Usaha Penambangan
Tanggapi Putusan MA, Ahli Waris Teuku Nyak Makam Desak PT EMM Angkat Kaki dari Beutong
“DPR seharusnya bertindak mewakili kepentingan rakyat bukan malah menjadikan rakyat sebagai umpan untuk memancing ikan di tengah lautan."
Penulis: Nasir Nurdin | Editor: Nasir Nurdin
“DPR seharusnya bertindak mewakili kepentingan rakyat bukan malah menjadikan rakyat sebagai umpan untuk memancing ikan di tengah lautan."
Laporan Nasir Nurdin | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Putusan Kasasi Nomor 91 K/TUN/LH/2020 yang diterbitkan MA pada 14 April 2020 terkait penambangan PT EMM di wilayah Beutong dan Bener Meriah ditanggapi oleh ahli waris Teuku Panglima Nyak Makam.
“(Putusan) ini adalah akhir dari perjuangan kita menolak tambang, yang mana dengan terbitnya putusan MA tersebut maka PT EMM harus segera angkat kaki karena tidak berhak lagi melakukan penambangan di wilayah Beutong (Nagan Raya) dan Wilayah Linge,” begitu pernyataan yang disampaikan Cut Ernita yang mengklaim sebagai ahli waris Teuku Panglima Nyak Makam, pemilik 1.000 hektare tanah di Beutong.
Menurut Cut Ernita, pada 14 April 2020 diterbitkan putusan MA yang merupakan putusan kasasi Nomor 91 K/TUN/LH/2020 yang membatalkan putusan Pengadilan Tinggi TUN Jakarta Nomor 192/B/LH/2019/PT.TUN.JKT menguatkan putusan PTUN Jakarta Nomor 241/G/LH/2018/PTUN JKT.
Namun, lanjut Cut Ernita, pada sidang paripurna 12 Mei 2020 DPR mengesahkan RUU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang di dalamnya ada beberapa pasal kontroversi yang sangat tidak berpihak kepada rakyat.

“DPR seharusnya bertindak mewakili kepentingan rakyat bukan malah menjadikan rakyat sebagai umpan untuk memancing ikan di tengah lautan dengan mengesahkan RUU Minerba,” tulis Cut Ernita.
• Warga Barat Selatan Aceh, Waspadai Hujan Disertai Petir, Gelombang Laut Masih 4 Meter
• Muhammad Yusuf Resmi Menjabat Sebagai Kajati Aceh, Ini Pesan Jaksa Agung
• VIDEO - Tiga Warga Grong Grong Pidie Meninggal Dunia di Pantai Suak Timah Aceh Barat
Dalam penilaian Cut Ernita, dengan RUU tersebut sangat besar kemungkinan pertambangan di Aceh akan kembali beroperasi.
“Lalu, bagaimana dengan kedudukan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, apakah akan dicabut atau direvisi,” tulisnya mempertanyakan.
Cut Ernita menegaskan, putusan MA menjadi dasar bagi masyarakat—termasuk ahli waris Teuku Panglima Nyak Makam—menolak usaha penambangan yang merusak lingkungan hidup dan akan menimbulkan berbagai bencanana alam.
“Berdasarkan bukti kepemilikan yang sah, kami tetap menolak penambangan emas di Beutong sebagaimana penolakan awal terhadap pengusaha pertambangan Australia dari kelompok Tigers Realm Group yang melakukan survei kandungan emas di Beutong,” tandasnya.
Di akhir pernyataannya, Cut Ernita menulis, “Di rumah saja (ketika wabah Covid-19), bukan berarti diam. Judicial review merupakan solusi hukum yang tepat untuk menguji kelayakan suatu produk undang-undang.”
• VIDEO - Suara Knalpot Racing Picu Bentrokan Pemuda dari Dua Desa di Aceh Selatan
Sebelumnya, Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur menyatakan, berdasarkan informasi yang dikutip dari laman situs Mahkamah Agung RI https://kepaniteraan. mahkamahagung.go.id/perkara/, gugatan yang diajukan Walhi bersama warga melawan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di PTUN Jakarta dikabulkan MA sebagai pihak yang menerbitkan proses izin.
Dalam amar putusan kasasi disebutkan "Kabul Kasasi, Batal Judex Facti PT. TUN, Adili sendiri, tolak eksepsi, kabul gugatan, batal dan wajib cabut objek sengketa.
"Tentu ini merupakan kemenangan rakyat Aceh bersama mahasiswa Aceh yang terus mengawal kebijakan bupati, gubernur hingga kementerian yang keliru atas nama investasi," begitu pernyataan Muhammad Nur dalam siaran pers-nya, Rabu 6 Mei 2020. (*)