Opini

Bersiap Menuju New Normal  

Hampir 5 bulan sudah dunia dilanda Covid-19, belum ada tanda pandemi ini akan berakhir, meski beberapa negara melaporkan penurunan

Editor: bakri
SERAMBINEWS/NASIR NURDIN
Dr. dr. Safrizal Rahman, M.Kes, SpOT, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Aceh, Dosen FK Unsyiah 

Oleh Dr. dr. Safrizal Rahman, M.Kes, SpOT, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Aceh, Dosen FK Unsyiah

Hampir 5 bulan sudah dunia dilanda Covid-19, belum ada tanda pandemi ini akan berakhir, meski beberapa negara melaporkan penurunan kasus namun tidak ada yang berani melakukan hidup normal, seperti kondisi 6 bulan yang lalu.

Berada dalam kondisi lockdown atau pembatasan sosial bersekala besar (PSBB) apapun istilahnya dalam waktu lebih dari 3 bulan bukanlah mudah untuk banyak negara. Bahkan negara sekelas Amerika sendiri tidak kuat, apalagi harus memberikan subsidi sebesar 15 juta rupiah per keluarga setiap 2 minggu.

Banyak keluhan dan desakan dari pengusaha dan masyarakat yang kehilangan pendapatan, pekerjaan dan penghidupannya, maka dunia harus memilih antara sektor ekonomi dan dampak sosialnya atau sektor kesehatan dengan perjuangan tenaga medis di dalamnya.

Bila kita membandingan ratio tenaga medis dan masyarakat di negara maju adalah 1:1.000 atau 0,01% sementara Indonesia 1:4.000 atau

0,025%. Secara matematis politik pasti penguasa akan lebih memilih mayoritas. Semua pemimpin cemas akan dampak kesehatan akibat Covid-19, namun lebih cemas pada dampak sosial ekonomi yang terjadi.

Sangat wajar pada akhirnya dunia mulai berpikir untuk kembali melakukan aktivitas dan menggerakkan kembali roda ekonomi yang sempat terhenti. New normal menjadi istilah popular baru. Dunia harus adaptif dengan kondisi Covid-19, kehidupan dengan masker, social dan physical distancing, personal hygine dengan cuci tangan akan menjadi keseharian manusia ke depannya.

WHO membuat beberapa syarat untuk suatu negara bisa masuk ke masa new normal di antaranya telah mampu mengendalikan transmisi Covid-19. Kapasitas sistem kesehatan yang mampu untuk mengidentifikasi, isolasi, menguji, melacak kontak, dan mengarantina.

Melakukan pengaturan ketat terhadap kemungkinan kasus impor, pengawasan tempat dengan kerentanan tinggi, terutama rumah orang lanjut usia, fasilitas kesehatan mental dan pemukiman padat, penerapan pencegahan di tempat kerja seperti jaga jarak fisik, fasilitas dan membiasakan cuci tangan.

Taiwan adalah salah satu negara yang sukses melawan Covid-19, mereka sudah awal melakukan new normal, semua aktivitas hampir berjalan normal, hanya perbedaan pada social distancing, masker, dan cuci tangan. Tentu saja ini tidak didapat dengan mudah, mereka aktif melakukan pemeriksaan case tracking dan case finding. Kapasitas mereka tingkatkan dan kerentanan mampu diturunkan sehingga resiko jauh berkurang. Indonesia sendiri saat ini berada dalam kondisi tidak stabil, kasus baru masih berkisar di atas

500 per hari, jumlah total kasus sudah mencapai 23.000, sementara epicentrum kasus berpindah dari satu tempat ketempat lain. PSBB dan perlambatan ekonomi diikuti momentum hari besar keagamaan membuat banyak orang yang harus bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya.

Pergerakan ini adalah kontraproduktif terhadap upaya menahan laju peningkatan kasus. Sisi lain adalah kamampuan deteksi atau pemeriksaan Covid Indonesia masih sangat kecil, bahkan belum mencapai target 10.000 pemeriksaan per hari seperti target yang diminta oleh Presiden.

Ddalam rasio kita baru mampu melakukan 600 pemeriksaan dalam 1 juta penduduk bila dibandingkan dengan Singapura 20.000 per 1 juta penduduk, Amerika 12.000 pemeriksaan per 1 juta penduduk, dan Korea Selatan 17.000 per 1 juta penduduk. Vietnam melakukan 2.600 pemeriksaan per 1 juta jiwa, Brunai Darussalam bahkan memeriksa 33.500 sampel dari 1 juta penduduknya.

Rasio tes PCR di Indonesia sendiri di Asia Tenggara menempati urutan ketiga dari bawah. Menariknya, dengan rasio yang sedikit itu, jumlah kasus positif corona di Indonesia terbilang banyak jika dibandingkan negara lain di Asia Tenggara. Artinya, jika rasio tes PCR di Indonesia ditingkatkan, bukan tidak mungkin jumlah kasus positif meningkat berkali-kali lipat.

Menyadari pentingnya pemeriksaan massal yang lebih akurat, beberapa pimpinan daerah mulai memanfaatkan fasiltas realtime PCR di daerahnya untuk mendapatkan gambaran pasti perkembangan Covid-19. Kepentingan mengetahui kondisi real kasus di lapangan saat ini dikaitkan dengan kemungkinan melakukan new normal dan mencegah gelombang baru Covid-19.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved