Update Corona di Banda Aceh
Ini Kata Lima Musisi Aceh dalam Webinar BPNB
Kepala BPNB Irini Dewi Wanti dalam pengantarnya, mengatakan BPNB hanya fasilitator di tengah situasi global pandemi Covid-19.
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Mursal Ismail
Kepala BPNB Irini Dewi Wanti dalam pengantarnya, mengatakan BPNB hanya fasilitator di tengah situasi global pandemi Covid-19.
Laporan Fikar W Eda | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Lima seniman musik Aceh berbicara dalam web seminar (Webinar) Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Aceh Sumut, Selasa (26/5/2020).
Dipandu sastrawan top Aceh, Azhari Ayub, para pembicara dalam seminar online ini terdiri atas Moritza Thaher, pendiri sekolah musik Moritza, Nazar Shah Alam vokalis Apache13, Cut Aja Rizka, vokalis Nyawoung.
Kemudian Made, pimpinan kelompok Made In Made, dan Erlinda Sofyan, komponis, penyanyi dan dosen ISBI Aceh.
Kepala BPNB Irini Dewi Wanti dalam pengantarnya, mengatakan BPNB hanya fasilitator di tengah situasi global pandemi Covid-19.
"Seniman adalah pihak yang terdampak langsung dari pandemi ini dan karenanya harus menyiasati keadaan, sehingga bisa tetap berkreativitas.
Setelah pandemi, ke depannya, keadaan mengalami banyak perubahan, semuanya akan serba virtual, nah inilah yang akan dijawab para narasumber," ujar Irini.
• Marah Ladangnya Diinjak-injak, Warga Bunuh 10 Ekor Gajah, Dagingnya Dibagikan ke Masyarakat
• Meski Pun tak Ada Ada Open House, Ratusan Warga Pijay Tetap Berhari Raya ke Rumah Bupati dan Wabup
• Bintang Toedjoe Luncurkan Bejo Sujamer, Produk Khusus untuk Garda Terdepan
Momo, panggilan Moritza Taher, mengatakan bahwa teknologi di bidang musik dan audio tidak bisa ditawar-tawar lagi.
"Apa pun itu mau tidak mau kita harus belajar cepat mengenai teknologi ini," ujarnya.
Setelah itu, baru kemudian soal isi, dan itu terkait kreativitas penciptaan seorang seniman.
Soal ini juga disinggung Nazar Shah Alam dan Erlinda Sofyan.
Bagaimanapun, era ini ada era teknologi dan para musisi tidak bisa berpaling darinya. "Kualitas gambar, kualitas suara, harus menjadi perhatian," kata Erlinda.
Acara "NGOBROL BARENG PEKERJA KREATIF" bertajuk, "Apakah Kalian Masih Bernyanyi?" itu juga menyinggung tentang ciri musik Aceh, dan praktik plagiat dalam lagu-lagu Aceh yang berasal dari lagu India.
Nazar Shah Alam menyebutkan, lagu-lagu berbahasa Aceh yang lagunya dicaplok begitu saja dari lagu India, bukan bentuk karya kreatif seniman.
"Itu karya suka-suka saja," kata vokalis Apache13 ini. Menurut Nazar praktik seperti itu sudah berlangsung sejak lama.
Erlinda Sofyan menyebutkan bahwa melodi khas Aceh masih bisa ditemukan dalam seni tradisi yang ada di kampung-kampung, seperti di Nagan Raya.
Ia juga mengatakan karya musik di Aceh sangat mengutamakan karya musik yang memiliki lirik daripada karya instrumentalia.
Pendapat senada dinyatakan Momo, "Di Aceh yang penting syair, bukan melodi,"
Seperti diberitakan Serambinews.com kemarin, selama masa pandemi Covid 19 dan adanya larangan berkumpul, seniman adalah kelompok profesi yang langsung terdampak. Tidak terkecuali di Aceh.
Banyak agenda kesenian dibatalkan. Seniman yang hidup dari panggung seni, harus bersabar dan mengurut dada.
Lantas bagaimana nasib dunia musik di Aceh saat ini? Apakah mereka sungguh berhenti bermusik? Masihkah mereka berkarya? Lalu bagaimana mereka bertahan di tengah situasi sulit saat ini?
Keadaan inilah yang akan dijawab dalam acara "NGOBROL BARENG PEKERJA KREATIF" bertajuk "Apakah Kalian Masih Bernyanyi?".
Acara ini berlangsung dalam Webinar (Web Seminar) Badan Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Aceh-Sumut, Selasa, 26 Mei 2020 pukul 16.15 - 18.15 WIB. (*)