Hanya 10 SMA di Aceh Mampu Bersaing Secara Nasional

Satu pernyataan tentang masih rendahnya kualitas pendidikan di Aceh, datang dari Rektor Universitas Syiah Kuala (Unsyiah)

Editor: hasyim
Rektor Universitas Syiah Kuala, Prof Dr Samsul Rizal MEng (tengah) bersama Rektor Universitas Samudera Langsa, Dr Bachtiar Akop MPd (kanan) berbincang dengan Pemimpin Umum Harian Serambi Indonesia, H Sjamsul Kahar dan jajaran redaksi dalam kunjungan silaturahmi di Kantor Harian Serambi Indonesia, Meunasah Manyang, Lambaro, Aceh Besar, Rabu (18/10/2017). SERAMBI/M ANSHAR 

JAKARTA - Satu pernyataan tentang masih rendahnya kualitas pendidikan di Aceh, datang dari Rektor Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Prof Dr Samsul Rizal Meng. Ia menyebutkan, hanya 10 SMA di Aceh yang bisa bersaing secara nasional. Sekolah-sekolah tersebut, kata Prof Samsul, mayoritas berada di Banda Aceh.

Rektor Unsyiah yang juga gemar menulis sastra itu, menyampaikan hal tersebut dalam "Dialog Tanah Rencong untuk Pendidikan Aceh," yang dilaksanakan Forum Masyarakat Aceh se-Pulau Jawa (Formaja) secara virtual, Sabtu (16/5/2020), pukul 10.00-14.00 WIB. Ia juga menyatakan ranking kualitas pendidikan di Aceh masih cukup jauh tertinggal, berada di urutan 25. “Ini yang saya ketahui," ujar Prof Samsul mengenai masih rendahnya kualitas pendidikan Aceh.

Salah satu faktor penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Aceh, sebutnya, bersumber dari guru atau tenaga pengajar. Rektor mengakui, Unsyiah salah satu yang ikut andil menyumbang tenaga guru di Aceh yakni 25 persen dari seluruh guru. Menurutnya, harus dilakukan perbaikan peningkatan kualitas pendidikan secara bersama-sama antara pemerintah, perguruan tinggi, dan berbagai stakeholder lainnya.

Menyinggung soal "zaman baru" setelah pandemi Covid-19 berakhir, Prof Samsul mengakui akan banyak terjadi perubahan, termasuk pola belajar dan mengajar di perguruan tinggi seperti Unsyiah. Salah satunya, lanjut Rektor, adalah sebanyak 40 satuan kredit semester (SKS) mahasiswa akan belajar di luar kampus dan 20 SKS di dalam kampus. "Artinya, mahasiswa akan banyak melakukan proses belajar secara mandiri. Terus terang, keadaan ini masih belum terbiasa," katanya.

Untuk mendukung proses belajar mandiri, sambung Rektor, diperlukan jaringan internet yang memadai, yang sampai saat ini masing sangat kurang. "Banyak daerah dan area yang belum terjangkau internet," imbuh Prof Samsul. Untuk itu, tambah Rektor, pihaknya sudah menyurati sejumlah pihak terkait, agar menyediakan prasarana dan sarana belajar mandiri ini dalam bentuk jaringan komunikasi yang memadai.

Prof Samsul juga menyampaikan, akibat pandemi Covid-19, Unsyiah melakukan banyak disrupsi dengan berbagai inovasi penting seperti memproduksi hand sanitizier dan ventilator, yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Perubahan ini akan terus berlangsung di masa mendatang setelah pandemi Covid-19 berakhir.

Pembicara lain dalam dialog yang dipandu oleh praktisi pendidikan dari Bandung, Zoelkifli M Adam, adalah Menteri Agraria dan Tata Ruang, Dr Sofyan A Djalil, Tokoh Aceh, Azwar Abubakar, dan Rektor Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh, Prof Dr Jasman J Ma'ruf.

Selain itu, anggota DPR RI asal Aceh, M Nasir Djamil dan Illiza Sa'duddin Djamal, Kadis Pendidikan Aceh, Drs H Rahmat Fitri HD MPA, Prof Dr H Bachtiar Hasan dari UPI Bandung, Drs HT Zilmahram MM (psikolog), Prof Dr Eng Ir HT Abdullah Sanny dari ITB Bandung, dan Ketua Taman Iskandar Muda Jakarta, Dr H Surya Darma MBA. (fik)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved