Luar Negeri
Mata Uang Iran Anjlok, Turun Jadi 192.800 Riyal Per Dolar AS
Perekonomian Iran yang mulai memasuki masa krisis tampaknya semakin parah. Sanksi dari Presiden AS, Donald Trump telah memasuki seluruh sisi
SERAMBINEWS.COM, TEHERAN - Perekonomian Iran yang mulai memasuki masa krisis tampaknya semakin parah.
Sanksi dari Presiden AS, Donald Trump telah memasuki seluruh sisi kehidupan warga Iran tanpa kecuali.
Uang dolar AS yang semakin sulit didapat untuk dikumpulkan, telah membuat sebagian warga untuk eksodus ke luar negeri, terutama Uni Erop.a
Dilaporkan, mata uang Riyal Iran turun drastis pada Senin (22/6), apa yang dikatakan para ekonom dampak wabah virus Corona.
Di pusat pertukaran mata uang asing Teheran di Ferdowsi Street, mata uang itu diperdagangkan di sekitar 192.800 riyal per dolar AS pada tengah hari, menurut laporan wartawan AFP.
Riyal telah mencapai titik terendah dalam sebulan terakhir ini, runtuh di bawah 190.000 riyal per dolar AS setelah keputusan AS pada 2018 untuk menarik diri dari kesepakatan nuklir.
Seorang warga Teheran, Reza tampak putus asa ketika pergi ke tempat pertukaran uang untuk membeli dolar AS.
• Mantan Hakim Iran Meninggal Terjatuh dari Lantai Atas Hotel Rumania
• Wanita Inggris Dipukul dan Dibius di Dalam Penjara Iran
• China Bangun Bendungan Raksasa, Tutup Aliran Sungai Galwan ke India
Dia akan menggunakan untuk membayar biaya universitas anggota keluarganya di luar negeri.
“Nilai ril terhadap dolar AS mengerikan sekali sekarang", kata Reza (35) yang bekerja di Grand Bazaar Teheran.
"Kami melihat kejatuhan setiap hari," katanya kepada AFP.
Jalan itu lebih ramai di sekitar bursa milik pemerintah, karena orang-orang membentuk antrian panjang untuk memanfaatkan skema bank sentral yang menawarkan diskon.
Salah satu dari mereka yang antri adalah seorang fisioterapis berusia 30 tahun yang berencana beremigrasi ke Australia.
"Semakin aku bekerja, semakin sedikit dolar yang bisa kubeli," katanya, hanya menyebut namanya sebagai Niki.
"Ini telah mempengaruhi kesejahteraan, membuat saya lebih stres.”
“Ini adalah situasi yang buruk," katanya sambil menatap papan digital yang menampilkan harga terbaru berwarna merah.
Ekonomi Iran yang sudah rapuh dan terkena sanksi mulai memburuk setelah melaporkan kasus virus Corona pertamanya pada 19 Februari 2020/
Sejak saat itu terus berjuang untuk mengatasi wabah virus Corona.
Iran hanya memperoleh 8,9 miliar dolar AS dari penjualan minyak dan produk-produk terkait pada tahun ini hingga Maret 2020.
Turun dari puncaknya 119 miliar dolar AS satu dekade lalu, menurut Mohammad Bagher Nobakht, kepala organisasi perencanaan dan anggaran Iran.
Ditambah dengan pendapatan yang lebih rendah, pandemi virus Corona menyebabkan penghentian sementara ekonomi.
Penutupan perbatasan dan penghentian pengiriman non-minyak.
"Penyebab utama krisis saat ini adalah virus Corona," kata ekonom Saeed Laylaz, yang bertindak sebagai penasihat presiden Iran.
"Ekspor non-minyak kami sebenarnya telah berhenti, terutama ke negara-negara tetangga karena wabah COVID-19,” katanya.
Kementerian kesehatan Iran pada Senin (22/6) mengumumkan 119 kematian akibat virus Corona baru dan 2.573 kasus infeksi baru.
Korban meninggal sudah mencapai 9.742 orang dari 207.500 kasus, dengan angka resmi menunjukkan lintasan ke atas dalam kasus baru sejak awal Mei 2020.
Pemerintah Iran menutup bisnis yang tidak penting pada Maret 2020 untuk membendung penyebaran virus, tetapi menahan diri dari memberlakukan kuncian bagi warganya.
Pembatasan telah berkurang secara bertahap sejak April 2020 dengan para pejabat berargumen ekonomi tidak dapat ditutup.
Tetapi penurunan tajam riyal itu tidak dapat diprediksi, kata Laylaz.
Dia beralasan hal itu mengingat pertumbuhan likuiditas yang besar yang mengarah pada kenaikan inflasi.
Ekonom mengatakan gejolak pasar valas telah menyebabkan meningkatnya tekanan sosial dan politik pada pemerintah.(*)