Berita Bener Meriah

Tidak Siap Menikah, Kasus Perceraian di Bener Meriah Didominasi Ibu-ibu Muda

“Mereka ini sebenarnya tidak siap untuk menikah, selain ada faktor ekonomi, juga konflik rumah tangga, karena sama-sama masih dibawah umur...

Penulis: Budi Fatria | Editor: Nurul Hayati
IST
Ilustrasi 

“Mereka ini sebenarnya tidak siap untuk menikah, selain ada faktor ekonomi, juga konflik rumah tangga, karena sama-sama masih dibawah umur, pekerjaan belum jelas, masih bergantung kepada orang tua, emosinya belum stabil. Orang yang sudah mapan saja masih ada percekcokan dalam rumah tangga, apalagi mereka ini menikah dibawah umur (dispensasi kawin),” bebernya.

Laporan Budi Fatria | Bener Meriah

SERAMBINEWS.COM, REDELONG – Angka perceraian di Kabupaten Bener Meriah terbilang cukup tinggi pada tahun 2019, yaitu sebanyak 300 lebih kasus dan didominasi cerai gugat.

Panitera Mahkamah Syariah Simpang Tiga Redelong, Sukna kepada Serambinews.com, Rabu (15/7/202) menyebutkan, data Januari sampai dengan Juli 2020, perkara yang masuk ke Mahkamah Syariah Simpang Tiga Redelong sebanyak 256 perkara.

Disebutkannya, dari 256 perkara, di antaranya sebanyak 200 perkara gugatan, kemudian sebanyak 51 perkara permohonan, serta sebanyak 5 perkara jinayat. 

Lanjutnya, dari 256 perkara tersebut didimoninasi kasus istri yang menggugat suami (cerai gugat) sebanyak 117 perkara, dan suami mencerai istri (cerai talak) sebanyak 71 perkara. 

“Kasus perceraian didominasi oleh ibu-ibu muda satu anak, bisa dibilang masih produktif. Ada juga yang pernikahan kedua, itu rata-rata yang sudah berumur,” ujar Sukna.

Menurutnya, yang melakukan perceraian kebanyakan pihak perempuan, hanya saja dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, perceraian yang diajukan oleh pihak suami tahun ini juga terbilang tinggi.

Daftar Harga iPhone Terbaru Juli 2020, iPhone 7 Plus hingga iPhone 11 Pro Max

Seperti tahun 2017  lebih banyak cerai gugat, sedangkan tahun 2019 sampai 2020 ini banyak juga yang cerai talak.

“Walaupun secara persentase masih lebih banyak cerai gugat, setiap tahunnya meningkat,” ungkapnya.

Terkait tingginya kasus perceraian, Sukna menilai sebenarnya banyak faktor.

Seperti dispensasi kawin (pernikahan dibawah usia 19 tahun), setahun setelah menikah kemudian mereka datang lagi ke Mahkamah Syariah Simpang Tiga Redelong untuk bercerai.

“Mereka ini sebenarnya tidak siap untuk menikah, selain ada faktor ekonomi, juga konflik rumah tangga, karena sama-sama masih dibawah umur, pekerjaan belum jelas, masih bergantung kepada orang tua, emosinya belum stabil. Orang yang sudah mapan saja masih ada percekcokan dalam rumah tangga, apalagi mereka ini menikah dibawah umur (dispensasi kawin),” bebernya.

Untuk meminimalisir angka perceraian, ia berharap, bagi instansi terkait maupun pihak kampung kalau bisa melakukan sosialisasi atau menggelar pra nikah.

Dengan memberikan materi tentang pernikahan bagi pemuda pemudi yang belum menikah, agar ketika mereka sudah menikah bisa mendapat pemahaman yang matang.

Sehingga angka perceraian bisa menurun. (*)

Kejari Pijay Salurkan Bantuan untuk Panti Asuhan dan Seratusan Warga Miskin

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved