Idul Adha 1441 H
Pembagian Daging Hewan Kurban Berdasarkan Status Hukumnya, Begini Penjelasan Ustaz Masrul Aidi
Ketentuan pembagian hewan kurban berbeda menurut status (hukum) kurban.
Penulis: Yeni Hardika | Editor: Mursal Ismail
Ketentuan pembagian hewan kurban berbeda menurut status (hukum) kurban.
Laporan Yeni Hardika | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM - Hanya tinggal menghitung hari, umat muslim di seluruh dunia akan memperingati Hari Raya Idul Adha 1441 Hijriah.
Seperti dikutip dari Wartakota.tribunnews.com, Hari Raya Idul Adha 1441 H diprediksi jatuh pada akhir bulan Juli 2020.
Muhammadiyah sudah menetapkan 10 Dzulhijjah sebagai peringatan Idul Adha 1441 H/2020 jatuh pada tanggal 31 Juli 2020.
Sementara itu, Nadhlatul Ulama (NU) masih menunggu Sidang Isbat oleh Kementerian Agama (Kemenag) RI yang dilakukan pada 21 Juli nanti.
Dalam perayaan Idul Adha, terdapat dua ibadah yang dikerjakan oleh sebagian umat muslim.
Salah satunya ialah ibadah kurban.
• Buat Surat Jalan Djoko Tjandra, Brigjen Prasetijo Utomo yang Telah Dicopot akan Dijerat Pidana
• Mau Jadi Kepala Sekolah atau Pengawas? Kemendikbud Buka Program Guru Penggerak, Baca Syaratnya!
• Pelaku yang Sodomi 2 Bocah di Peukan Bada, Punya Kebiasaan Aneh saat Berhubungan Intim dengan Istri
Ibadah kurban sebagaimana diketahui dilaksanakan bagi umat muslim yang belum mampu atau belum memiliki kesempatan melakukan ibadah haji.
Tentu saja, dalam pelaksanaannya ada beberapa ketentuan serta ilmu yang harus dipahami, baik mereka yang sedang berkurban maupun panitia pelaksananya.
Salah satunya ialah ketentuan pembagian daging hewan yang dikurbankan.
Dalam hal ini, Serambinews.com menghubungi langsung Ustaz Masrul Aidi, Lc, penceramah sekaligus pimpinan pondok pesantren (Ponpes) Babul Maghfirah di Aceh Besar.
Komunikasi bersama Ustaz Masrul melalui percakapan via WhatsApp pada hari Kamis (16/7/2020) yang membahas seputar pelaksanaan qurban.
Termasuk di dalamnya tentang pembagian daging kurban sesuai dengan status hukumnya.
Berikut penjelasan yang dipaparkan oleh Ustad Masrul Aidi.
Hukum kurban
Ustaz Maasrul Aidi menjelaskan hukum melaksanakan kurban adalah sunnah muakat.
Dalam ketentuan hukum ini, kata ustad Masrul, sifatnya adalah kifayah menurut mayoritas para ulama, yakni Imam Maliki, Hambali dan Syafi’i.
Makna sunat kifayah adalah setiap jiwa disunatkan untuk berkurban.
Hukum kurban menjadi makruh bagi yang mampu tapi tidak melaksanakan.
Sementara jika ada salah seorang dalam satu keluarga yang mampu melaksanakan kurban, maka hukum makruh terhadap anggota keluarga lainnya gugur.
Hukum kurban bisa menjadi wajib karena sebab nazar.
Ustaz Masrul Aidi mencontohkan jika seorang memiliki seekor kambing dan berkata kambing itu adalah kurban.
Maka jatuhlah hewan tersebut menjadi kurban yang wajib karena nazar.
“Seumpama nazar adalah seorang yang memiliki seekor kambing misalnya, mengatakan "kambing ini adalah kurban.
Ucapan demikian menjadikan kambing tersebut sebagai kurban yang wajib karena sebab nazar,” terang Ustaz Masrul melalui penjelasannya via pesan WhatsApp.
Pembagian daging kurban
Ketentuan pembagian hewan kurban berbeda menurut status (hukum) kurban.
Ustaz Masrul memaparkan, jika kurban itu berstatus wajib, maka wajiblah hewan kurban itu disedekahkan seutuhnya.
Mulai dari kulit, tanduk, daging dan juga tulangnya.
Sedangkan kurban dengan status sunnah, yang paling utama peruntukannya dibagi menjadi tiga bagian.
“Sebagian besar disedekahkan, sebagian untuk konsumsi keluarga dan handai taulan, dan sebagiannya lagi untuk disimpan sebagai stok pangan saat dibutuhkan,” papar utad Masrul.
Ustaz Masrul menambahkan untuk kurban status sunnah, tidak ada batasan berapa banyak pemilik boleh menerima jatahnya.
“Bahkan ada pendapat yang mengatakan pemilik boleh mengambil seluruhnya, mungkin ini kategori qurban minimalist,” tambahnya.
Berbeda pada kurban status wajib, bila pemilik atau ahli waris pemilik memakan sedikit saja, maka wajib diganti dengan daging lain.
Daging yang diganti ini kemudian disedekahkan kepada fakir dan miskin.
Hal lainnya juga disampaikan oleh ustaz Masrul berkaitan daging hewan qurban.
Baik kulit dan bagian lain dari hewan qurban, tidak boleh dijual dan dijadikan sebagai ongkos bagi panitia penyembelih.
Apabila ini dilakukan, maka hukum kurban menjadi batal. (*)