Dr Monalisa, Hutan Rawat Gambut di Aceh Masih Dianggap Marjinal
Aceh memiliki hutan rawa gambut sangat luas mencapai 179 ribu hektar. Tersebar di Kabupaten Aceh Singkil seluas 100.000 hektar, Aceh Selatan...
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Jalimin
Laporan Fikar W Eda | Jakarta
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Aceh memiliki hutan rawa gambut sangat luas mencapai 179 ribu hektare. Tersebar di Kabupaten Aceh Singkil seluas 100.000 hektare, Aceh Selatan (Kluet) seluas 18.000 hektare, dan Tripa (Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat Daya) seluas 61,803 hektare.
Kawasan hutan rawa gambut yang berada di Kabupaten Aceh Singkil dan Aceh Selatan telah ditetapkan menjadi kawasan lindung Suaka Margasatwa Rawa Singkil sehingga secara legal harus dilindungi.
"Tapi generasi muda Aceh belum sepenuhnya memahami tentang tata cara pengelolaan ekosistem gambut. Lahan gambut masih dianggap sebagai lahan yang tidak produktif," ujar Dr Monalisa SP MSi, Selasa (19/5/2020).
Dr Monalisa adalah Ketua Dewan Pakar Jaringan Masyarakat Gambut Sumatera (JMG – Sumatera) dan Pembina Jaringan Masyarakat Gambut Aceh (JMGA), serta Anggota Forum Danau Nusantara (FORMADAN).
"Potensi lahan gambut di Aceh belum dikelola dengan baik. Masih banyak lahan tidur, umumnya ditanami sawit. Masyarakat umum dan khususnya generasi muda di Aceh belum banyak yang memahami mengelola potensi lahan gambut," ujar dosen Fakultas Pertanian Unsyiah yang lahir di Banda Aceh 1 Februari 1977 ini.
Hasil observasinya, generasi yang berada di area hutan gambut, sebagian besar belum memahami fungsi dan manfaat gambut dan masih melihat lahan gambut sebagai lahan yang sulit untuk dikelola.
"Pemahaman ini terbentuk dari pengalaman orangtua mereka," ujar Dr Mona yang saat ini menjabat Kepala Divisi Riset dan Pengembangan Pusat Riset Perubahan Iklim Aceh (PRPIA) UNSYIAH.
Menurutnya hanya sebahagian yang baru menyadari potensi besar lahan gambut dan karenanya harus dilindungi. Ia menyebut, di Aceh Jaya pada umumnya generasi muda telah memahami pentingnya pelestarian gambut dan khususnya pemuda yang tergabung dalam organisasi pencinta alam dan lingkungan namanya CUPLET.
"Peran aktif pemuda di Aceh Jaya adalah membantu tim babinsa dan BPBA untuk memadamkan api saat karhutla," ujarnya.
Sementara di Aceh Barat, umumnya generasi muda belum begitu memahami tentang pengelolaan ekosistem gambut , baik yang mahasiswa maupun pemuda di gampong.
"Tapi mahasiswa Aceh Barat lainnya setelah bergabung dengan JMGA mereka jadi paham bahwa pengelolaan gambut itu penting dan mulai aktif untuk belajar serta mensosialisasikan tentang perlindungan gambut," ujarnya.
Disebutkan, pemuda di Nagan Raya khususnya yang berada di kawasan Rawa Tripa dantelah mengikuti berbagai kegiatan terkait pelestarian gambut telah memiliki kesadaran untuk melindungi gambut.
"Mereka adalah dari kelompok pemuda gampong, mahasiswa dan aktivis. Sebagian dari mereka telah menjadi pengurus di JMGA," kata Dr Mona.
Begitu juga pemuda Gampong di wilayah gambut ABDYA telah mulai paham akan pentingnya pengelolaan ekosistem gambut, khususnya yang terlibat sebagai anggota TKPPEG dan JMGA dan mereka juga merasakan adanya manfaat dari kegiatan pembangunan sekat kanal di wilayahnya.
Di Singkil, lanjut Dr Mona, pemuda setempat belum menyadari pentingnya menjaga lahan gambut serta manfaat pengelolaan lahan gambut secara lebih baik, namun mereka ikut berpartisipasi dalam kegiatan – kegiatan yang terkait dengan pengelolaan ekosistem gambut salah satunya ialah menjadi guide di lapangan.
"Secara umum generasi muda di Aceh Selatan belum sepenuhnya memahami tentang ekosistem gambut, mereka hanya paham tentang fenomena karhutla di lahan gambut, namun belum pada aspek tata kelola yang lebih baik," ujarnya.
Untuk memberi pemahaman pentingnya mengelola ekosistem lahan gambut, Dr Mona menyarankan mengundang berbagai kalangan aktivis muda Aceh dalam presentasi dan seminar terkait pengelolaan ekosistem gambut dan kondisi masyarakat gambut.
"Melibatkan mahasiswa dalam berbagai kegiatan dan program dalam restorasi gambut dan pemberdayaan masyarakat. Melibatkan pemuda dalam dalam Jaringan Masyarakat Gambut Aceh (JMGA)," sebutnya.
Ia juga menekankan perlunya gerakan masif dan berkelanjutan pada generasi muda Aceh agar dapat berperan nyata di lapangan untuk memperbaiki kondisi gambut di Aceh agar lebih baik. Khususnya untuk lahan – lahan gambut yang telah mengalami kerusakan. Pemuda adalah motor penggerak perubahan," tukas Dr mona, yang menyelesaikan S2 Penyuluhan Pembangunan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan S3 Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) di Universitas Sumatera Utara (USU).(*)
• 6 Amalan Sunah Sebelum Shalat Idul Fitri, Makan hingga Berpakaian Terbaik
• Mustiar Ar, Penyair Meulaboh, Pena di Tangan Penyair akan Liar, Pena di Tangan Pejabat Diam
• Langgar PSBB dan Ceramahnya Dinilai Provokatif, Habib Bahar Ditempatkan di Sel Berisiko Tinggi