Berita Aceh Tenggara
Sering Ditegur, Kontraktor Proyek PLTMH Lawe Sikap tak Bayar Pajak Galian C, Ini Penjelasan BPKD
Pihak kontraktor (rekanan) yang mengerjakan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Lawe Sikap di Lawe Sikap, Kecamatan...
Penulis: Asnawi Luwi | Editor: Jalimin
Laporan Asnawi Luwi |Aceh Tenggara
SERAMBINEWS.COM, KUTACANE - Pihak kontraktor (rekanan) yang mengerjakan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Lawe Sikap di Lawe Sikap, Kecamatan Babussalam, Kabupaten Aceh Tenggara, tidak melunasi pajak galian C tahun 2018/2019.
"Kita sudah tiga kali layangkan surat teguran ke pihak PLTMH Lawe Sikap untuk segera melunasi pajak galian C selama dua tahun. Tetapi, sepertinya mereka tak respon alias tak menggubris surat yang ditanda tangani Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Aceh Tenggara, Hattaruddin," ujar Kepala Bidang (Kabid) Pendapatan BPKD Aceh Tengah, M Rizal Ketaren, kepada Serambinews.com, Sabtu (11/7/2020).
Kata dia, pasokan material galian C dan stone cruisher untuk proyek PLTMH Lawe Sikap kapasitas 7,2 Megawatt. Dan, pasokan material galian C tersebut dipasok oleh para pemilik tambang galian C atau stone cruisher.
Disini, katanya, ada dua sisi pajak galian C yang belum dibayarkan yakni pada proyek kontrak PLTMH Lawe Sikap dan dari pemilik tambang galian C atau stone cruisher.
Pihak BPKD Aceh Tenggara sudah meminta kepada pihak perusahaan atau kontraktor yang bertanggungjawab terhadap proyek pekerjaan PLTMH Lawe Sikap untuk menyerahkan kontrak proyek pembangunan PLTMH Lawe Sikap.
Namun, mereka enggan menyerahkan kontrak proyek pembangunan PLTMH Lawe Sikap. Sehingga mereka tidak mengetahui berapa banyak material galian C, stone cruisher yang terpakai dalam proyek pembangunan PLTMH Lawe Sikap selama dua tahun.
• Hari ini, DPRK Aceh Tengah Gelar Rapat Paripurna Prosesi Perdamaian Bupati dan Wakil Bupati
• Dua Warga Aceh Timur Diambil Sampel Swab Setelah Hasil Rapid Test Reaktif
Seperti diberitakan sebelumnya, aktivitas proyek pembangunan Pembangkit Listrik Mikroidro (PLTM) Lawe Sikap, Aceh Tenggara sangat tinggi bahkan informasinya direncanakan rampung pekerjaan akhir 2019. Namun, disinyalir pihak rekanan tidak pernah membayarkan pajak Galian C, mineral bukan logam dan bebatuan mencapai Rp 4.000 per kubik untuk kebutuhan galian C dalam proyek pembangkit tenaga listrik itu.
Kondisi iin, katanya, sangat merugikan pendapatan asli daerah (PAD) dan terindikasi terjadinya dugaan korupsi dan merugikan Pemkab Aceh Tenggar.
Kabid Pendapatan Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Aceh Tenggara, M Rizal Ketaren SE MSi, Kepada Serambinews.com, Sabtu (29/6/2019) mengatakan, sejak adanya aktivitas proyek pembangunan proyek PLTM Lawe Sikap, mereka baik dari pihak perusahaan proyek pembangunan PLTM Lawe Sikap maupun pihak ketiga sebagai pemasok material bebatuan dan pasir dan jenis lainnya tidak pernah menyetorkan pajak mineral bukan logam dan bebatuan sebesar Rp 4.000 per kubik sesuai dengan Perbup Aceh Tenggara Nomor 7 tahun 2014, tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Bebatuan.
Ia meminta dari pihak Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Jakarta untuk mengaudit aliran dana yang ditransfer pihak perusahaan sebagai pemasok material batu pecah maupun jenis lainnya sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Disini, katanya, akan terlihat berapa banyak kebutuhan tersebut dan juga kita akan mengetahui berdasarkan lokasi luasnya pekerjaan proyek PLTM Lawe Sikap tersebut.
• 37 Pasangan ABG Digerebek Rayakan Ultah dengan Pesta Seks: Laki-laki 15 Tahun, Perempuan 13 Tahun
Seperti diketahui, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh, M Nur meminta agar pembangunan PLTMH Lawe Sikap Aceh Tenggara harus memperhatikan izin lingkungan.
Pembangunan PLTMH di Lawe Sikap, Kecamatan Darul Hasanah, Agara diwajibkan memikili dokumen lingkungan hidup dalam skala UKL-UPL.
M Nur mengatakan, PLTMH adalah instalasi pembangkit listrik tenaga air dengan kapasitas pembangkitan rendah/lebih kecil dari 10 MW.
Sebagian besar PLTMH menggunakan sistem/jenis run of the river (ROR), yaitu memanfaatkan aliran sungai secara alamiah dengan mengubah lajur aliran air menuju turbin melalui pipa.
Melalui pipa pesat air diterjunkan untuk memutar turbin yang berada di dalam rumah pembangkit. Pada prinsipnya PLTMH memanfaatkan beda ketinggian dan jumlah debit air perdetik yang ada pada aliran air irigasi, sungai atau air terjun. Aliran air ini akan memutar poros turbin sehingga menghasilkan energi.
Makanya, pembangun harus memperhatikan dampak lingkungan hidup. Pasal 22 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menetapkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup.
"Selain itu juga harus diperhatikan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan," kata M Nur.(*)
• Info Lowongan Kerja Untuk Lulusan SMK hingga Diploma, Simak Posisi yang Dibuka
• Jokowi Revisi Aturan Kartu Prakerja, Peserta Wajib Kembalikan Uang Bantuan Apabila Tak Penuhi Syarat
• Komnas HAM Desak Kapolri Tindak Polisi Penyiksa Sarpan, Saksi Kasus Pembunuhan di Sumut