KPK Minta Aceh Tutup Celah Korupsi, Terkait Penggunaan Anggaran Covid-19
Dalam rapat koordinasi pemantauan penyaluran dana penanganan bencana (Covid-19) antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
JAKARTA - Dalam rapat koordinasi pemantauan penyaluran dana penanganan bencana (Covid-19) antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan seluruh pemkab/pemko se-Aceh, KPK memberikan beberapa rekomendasi guna menutup celah potensi korupsi anggaran realokasi/refocusing, mengingat besarnya jumlah anggaran tersebut, yakni mencapai Rp 2,49 triliun di seluruh Aceh.
Yang pertama, KPK mengingatkan agar mekanisme realokasi/refocusing harus akuntabel, sesuai prosedur dan setiap proses perubahannya dilaporkan. KPK juga merekomendasikan agar setiap proses tersebut selalu melibatkan Inspektorat dan BPKP perwakilan, sehingga pada saat post audit tidak bermasalah.
Kedua, KPK mengingatkan terkait ketepatan penggunaan anggaran. Bahwa penggunaannya harus rasional dan sesuai kebutuhan. Hal ini untuk menghindari jumlah ketersediaan yang berlebihan.
“Dan yang ketiga, jangan gunakan anggaran untuk kepentingan pilkada atau politik lainnya,” tegas Kepala Satgas Koordinasi Pencegahan Wilayah III KPK Aida Ratna Zulaiha dalam rapat koordinasi yang dilakukan secara daring dengan video telekonferensi zoom webinar, Jumat (15/5/2020), sebagaimana disampaikan dalam siaran pers KPK yang dikirim ke redaksi Serambi, Jumat malam.
Selain itu, KPK juga mengimbau pemda agar memperhatikan pendataan penerimaan bantuan, dengan menggunakan DTKS sebagai rujukan serta melakukan verifikasi dan validasi perluasannya agar penyaluran bantuan tepat sasaran.
“Kami meminta Pemda untuk menggunakan data DTKS karena 80% sudah padan dengan NIK. Perluasan DTKS yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah itu dipersilakan yang penting ada kriteria yang ditetapkan, by name by address dan berdasarkan NIK,” ujar Aida.
Dia juga meminta agar data DTKS dan non-DTKS tetap dipelihara, sehingga ke depan menjadi satu data. Selanjutnya, tambah Aida, terkait pendataan harus melibatkan unsur terkecil masyarakat yaitu di tingkat RT/RW serta Dukcapil untuk dipadankan dengan NIK.
Pemantauan penggunaan bantuan dari sumber anggaran lainnya juga menjadi perhatian KPK mengingat terdapat pihak lain yang juga memberikan bantuan, seperti Kemensos, Kemendes (Dana Desa), Kemenaker, KemenkopUKM, pemerintah provinsi, sumbangan masyarakat, dan lainnya.
Secara kumulatif realokasi anggaran seluruh pemda di Aceh untuk penanganan Covid-19 berjumlah total Rp 2,49 triliun, terdiri atas Rp 322 miliar atau 12,9% untuk belanja penanganan dampak ekonomi, sebesar Rp 655 miliar atau 26,3% untuk belanja penanganan kesehatan. Dan, yang terbesar Rp 1,5 triliun atau 60,7% untuk jaring pengaman sosial.
Sedangkan Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Aceh, Indra Khaira Jaya menyampaikan hasil pendampingan dan pengawasan yang telah dilaksanakan terkait refocusing dan realokasi anggaran, pengadaan barang dan jasa (PBJ), serta penyelenggaraan bansos.
Dia menyebutkan, masih ada sejumlah persoalan yang ditemukan, di antaranya mekanisme refocusing kegiatan dan realokasi anggaran belum sesuai ketentuan, lambatnya realisasi PBJ dikarenakan belum lengkapnya dokumen pertanggungjawaban; hingga standar operasi baku (SOP) penanganan bantuan pokok dan pangan (bansos) belum dibuat, mulai dari pendataan, distribusi, sampai penatausahaan keuangan;
“BPKP selalu terbuka karena kami juga memiliki tim teknis untuk membantu dan mari mencegah agar tidak menjadi masalah di kemudian hari. Terkait data, hasil cleansing data terdapat tumpang tindih data hampir di 23 kabupaten/kota se-Provinsi Aceh,” katanya.(sak)