Berita Aceh Tamiang
Aceh Tamiang Prediksi Surplus Beras, Tetapi Ini Syaratnya Hingga Minta Dukungan Bulog
Penghitungan ini didasari gerakan tanam padi serentak yang sudah dilakukan di atas lahan 1.335 hektare di Kecamatan Bandamulia, Aceh Tamiang
Penulis: Rahmad Wiguna | Editor: Mursal Ismail
Penghitungan ini didasari gerakan tanam padi serentak yang sudah dilakukan di atas lahan 1.335 hektare di Kecamatan Bandamulia, Aceh Tamiang sejak Kamis (18/6/2020) lalu.
Laporan Rahmad Wiguna | Aceh Tamiang
SERAMBINEWS.COM, KUALASIMPANG – Kabupaten Aceh Tamiang diprediksi surplus beras di masa puncak krisis pangan yang diprediksi terjadi November 2020 hingga Januari 2021.
Penghitungan ini didasari gerakan tanam padi serentak yang sudah dilakukan di atas lahan 1.335 hektare di Kecamatan Bandamulia, Aceh Tamiang sejak Kamis (18/6/2020) lalu.
Kadistanbunak Aceh Tamiang Yunus menjelaskan produktivitas padi di Bandamulia cenderung tinggi dibanding daerah lainnya karena mampu menghasilkan 8 ton per hektare.
Fakta inilah yang membuat Yunus optimis panen musim tanam ketiga (MT3) ini menghasilkan surplus beras.
“Di atas kertas kita surplus karena menghasilkan delapan ton per hektare.
Jika seluruh areal tanam terpenuhi maka ini sudah cukup untuk menghadapi masa krisis pangan,” kata Yunus, Senin (22/6/2020).
• Jalan ke Lahan Peternakan Ranto Panyang Bireuen Rusak Berat, Ini Harapan Masyarakat
• Kisah Putroe Neng, Wanita Jelita dengan 99 Suami Meregang Nyawa saat Malam Pertama (1)
• Hasil Swab Ketiga, Seorang Wanita Asal Lhokseumawe Kembali Positif Covid-19
Namun prediksi ini bisa saja meleset bila nantinya petani banyak yang menjual hasil panennya kepada pengusaha asal Medan atau daerah lainnya.
“Pada dasarnya padi itu dikuasai petani, kita mengimbau agar petani tidak menjual hasil panennya ke luar daerah, kita harapkan seluruh hasil produksi ini untuk kebutuhan Aceh Tamiang,” imbau Yunus.
Yunus pun berharap Badan Urusan Logistik (Bulog) bersedia membantu ketahanan pangan ini dengan membeli seluruh hasil panen padi.
Tapi keinginan ini kembali dikembalikan pada keputusan petani yang lebih memilih harga tinggi.
Diketahui di tingkat agen petani bisa menjual padi Rp 5.200 per kilogram, sedangkan Bulog hanya mampu di seputaran harga Rp 3.700 hingga Rp 4.200 per kilogram.
“Kembali ke harga tadi, petani jelas memilih harga lebih tinggi. Di sisi lain kita berharap Bulog membeli seluruh hasil panen ini agar surplus kita terjaga,” beber Yunus. (*)
