Berita Aceh Barat

Puluhan Nelayan di Aceh Barat Pilih Tambat Boatnya di TPI dan Tidak Melaut, Ternyata Ini Penyebabnya

Selain membuat banyak industri kolaps, dampak virus yang bermula dari Kota Wuhan, Cina tersebut juga menggerus pendapatan nelayan Aceh Barat.

Penulis: Sadul Bahri | Editor: Saifullah
Serambinews.com
Puluhan boat nelayan ditambatkan di kawasan TPI Panggong, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat, Sabtu (16/5/2020). 

Laporan Sa’dul Bahri | Aceh Barat

SERAMBINEWS.COM, MEULABOH - Pandemi virus corona atau Corona Virus Disease (Covid-19), sudah banyak mematikan sendi-sendi perekonomian warga dunia, tidak terkecuali di Aceh Barat.

Selain membuat banyak industri kolaps dan shutdown, dampak virus yang bermula dari Kota Wuhan, Cina tersebut juga menggerus pendapatan nelayan Aceh Barat.

Pasalnya, dampak pandemi Covid-19 itu mengakibatkan permintaan ikan untuk ekspor menyusut, sehingga tangkapan nelayan pun tidak tertampung lagi, bahkan kadang terpaksa terbuang.

Eksesnya, puluhan nelayan di kawasan Meulaboh, Aceh Barat pun dilaporkan memilih tidak melaut dan menambatkan boat mereka di tempat pendaratan ikan (TPI).

Hal ini lantaran minimnya permintaan dari penampung ikan kualitas ekspor seperti dari Sibolga dan Medan, Sumatera Utara (Sumut) yang akibat dampak dari pandemi Corona Virus Disease (Covid-19).

Pencari Kerang Tenggelam di Sungai Padang Seurahet Meulaboh

Kapolda Aceh Naik Motor dari Rumah Dinas ke Seulimuem untuk Mengikuti Baksos, Ini Lokasinya

Diguyur Hujan Deras, Lhoong Aceh Besar Dilanda Banjir dan Tanah Longsor

Ketua Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Aceh Barat, Erwin Mahdi yang juga seorang pengusaha hasil perikanan dan kelautan kepada Serambinews.com, Sabtu (16/5/2020), mengatakan, minimnya permintaan ikan kualitas ekspor berimbas kepada pendapatan yang diterima para nelayan.

Ia menjelaskan, keluhan besar yang dihadapi nelayan saat ini adalah saat modal yang di keluarkan tidak sesuai lagi dengan pendapatan atau hasil tangkapan.

“Artinya, modal yang dikeluarkan seperti untuk boat ukuran 10 GT sebesar Rp 15 juta setiap berangkat melaut, sudah termasuk BBM dan kebutuhan lainnya, namun uang yang kembali hanya Rp 4 juta. Praktis, nelayan merugi sehingga mereka akhirnya memilih tidak melaut,” ujarnya.

Menurut Erwin, sejak wabah virus corona melanda dunia dan menjadi pandemi hingga saat ini, permintaan ikan untuk ekspor dari penampung di Sibolga maupun Medan sangat minim.

“Sehingga hasil tangkapan yang banyak ini tidak sesuai lagi dengan permintaan. Kami sebagai toke bangku selalu nombok,” ucap dia.

Satu OTG Positif Corona Asal Bener Meriah Diisolasi di RSUD Munyang Kute

Pemain PSMS Asal Aceh Ikhwani Punya Menu Favorit untuk Buka Puasa, Mie Caluk dan Kelapa Muda

MA Batalkan Badan Hukum YDBU Langsa Tandingan yang Diketuai Faisal Hasan

Disebutkan, kondisi yang sedang dialami oleh nelayan saat ini perlu adanya perhatian serius dari pemerintah. Para nelayan menunggu bagaimana solusi yang bisa diberikan pemerintah kepada mereka sehingga tidak semakin terhimpit ekonominya.

“Selama ini, kami yang menampung semua pembiayaan kebutuhan nelayan khususnya kebutuhan belanja melaut, kini sudah kewalahan. Hal itu akibat daya beli sudah kurang, termasuk harganya yang tidak sesuai lagi,” keluhnya.

Ia membeberkan, bahwa selama ini banyak ikan hasil tangkapan yang terpaksa dibuang akibat tidak ada yang beli. Padahal, sebutnya, untuk boat ukuran 10 GT ke atas itu harus memiliki modal besar antara Rp 15 juta hingga Rp 20 juta setiap kali melaut lantaran mereka berminggu-minggu di laut.

“Sedangkan hasil yang diperoleh tidak sepadan, sehingga nelayan banyak merugi. Sebelum terjadinya Covid-19 ini, kesejahteraan nelayan cukup dengan hasil tangkapan memiliki harga jual yang tinggi serta banyaknya permintaan,” tukas Erwin.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved