Luar Negeri

Perempuan dan Anak Perempuan Rentan Kekerasan Seksual Selama Lockdown, Tertular AIDS Lebih Tinggi

Data awal dari lockdown atau penguncian di seluruh dunia menunjukkan lonjakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Editor: M Nur Pakar
cfi.co
Direktur Eksekutif UNAIDS, Winnie Byanyima 

SERAMBINEWS.COM, JENEWA - Data awal dari lockdown atau penguncian di seluruh dunia menunjukkan lonjakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Winnie Byanyima, Direktur Eksekutif UNAIDS, Senin (6/7/2020) mengatakan perempuan dan anak perempuan sangat rentan terhadap kekerasan seksual selama penguncian.

Dia menilai kondisi itu memiliki risiko lebih tinggi tertular HIV/AIDS.

"Kita tahu wanita yang mengalami kekerasan seperti itu 1,5 kali lebih tinggi tertular HIV,” katanya.

Dia menambahkan wanita yang tidak mengalami kekerasan tidak memiliki risiko tertular AIDS.

"Respons pandemi yang berhasil harus berakar pada hak asasi manusia, berbasis bukti, dipimpin oleh masyarakat, dan didanai penuh,” ujarnya.

Dia berharap semuanya harus mempelajari sekali, tetapi untuk semua, sehingga kekerasan dalam rumah tangga tidak menjadi momok menakutkan bagi kaum perempuan.

Penelitian baru-baru ini mengungkapkan lokcdown memiliki dampak tidak proporsional pada orang-orang LBGTQ.

Apalagi, seperempat responden survei positif HIV dan sekarang tidak memiliki akses ke obat-obatan karena kurungan di rumah.

Satu model yang dijalankan bersama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan virus Corona mengganggu program pengobatan HIV selama enam bulan.

Sehingga, akan dapat menyebabkan 500.000 orang lagi meninggal akibat AIDS.

Angka-angka baru tentang epidemi AIDS global menunjukkan beberapa keberhasilan besar, seperti lebih sedikit kematian dan infeksi baru.

Tetapi ada juga beberapa kegagalan tragis.

Dilansir AFP, Senin (7/6/2020), hanya setengah dari anak-anak dengan HIV, virus yang menyebabkan penyakit, mendapatkan perawatan.

“Kami membuat kemajuan besar dalam melawan epidemi HIV, tetapi kabar buruknya anak-anak tertinggal,” kata Dr Shannon Hader, wakil direktur eksekutif UNAIDS.

Badan PBB melaporkan angka tahun lalu di awal konferensi AIDS internasional, Senin (6/7/2020).

Kemajuan melawan HIV juga sedang dilukai oleh penyakit menular lain, virus Corona baru.

Empat tahun lalu, PBB menetapkan tujuan untuk membatasi infeksi HIV dan meningkatkan pengobatan pada akhir tahun 2020.

Tetapi semuanya terlewatkan karena pandemi virus Corona menghambat akses perawatan.

"Kami sudah keluar jalur untuk target 2020, tetapi virus Corona akan meledakkan kami sepenuhnya," kata Direktur Eksekutif UNAIDS, Winnie Byanyima.

Sekitar 1,7 juta infeksi HIV baru terjadi pada 2019, turun 23 persen sejak 2010, tetapi jauh dari target pengurangan 75persen.

Afrika Timur dan Selatan sangat mengekang infeksi baru, tetapi meningkat di tempat lain.

Sekitar 20 pesen sejak 2010 di Amerika Latin, Timur Tengah dan Afrika Utara, dan 72 persen  di Eropa Timur dan Asia Tengah.

"Kami memiliki negara-negara di wilayah lain yang sedang menumbuhkan gelombang epidemi berikutnya di kalangan anak muda," kata Hader.

“Kami masih melihat 150.000 anak-anak terinfeksi HIV baru setiap tahun,” tambahnya.

Di sub-Sahara Afrika, anak perempuan dan perempuan muda mencapai 10% dari populasi.

Tetapi merupakan 25 persen dari infeksi HIV baru.

Dalam banyak kasus, wanita hamil tidak dites atau tidak menggunakan obat yang dapat mencegah penyebaran virus ke bayi mereka, kata Byanyima.

Di seluruh dunia, 38 juta orang memiliki HIV dan 81 persen dari mereka menyadarinya.

Sekitar 25,4 juta sedang dalam perawatan, tiga kali lipat dari jumlah 2010.

Sekitar 67 persen orang dewasa dengan virus ini mendapatkan perawatan.

Tetapi hanya 53 persen anak-anak dan remaja, yang berarti 840.000 dari mereka kehilangan obat untuk menyelamatkan jiwa.

“Kami membutuhkan ilmu pengetahuan untuk anak-anak untuk mengembangkan perawatan yang lebih mudah,” kata Byanyima.

“Sangat sulit jika Anda seorang anak ... 5, 6 atau 7 ... untuk minum tablet setiap hari selama sisa hidup Anda,” ujarnya.

Dia menambahkan atau harus menyembunyikan penggunaan obat setiap hari untuk menjaga kerahasiaan status HIV. karena stigma di sekitar penyakit.

Di banyak negara, Byanyima mengatakan, petugas kesehatan telah beralih ke memerangi virus Corona.

Persediaan obat-obatan dan kondom telah terganggu karena terkunci dan banyak klinik kesehatan telah tutup.

Dr Anton Pozniak, kepala konferensi AIDS dan spesialis HIV di Chelsea dan Rumah Sakit Westminster di London, mengatakan banyak pasien HIV telah menunda mencari perawatan.

“Mereka takut terkena virus corona, bahkan takut obat-obatan dikirim ke rumah mereka karena tidak ingin paket dan obat datang yang mungkin mengungkapkan status HIV mereka, katanya.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved