Seniman Berkarya
Magister Sastra UI Asal Aceh Ini Ungkap Ketokohan Penguasa Perang Aceh Masa DI/TII, M Hasan Saleh
Cut Novita kemudian meneliti novel tersebut sebagai tesis saat merampungkan program pascasarjana di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Mursal Ismail
Cut Novita kemudian meneliti novel tersebut sebagai tesis saat merampungkan program pascasarjana di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI).
Laporan Fikar W Eda | Jakarta
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Cut Novita Srikandi, SS, MHum, magister sastra dari Universitas Indonesia (UI) menemukan banyak cerita tentang tokoh Aceh, M Hasan Saleh.
Cerita M Hasan Saleh selaku Penguasa Perang Aceh masa DI/TII didapat dari novel “Napoleon dari Tanah Rencong” yang ditulis Akmal Nasery Basral, (PT Gramedia 2013).
Cut Novita kemudian meneliti novel tersebut sebagai tesis saat merampungkan program pascasarjana di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI).
Ia tertarik meneliti sastra atau novel tentang Aceh, selain alasan sebagai orang Aceh, Cut Novita ingin mengangkat lokalitas Aceh di panggung akademik.
Cut Novita Srikandi, akrab dipanggil Icut, menyebutkan, “Napoleon dari Tanah Rencong” itu unik.
Pasalnya mengisahkan tentang tokoh utama bernama Hasan Saleh.
• Komisi I DPRA, Disnakermobduk Aceh & Imigrasi Tinjau PLTU 3-4 Nagan Terkait Keberadaan 29 TKA Cina
• Bupati Bireuen Tinjau Lahan Peternakan di Ranto Panyang, Ini Harapan Muzakkar A Gani
• Cabuli Anak 12 Tahun, Seorang Kakek Ditangkap Polres Bireuen, Kaget Saat Polisi Tiba di Warung
Nama itu jarang ditemui di buku-buku sejarah umumnya.
“Dalam Novel ini, Tgk Muhammad Daud Beureueh justru tidak banyak dikupas.
Ini karena memang novel itu menceritakan sosok Hasan Saleh,” kata Icut lagi.
Icut mengatakan, kalaupun nama Hasan Saleh muncul di beberapa publikasi, lebih banyak disebut sebagai “pengkhianat” dan seolah-olah tidak punya jasa apa-apa.
Novel ini, lanjut Icut mengungkapkan banyak sisi dan peran Hasan Saleh, termasuk saat menuntaskan perlawanan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan, tanpa menembakkan satu peluru pun.
Waktu itu Hasan Saleh memimpin Batalyon Seulawah Jantan, diperintahkan memadamkan api pemberontakan Kahar Muzakar.
Icut mengungkap hal itu saat menjadi pembicara utama dalam “Bedah Buku Online” yang diselenggarakan secara virtual oleh Forum Mahasiswa Aceh Dunia, Sabtu (20/6/2020) malam.
Pembicara lainnya Yunidar ZA, Ketua Ikatan Mahasiswa Pascasarjana Aceh Jakarta (IMPAS) dan Muhammad Haykal, mahasiswa Aceh di Turki.
Buku yang dibedah berjudul, "Mereka yang Luput dari Sejarah, Mengungkap Representasi Ketokohan Daud Beureueh dan Hasan Saleh dalam Karya Sastra,".
Buku yang ditulis Icut sebagai tesisnya itu diterbitkan Mahara Publishing Jakarta.
Icut mengatakan, buku-buku sastra juga menjadi rujukan sejarah.
Ia mencontohkan, sejarah Aceh justru banyak ditulis dalam karya sastra, seperti hikayat-hikayat.
“Saya sendiri mengambil rujukan Hikayat Prang Geumpeuni,” kata Icut.
Cut Novita Srikandi, lahir 10 November 1988 di Blang Jruen, sebuah desa kecil di Aceh Utara.
Memiliki kecintaan sangat besar kepada sastra.
Ia peneliti sastra, penikmat sastra, dan dosen sastra di beberapa perguruan tinggi di Jakarta.
Lahir dan berasal dari kota kecil di Aceh, tidak lantas membuat anak tunggal ini berkecil hati terasing dari dunia sastra.
Itulah sebabnya, setelah menamatkan SMA N 1 Lhokseumawe, ia hijrah ke Medan, kuliah di Universitas Sumatera Utara mengambil jurusan Sastra Inggris.
Di sana pula ia memuaskan “dahaga sastranya” sebab selain kuliah jurusan sastra, Icut juga bergabung dengan Teater ‘O’.
Kemampuan aktingnya, teruji saat ia lolos audisi film ‘Ketika Cinta Bertasbih’ untuk area Medan.
“Saat itu hanya terpilih 12 orang dari 250 peserta,” ujar Icut.
Di bidang akademis, Icut juga punya otak encer. Ia menjadi mahasiswa berprestasi, meraih predikat cum laude.
“Menjadi anak tunggal dan tinggal jauh merantau dari orang tua tidak membuatnya menjadi manja.
Oleh karena itu, saya tetap berusaha mengejar ambisi dan target untuk menyenangkan hati orang tuanya yang tunggal dengan memberikan prestasi-prestasi yang membuat orang tua bangga,” kenangnya.
Icut memilih tetap berada di Medan, setelah merampungkan kuliah.
Ia mengajar di berbagai tempat bimbingan belajar dan kursus.
Hebatnya lagi, Icut mendaftar jadi pramugari dan lulus pada 2010, khusus pramugari pada penerbangan haji.
Disebut “pramugari haji.” Profesi pramugari memberi pengalaman baru bagi Icut tentang dunia penerbangan.
Ia menjalani “pramugari haji” selama dua tahun, dan kemudian menikah dengan pria pilihannya.
Pada tahun 2012, Icut diboyong sang suami ke ibukota, Jakarta. Ia tetap ingin memiliki aktivitas, dengan membuka butik pakaian muslimah.
Tapi Icut merasa tidak punya bakat sebagai pedagang. Ia mengimpikan dunia sastra dan pendidikan. Ia ingin kembali menggeluti dunia tersebut.
Atas restu suami, Icut memutuskan melanjutkan program magister Ilmu Susastra di Universitas Indonesia.
Di kampus hijau ini, ia mengenal lebih tentang kritik sastra, teori-teori sastra, dan pendekatan-pendekatan sastra yang selama ini tidak pernah ia jamah.
Ia semakin yakin dengan jurusan yang ia pilih. Dan berikrar bahwa ia akan mengembangkan keilmuan di bidang sastra ini, sehingga bermanfaat bagi kemanusiaan.
“Sastra adalah representasi sisi humanis yang dituliskan dan dibahasakan dengan indah.
Sastra adalah perwujudan dari watak dan karakter manusia beserta hal-hal yang melingkupinya.
Dengan mempelajari sastra, maka kita mempelajari manusia.
Banyak hal yang didapat dengan mempelajari sastra. Oxford dan Cambridge dibangun untuk mempelajari karya-karya sastra Yunani Kuno,” ujar Icut.
Ia lalu melakukan sejumlah penelitian sastra dan dipublikasikan di berbagai seminar dan konferensi internasional.
Penelitian tersebut antara lain; Promoting Universal Wisdom through Teaching Comparative Folklore, dipublikasikan pada Seminar Internasional Pendidikan dalam Tantangan Global, Universitas Indonesia, 2016, Membaca Lolita karya Vladimir Nabokov dalam Bingkai Pascamodernisme, dipublikasikan pada Seminar Sosiologi Sastra UI, Depok (2016), Transformasi Representasi Perempuan dalam penokohan “Amba”:
Sebuah Kajian Intertekstualitas terhadap Kisah Mahabharata (2003) karya Nyoman S Pendit dan Novel Amba (2012) Karya Laksmi Pamuntjak.
Dipublikasikan di Jurnal Piksi Ganesha (2016), Transformasi Representasi Perempuan Indonesia di dalam Iklan Bertema Keluarga di Masa Orde Baru dan Pasca Reformasi, dipublikasikan pada International Conference on Social Science and Humanities, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta, 2016, Understanding Poetry in Teaching English as a Foreign Language in Indonesia, dipublikasikan di Surakarta, Solo (2015), Kosmopitanisme dalam Film ‘On The Road (2012)’; Sebuah Kajian Terhadap Eksistensi The Beat Generation di Amerika tahun 1950-an, dipublikasikan di Jurnal Piksi Ganesha (2015), Representasi Ketokohan Hasan Saleh dalam Novel Napoleon dari Tanah Rencong karya Akmal Nasery Basral, Thesis (2014), Borrowing Procedures in The Translation of Lady Chatterley’s Lover into Indonesian, Mini Thesis (2009), The Use of Contextual Approach in English Idiom Translation, presenting in International Translation and Interpreting Symposium, Universitas Indonesia, 2016, Konstruksi Identitas Perempuan Aceh dalam Media Online Aceh, Presenting in International Conference on Feminism, Jakarta, 2016.
Selain tulisan yang bersifat ilmiah, karya Icut juga dipublikasi, yaitu Aku yang Hening dan Sajak Bumi, dalam Antologi Puisi Seminar Sastra Internasional, Yogyakarta, 2016.
Saat ini ia sedang mengambil program doktor di bidang Ilmu Susastra di Universitas Indonesia, serta menjadi dosen tetap di Universitas Muhammadiyah Tangerang.
Ia mengampu Mata Kuliah Poetry, Prose, Introduction to Literature, Semantic and Pragmatic, dan Phonology di jurusan Pendidikan Bahasa Inggris.
Selain itu ia juga menjadi dosen Luar Biasa di kampus Universitas Buddhi Dharma, dan STBA Pertiwi.
“Bukan soal uang, tapi mengajar adalah passion saya,” ujar Icut yang kini tinggal di Tangerang. (*)