Kupi Beungoh

Teladan Modal Sosial Almarhum Haji Abdurrahman Kaoy

Sebagai ulama dan budayawan Aceh “bergelar” singa podium, beliau meninggalkan banyak sekali teladan bagi generasi masa depan Aceh.

IST
Mantan Dekan Fakultas Dakwah UIN Ar-Raniry, A Rahman Kaoy meninggal dunia, Sabtu (23/5/2020). 

Oleh Lukman Ibrahim*)

MODAL sosial sebagai bagian dari solusi masalah kemiskinan dan masalah kehidupan lainnya dalam masyarakat harus terus ditumbuhkan melalui semangat berkontribusi berupa material dan pemikiran.  

“Modal sosial muncul dari kapasitas manusia yang saling menghargai, berpikir dan bertindak dengan murah hati dan produktif dengan saling mengenal, membangun hubungan atas dasar kepercayaan, rasa hormat, kebaikan dan timbal-balik yang mendorong tindakan pro-sosial dan mencegah perilaku eksploitatif” (www.socialcapitalresearch.com). 

Modal sosial secara struktural akan terus berkembang dalam suatu masyarakat apabila ada berbagai dorongan melalui ketokohan dan keteladanan anggota masyarakat. Dalam konteks kemiskinan Aceh dengan angka 15,01% (BPS, September 2019) banyak membutuhkan tokoh atau “pahlawan” untuk menurunkan angka kemiskinan baik secara perseorangan maupun kelompok dengan mengulurkan tangan secara individual, kelompok atau bergabung bersama Pemerintah.

Pertanyaannya adalah seberapa siapkah masing-masing kita berkontribusi untuk membantu saudara-saudara kita yang “miskin” terangkat derajatnya?

Meninggalkan teladan sebagi modal sosial

Untuk menjawab pertanyaan di atas, kali ini kita cermati salah satu keteladanan yang telah ditunjukkan oleh seorang sahabat dan senior kami di kampus UIN Ar-Raniry yang baru saja menghadap Ilahi Rabbi pada hari terakhir bulan Ramadhan 1441 H di Gampong Gumpueng Masjid, Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie.

Sesuai dengan predikat sebagai cendikiawan/pendidik, ulama dan budayawan Aceh “bergelar” singa podium, beliau meninggalkan banyak sekali teladan bagi generasi masa depan Aceh.

Kami mengenal karakter beliau melalui persahabatan erat sejak masa awal rekonstruksi Aceh pasca tsunami dengan sama-sama baru menyelesaikan jabatan di kampus.

Beliau sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan kami sebagai Pembantu Dekan-I Fakultas Tarbiyah.

Ketika itu kami memikirkan untuk bisa ikut berkontribusi maksimal dalam upaya mempercepat rekonstruksi IAIN Ar-Raniry (belum bernama UIN Ar-Raniry) baik fisik maupun non-fisik.

Agar terorganisasikan dengan baik, bersama sekelompok sivitas akademika lainnya kami sepakat membentuk Forum Silaturrahmi Dosen IAIN Ar-Raniry di mana beliau bersedia menjadi Ketua dan kami sendiri ditunjukan sebagai Sekretaris.

Teguh memperjuangkan kebenaran

Diawali dengan amanah inilah kami menjadi sangat sering ketemu baik di Kampus maupun di rumah beliau atau di rumah anggota forum lainnya.

Melalui pertemuan-pertemuan inilah dari waktu ke waktu kami semakin dekat mengenal prinsip, sikap dan karakter beliau sekaligus keramahan di rumah beliau bersama ibu (Dra. Hj. Elbi Hasan Basri, dosen Fakultas Tarbiyah) dan kerabat keluarga yang tinggal bersama beliau. Sesuai juga dengan “gelar” sebagai singa podium dan orang pergerakan.

Beliau sangat lihai dalam menyemangati kami di dalam Forum. Beliau berulang-ulang mengatakan “kita ini hidup sebagai orang perjuangan,” jadi jangan pernah menyerah dalam menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan, dan yang sangat penting “kita selalu istiqamah dalam memperjuangkan sesuatu yang kita yakini dan sepakati adalah benar” dan kita harus bebas dari kepentingan pihak-pihak tertentu yang ”jahat”.

Maka akuratlah komentar salah seorang dosen di Whatsapp Group Dosen UIN Ar-Raniry begitu mendengar berita duka “Beliau kalau berbicara selalu berpihak kepada kebenaran dan tidak ada kepentingan apa-apa”.

Kepemimpinan seperti inilah yang selalu kami jadikan teladan dalam masa kepemimpinan kami bersama Prof. Yusny Saby sebagai team work kepemimpinan IAIN Ar-Raniry Periode Tahun 2005-2009 yang memang selalu beliau “kawal” dan dukung penuh.

Salah satu peristiwa yang tidak pernah kami lupakan adalah ketika beliau dengan setia mengawal Rektor turun dari panggung anggota senat Institut bersama kami sebagai Pembantu Rektor-III menemui para mahasiswa demonstran yang sedang “dirasuki’ oleh sikap sangat emosional.

Dengan penenangan dan “pidato berapi-api seolah-olah mendukung tuntutan mereka” yang beliau sampaikan ditambah dengan keterbukaan Rektor mendengar kritikan, para demonstran terdiam dan sepakat membubarkan aksi mereka.

Hidup sederhanan dan murah hati

Pengenalan karakter beliau menjadi semakin mendalam dengan kegiatan lobi-lobi yang kami lakukan di Kemenag, Setneg dan Kemenko Kesra di Jakarta.

Di Kemenag dan Setneg kami berdua melakukan lobi dalam rangka mempercepat rekonstruksi IAIN pasca tsunami dan di Kemenko Kesra bersama Walikota Banda Aceh, Mawardi Nurdin (Alm) dan Rektor IAIN Ar-Raniry dalam rangka memperlancar realisasi pembangunan Masjid Oman (Al-Makmur) Lampriet Banda Aceh.

Teladan yang kami peroleh dalam kesempatan ini adalah kesederhanaan beliau. Walaupun untuk lobi pembangunan Masjid beliau berangkat dengan fasilitas Balai Kota, beliau tetap bersedia menginap bersama kami di sebuah hotel murah di kawasan Senen, dan kami selalu makan siang dan malam di trotoar jalan sekitaran hotel.

Beliau juga sangat pemurah sehingga beberapa kali saya harus “mengatur strategi” agar sekali-sekali sempat membayar harga makanan kami.

Waktu itu kami sempat menduga bahwa itu beliau lakukan karena beliau tahu kami datang dengan biaya “urunan” teman-teman Forum dan sedikit tambahan biaya sendiri, ternyata sikap pemurah dan jiwa menyumbang itu berlangsung sampai menjelang ajal beliau.

Salah seorang keponakan beliau, Nurrahmah menuturkan bahwa beliau tidak segan-segan membantu banyak kerabat dengan membiayai pendidikan dan menanggung biaya hidup mereka di samping juga membantu orang lain.   

Keluasan pengetahuan dan praktik keilmuan

Teladan hebat lainnya dari beliau adalah rasa ingin tahu beliau terhadap sejarah peradaban Islam Nusantara dan kepemimpinan sultan dan sultanah Aceh di samping  terus menekuni perkembangan ilmu dakwak, keahlian beliau sebagai dosen.

Ketika mendengar beliau menceritakan kisah Iskandarmuda, kami seperti sedang mendengar cerita-cerita “dongeng” sambil memasukkan dalam rasional pikiran apakah “benar-benar” seperti itu kisahnya.

Kalau ya, kenapa kondisi Aceh sekarang sangat jauh di bawah kondisi/kehebatan di masa Iskandarmuda? Beliau selalu “berapi-api” kalau bercerita sebagaimana ketika berpidato atau menyampaikan ide dalam forum-forum ilmiah. Keluasan khasanah dan praktik ilmu dakwak yang beliau kuasai diakui oleh banyak pihak.

Salah satunya diungkapkan oleh Wakil Rektor-I UIN Ar-Raniry ketika mewakili Rektor menyampaikan tausiyah pelepasan atas berpulangnya ke rahmatullah Prof. Dr. M. Nasir Budiman pada hari ke-2 Idul Fitri dengan pernyataan “Beliau, Haji Abdurrahman Kaoy juga layak disebut profesor dalam bidang ilmu dakwah dan budaya dengan telah banyak sekali menulis, mendidik dan mengkader ahli dan praktisi pendakwah hebat dan pemerhati budaya dan adat-istiadat.”

Keberanian, keteguhan dalam menyuarakan kebenaran, kesederhanaan gaya hidup dan kemurahan hati atau bersemangat dalam menyumbang merupakan modal sosial yang sangat urgen untuk kita kontribusikan dalam memperbaiki tatanan kehidupan masyarakat.

Sebagai anggota masyarakat yang memiliki kelebihan pengetahuan  dan material di berbagai wilayah Aceh, mari kita menjadi lebih sensitif berempati dalam merasakan kesusahan hidup sebagian anggota atau keluarga masyarakat kita dengan berkontribusi maksimal untuk mengangkat derajat kelompok miskin atau rentan miskin keluar dari kemiskinan mereka.

Almarhum Haji Abdurrahman Kaoy telah berkontribusi secara maksimal dengan sejumlah modal sosial yang beliau telah jalankan termasuk yang paling akhir menyatakan kepada ahli warisnya bahwa satu unit rumah beliau di Jalan Salam Lampriek Banda Aceh beliau hibahkan untuk dijadikan lembaga pendidikan agama yang akan dijalankan keponakan/kerabat beliau bersama para praktisi pendidikan.

Beliau juga telah menghibahkan semua kitab dan koleksi adat/budaya (pedang, rencong, topi, baju dan lainnya) untuk ditempatkan pada satu corner di Masjid Al-Makmur Lampriet. Nah, jangan sampai kita terlalu terlambat menyusulnya!!! 

*) PENULIS adalah dosen Fakultas Tarbiyah UIN Ar-Raniry dan Anggota Pokja Analisis pada Tim Koordinasi Percepatan Penanggulan Kemiskinan (TKP2K) Aceh. Email: lukman.ibrahim@ar-raniry.ac.id

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved