16 Juni 1948 dalam Sejarah
Pengumpulan Dana di Aceh Tengah Dilakukan Dua Bulan, Mengenang Sejarah Pesawat Seulawah
Di Kabupaten Aceh Tengah, pengumpulan melalui obligasi dilakukan selama dua bulan, Juni-Juli 1948.
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Nur Nihayati
Di Kabupaten Aceh Tengah, pengumpulan melalui obligasi dilakukan selama dua bulan, Juni-Juli 1948.
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Pengumpulan dana masyarakat Aceh untuk pembelian pesawat itu dikoordinasikan oleh Panitia Dana Dakota (Dakota Fund) di Aceh yang dipimpin HM Djoened Joesoef dan Said Muhammad Alhabsji.
Pengumpulan dana pembelian pesawat Seulawah RI 001 dan Seulawah RI 002 antara lain dilakukan melalui penjualan obligasi.
Di Kabupaten Aceh Tengah, pengumpulan melalui obligasi dilakukan selama dua bulan, Juni-Juli 1948.
Pengumpulan dana dilakukan Gabungan Saudagar Aceh (GASIDA) Cabang Aceh Tengah, yang dikoordinir oleh Toke Hasan Bandung, Abdul Wahab Sudjud, Aman Jernih, Aman Yusuf, Abd Wahab Aman Syech Benu, dan Abdul Wahab Nurdin.
Informasi ini tertera dalam manuskrip "Aceh Tengah Merebut dan Mempertahankan Kemerdekaan RI" ditulis oleh M Arif Amiruddin dan Mahmud Ibrahim.
Manuskrip ini dibuat dalam rangka peringatan HUT ke-50 RI pada 1995.
Hasil penjualan obligasi di Aceh Tengah, diserahkan kepada Bupati Aceh Tengah pada Agustus 1948.
Oleh bupati lalu menyerahkan dana itu atas nama masyarakat Aceh Tengah, kepada pengurus Gasida selaku Ketua Pantia Pengumpulan Dana Pembelian Pesawat, di Kutaradja atau Banda Aceh sekarang.
Dalam manuskrip itu disebutkan bahwa Ketua Panitia Pengumpulan Dana adalah TM Ali Panglima Polem.
Tapi sayang sekali tidak disebutkan secara detil, berapa jumlah dana yang terkumpul dari hasil penjualan obligasi di Aceh Tengah.
Dalam manuskrip tersebut disebutkan "masyarakat bersedia mengumpulkan dana berdasarkan dorongan panggilan perjuangan dan memenuhi permintaan Presiden Soekarno yang datang ke Aceh pada 16 Juni 1948."(fikar w eda)
• Hari Ini 72 Tahun Lalu, Ketika Soekarno Menolak Jamuan Makan Malam Saudagar di Hotel Atjeh
• Seulawah, Burung Besi yang Kini Teronggok Sepi
• ‘Di Tiang Pancang, Mereka Membaca Tangis Soekarno’