Sengketa Laut China Selatan di Tengah Pandemi Corona, Bagaimana Nasib Indonesia?
Menurut analis Asia Tenggara, Vietnam akan mendorong keras blok itu untuk mengambil sikap tegas terhadap tindakan China baru-baru ini di perairan ters
SERAMBINEWS.COM - Enam bulan sejak pandemi corona menginfeksi saat ini tercatat 10 juta kasus di seluruh dunia.
Perkembangan informasi terus dilaporkan tiap harinya dan membuat isu virus corona menjadi berita utama.
Meski begitu, para analisis percaya para pemimpin ASEAN yang berkumpul pada Jumat (26/6/2020) membahas mengenai upaya pemulihan pasca-virus corona, namun mereka juga tetap berfokus pada polemik tentang Laut China Selatan.
Dilansir dari SCMP, (25/6/2020), adapun pertemuan ini dilakukan setelah sebelumnya sempat tertunda sejak April lalu dan pertemuan ini akan dilangsungkan melalui konferensi video.
Para pengamat mengatakan, serangkaian kejadian di perairan yang disengketakan yang melibatkan China dan berbagai penuntun dalam beberapa bulan terakhir mungkin akan dibahas dalam KTT.
Menurut analis Asia Tenggara, Vietnam akan mendorong keras blok itu untuk mengambil sikap tegas terhadap tindakan China baru-baru ini di perairan tersebut.
Pandangan para analis
Terkait kejadian ini, sejumlah analis pun mengungkapkan pendapatnya.
Seorang analis senior di Sekolah Studi Internasional S. Rajaratnam Singapura mengungkapkan, Hanoi akan sadar untuk memastikan hal-hal yang paling mendesak dalam agenda mereka ditindaklanjuti setelah kepemimpinannya dibayangi oleh krisis kesehatan masyarakat.
Sementara itu, peneliti kebijakan luar negeri Vietnam dengan ISEAS Yusof-Ishak Institute, Le Hong Hiep mengharapkan, Hanoi untuk melanjutkan sikap lama untuk mencari "bahasa yang kuat" di Laut China Selatan dalam pernyataan bersama pasca-KTT.
"Ada sedikit alasan untuk berpikir bahwa Vietnam akan bertindak berbeda kali ini, terutama mengingat kepemimpinan ASEAN tahun ini," ujar Le.
Adapun Malaysia, Filipina, dan Vietnam masing-masing mengalami konfrontasi antara kapal mereka dan kapal Pemerintah China.
Dalam kasus Malaysia, pengeboran yang dikontrak oleh perusahaan minyak negara Petronas selama berbulan-bulan dioperasikan dekat dengan kapal survey China bernama Haiyang Dizhi 8.
Para analis mengungkapkan, kapal China dikerahkan untuk mengganggu operasi pengeboran dan kapal pasokannya, dalam sinyal dari Beijing bahwa mereka tidak senang dengan eksplorasi energi sepihak negara Asia Tenggara di perairan itu.
China mengklaim hampir keseluruhan perairan sebagai bagian dari "garis sembilan" yang kontroversial.