Banjir Bandang di Aceh Tengah, Walhi: Menangani Bencana tidak Cukup Hanya dengan Bagi-bagi Mi Instan
Jika sekarang bencana wilayah tengah, bukan tidak mungkin ke depan seluruh Aceh akan mengalami hal yang sama
Banjir Bandang di Aceh Tengah, Walhi: Menangani Bencana tidak Cukup Hanya dengan Bagi-bagi Mi Instan
Laporan Yocerizal | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Banjir bandang kembali terjadi di Aceh. Kali ini menimpa Kampung Paya Tumpi Baru dan Paya Tumpi Induk.
Banjir air bah tersebut terjadi Rabu (13/5/2020) sekitar pukul 15.30 WIB. Puluhan rumah rusak. Warga juga terpaksa diungsikan. Beruntung tak ada korban jiwa.
Bencana tersebut menurut Walhi Aceh, akan terus berulang bila tidak ada perbaikan dalam pengelolaan dan pelestarian hutan dan lahan.
Untuk itu butuh komitmen kuat dari pemerintah, baik provinsi dan kabupaten/kota dengan menjadikan isu pelestarian hutan dan lahan sebagai agenda utama.
Sayangnya, Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Muhammad Nur menilai pemerintah belum berfikir serius. Perambahan hutan masih marak terjadi.
"Belum lagi berbagai proyek pembangunan yang sering kali mengubah fungsi hutan tanpa memperhatikan musim hujan dengan curah hujan yang tinggi," katanya dalam rilis yang diterima Serambinews.com, Kamis (14/5/2020).
• BPBD Aceh Tengah: Banjir Bandang Terjang Tiga Lokasi, 57 Rumah Rusak, Lima Warga Luka
• VIDEO - Banjir Bandang Terjang Kota Takengon Aceh Tengah, Puluhan Rumah Terendam
• Banjir Bandang Terjang Peusangan Bireuen, Ini Sejumlah Gampong Terdampak
Pemerintah ia katakan, baru sibuk ketika banjir telah terjadi, tanpa pernah memikirkan bagaimana agar bencana tersebut jangan terulang lagi. Itu pun dengan membagi-bagikan bahan pokok seperti mi instan, telur, dan beras.
"Pemerintah tidak mau ambil pusing mengurus alam ini, hanya bagi-bagi mi instan, telur dan beras saja, tak mau mikir lebih. Agenda penting mitigasi bencana tak pernah diurus," tambah M Nur.
Sebagai contoh wilayah tengah Aceh. M Nur menjelaskan, dari berbagai kajian yang dikeluarkan oleh berbagai organisasi dan badan publik, dinyatakan sebagai wilayah rawan longsor dan banjir bandang.
Akan tetapi dalam praktek lapangan, yang sering terjadi justru membuka ruas jalan baru dan lahan baru yang tak lain akan mempercepat terjadinya bencana.
"Sayang sekali, kita semua tidak pernah mau belajar dari berbagai bentuk bencana yang melanda kabupaten kota," timpal M Nur.
Karena itu, Walhi Aceh memprediksi bencana alam di Aceh tidak akan berakhir jika pengelolaan dan pelestarian hutan dan lahan tidak ada perbaikan.
• Awas, Inilah 5 Kondisi yang Sebabkan Bau Mulut Selama Jalani Puasa Ramadhan
• Menteri Agama Minta Umat Islam Shalat Idul Fitri di Rumah, Untuk Hindari Penularan Virus Corona
• Di Tengah Wabah Corona, Sebanyak 943 Pasangan di Pidie Menikah
"Begitu juga komitmen pemerintah untuk mempertahankan hutan dan lahan, harus menjadi agenda utama," timpalnya.
Apalagi UU Minerba versi baru yang disahkan DPR-RI, yang membuka secara serampangan kegiatan sektor sumberdaya, tentu akan hutan mengalami kerusakan lebih dashyat dimasa mendatang.
"Jika sekarang bencana wilayah tengah, bukan tidak mungkin ke depan seluruh Aceh akan mengalami hal yang sama," pungkas Direktur Eksekutif Walhi Aceh ini.(*)