalkan kewarganegaraan karena agama mereka, itu jelas merupakan masalah internasional," kata Perkins, seorang aktivis Kristen yang dikenal penentangannya terhadap hak-hak gay dan dekat dengan Presiden Donald Trump, serta berasal dari Partai Republik.
Tiga dari sembilan komisioner tidak setuju, termasuk konservatif Kristen terkemuka lainnya, Gary Bauer, yang menyuarakan kekhawatiran tentang arah India tetapi mengatakan sekutu itu tidak dapat disamakan dengan non-demokrasi seperti Cina.
"Saya sangat prihatin bahwa pengaduan publik ini berisiko dengan hasil yang berlawanan dari yang kita semua inginkan," kata Bauer.(*)
