Eks Pengurus Golkar Sorot Nurlif
Beberapa pengurus senior lainnya juga ikut terdepak, antara lain Husin Banta, Qamaruzzaman Haqni, Suprijal Yusuf, dan beberapa pengurus lainnya
* Tak Akomodir Kubu Lawan
BANDA ACEH - Ternyata bukan hanya Hendra Budian yang terdepak dari kepengurusan DPD I Partai Golkar Aceh. Beberapa pengurus senior lainnya juga ikut terdepak, antara lain Husin Banta, Qamaruzzaman Haqni, Suprijal Yusuf, dan beberapa pengurus lainnya.
Informasi dari Suprijal Yusuf, mereka yang terdepak dari pengurus adalah pihak-pihak yang sebelumnya sempat mendukung Husin Banta mencalonkan diri maju sebagai Ketua DPD I Golkar Aceh.
Hal itu diketahui setelah Ketua DPD I Partai Golkar Aceh, TM Nurlif mengumumkan kepengurusan periode 2020-2025, Sabtu (13/6/2020), dimana nama mereka tidak ada dalam struktural. "Kami didepak dari kepengurusan Golkar karena dianggap sebagai lawan politik," ungkap Suprijal Yusuf kepada Serambi, Senin (15/6/2020).
Meski demikian, tradisi kompromi seharusnya dikedepankan. Mantan Wakil Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini Golkar ini mengungkapkan, Musda Golkar bisa berjalan mulus dan TM Nurlif bisa kembali terpilih, salah satunya karena ada kompromi. Dikatakan, kompromi itulah yang kemudian membuat Husin Banta mengurungkan niatnya maju sebagai ketua, meski sebelumnya sempat mendeklarasikan diri untuk maju. "Husin Banta mengalah dan memutuskan untuk tidak melanjutkan pencalonan," ujar Suprijal.
Kompromi itu, lanjut dia lagi, terwujud berkat mediasi yang dilakukan oleh Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar, Azis Syamsuddin. Menurut Suprijal, mediasi itu dilakukan Azis untuk menghindari keributan di Musda mengingat kekuatan kubu Husin Banta dan TM Nurlif yang nyaris berimbang.
"Sebenarnya saya yakin kami lebih kuat, tapi kita sebut saja berimbang," tukas Suprijal. Namun sayangnya, begitu Musda selesai, tradisi kompromi itu yang tidak kelihatan di kepengurusan DPD I Partai Golkar Aceh. "Sayangnya lagi, Azis tidak mengawal hal ini," imbuhnya.
Suprijal Yusuf menilai, tradisi Golkar yang kompromis dan elegan telah hilang. Sebaliknya, yang dikedepankan adalah politik balas dendam, hanya karena cara berpikir yang berseberangan.
Kasus yang sama, lanjut dia, juga pernah terjadi saat periode kepengurusan yang lalu, ketika TM Nurlif mendepak HT Machsalmina Ali dari posisi sekretaris tanpa melalui rapat pleno.
Jika budaya politik ini terus berlanjut, kata Suprijal, maka akan hilang budaya demokratis dalam tubuh Partai Golkar Aceh. Apalagi pengurus yang baru merupakan kader-kader muda yang baru meniti karier, sehingga tidak berani untuk mengkritisi kebijakan pimpinan partai.
Suprijal sangat menyayangkan keputusan yang diambil TM Nurlif. Ia mengaku siap dengan segala konsekuensinya. Namun Suprijal memastikan, dirinya sampai kapan pun akan tetap berada di Golkar.
Ribut-ribut soal kepengurusan DPD I Partai Golkar Aceh yang baru juga menjadi perhatian tokoh Golkar di Pusat. Mantan Koordinator Wilayah (Korwil) Aceh-Sumatera Utara Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar, Andi Sinulingga, juga menyayangkan sikap yang diambil oleh Ketua DPD I Golkar Aceh, TM Nurlif.
Andi Sinulingga bahkan dengan terang-terangan menyatakan bahwa dirinya tidak mendukung Nurlif saat kembali mencalonkan diri sebagai ketua. Andi mengatakan, tidak masuknya Hendra Budian dalam struktur kepengurusan Golkar Aceh yang baru karena Nurlif tidak akomodatif.
"Hendra tidak masuk, itu hampir pasti karena Nurlif tidak akomodatif dan tidak punya jiwa besar. Leadership-nya rendah," pungkas Andi Sinulingga.
Ia kemudian membandingkan dengan kondisi di DPP, terkait dengan revalitas antara Airlangga Hartanto dengan Bambang Soesatyo. Meski berlawanan, namun Bambang Soesatyo tetap masuk sebagai Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar.