Feature

Kisah Nelayan Aceh Ditangkap di Thailand: Mustafa Jera, Baru Pertama Ikut Melaut Langsung Ditangkap

“Awalnya saya ingin mencari pengalaman, tidak tahunya, juga mendapat pengalaman ditangkap dan dipenjara di luar negeri,” kenang Mustafa.

Penulis: Fikar W Eda | Editor: Nurul Hayati
For: Serambinews.com
Nelayan Aceh karena dianggap di bawah umur dipulangkan ke Indonesia. (Mustafa, paling kanan). 

“Awalnya saya ingin mencari pengalaman, tidak tahunya, juga mendapat pengalaman ditangkap dan dipenjara di luar negeri,” kenang Mustafa.

 Laporan Fikar W Eda | Jakarta

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Mustafa (17 tahun) merasa lega, sesaat setelah roda pesawat Garuda dengan nomor penerbangan GA 867 ETA mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Kamis (16/7/2020), pukul 17.45 WIB.

Ia terbang dari Bangkok, Thailand.

Mustafa merupakan salah seorang dari enam nelayan asal Aceh yang dipulangkan dari Thailand, setelah menjalani pemeriksaan dan penahanan selama tiga bulan di Phang Nga, Phuket Thailand Selatan.

Mustafa adalah nelayan yang ditangkap Pemerintah Thailand, karena dinilai memasuki wilayah perairan negara itu tanpa izin.

“Alhamdulillah, saya akhirnya bisa pulang ke Indonesia. Terima kasih kepada Pemerintah Aceh. Terima kasih kepada Pak Plt Gubernur, Pak Bupati dan seluruhnya, termasuk masyarakat, keluarga semuanya,” ujar Mustafa di Kantor Perwakilan Aceh di Jalan Indramayu No.1 Menteng, Jakarta, Pusat, Jumat (17/7/2020).

Mustafa, penduduk Idi Cut Matang Pineung, Aceh Timur adalah anak buah kapal (ABK) KM Tuah Sultan Baru.

Cek Prakiraan Cuaca di Sebagian Aceh untuk Tiga Hari Kedepan

Ada 24 ABK di kapal tersebut.

“Kapal mati mesin di tengah laut saat kami menangkap ikan. Tapi sebetulnya, saat mesin kapal mati, kami masih berada di perairan Indonesia,” cerita Mustafa.

Kapal kemudian hanyut dibawa arus laut dan saat itulah mereka ditangkap aparat keamanan Thailand.

Sebab ternyata, kapal hanyut memasuki wilayah perairan Thailand.

Peristiwa ini terjadi pada 8 Maret 2020 silam.

Seluruh AKB KM Tuah Sulan kemudian ditahan, setelah melalui proses pemeriksaan yang sangat ketat.

Mereka kemudian dipindahkan ke penjara Phang Nga, Phuket.

Mustafa dinilai masih anak-anak, karena berusia 17 tahun.

12 Kios Ilegal di Terminal Sigli, Wabup Pidie: Segera Ditertibkan, Tidak Boleh Serobot Tanah Negara

Ada tiga anak seusia Mustafa di KM Tuah Sultan, yakni Israfil Kasan, dan Hamdan.

Karena masih dianggap anak-anak, ketiganya menjalani proses hukum yang berbeda dari nelayan dewasa, termasuk tempat penahanan.

Mustafa bersama seluruh awak ABK Tuah Sultan  disidang oleh pengadilan setempat 16 Mei 2020.

21 orang di antaranya dinyatakan bersalah.

Sementara Mustafa, Israfil, dan Hamdan karena dianggap masih di bawah umur kemudian dipulangkan.

ABK Tuah Sultan lainnya masih mendekam di penjara.

Ke-21 nelayan tersebut harus membayar denda, 250.000 bath bagi nahkoda dan 150.000 bath bagi nelayan atau kru.

Jika gagal membayar denda, maka akan diganti dengan hukuman badan tidak lebih satu tahun, potong masa tahanan sementara bagi nahkoda/kapten kapal dan tidak lebih 300 (tiga ratus) hari, potong masa tahanan sementara bagi kru kapal.

Mustafa mencatat, ada tiga bulan lebih ia ditahan di penjara.

Mereka menjalani puasa Ramadhan di penjara.

Idul Fitri tidak mereka jalani, sebab tidak mengetahui penetapan Idul Fitri di negara tersebut.

“Kami tidak Lebaran. Tidak tahu informasi. Saya juga tidak bisa penuh puasa. Hanya bisa 10 hari. Nanti saya akan ganti puasa itu,” janji Mustafa.

Warga Lhokseumawe, Ada Layanan Pemeriksaan Kesehatan Hewan Kurban Gratis di DKPP

Bagi Mustafa yang hanya lulusan Sekolah Dasar (SD) di kampungnya ini adalah pengalaman pertamanya ikut melaut mencari ikan dan gabung dengan kapal penangkap ikan.

“Awalnya saya ingin mencari pengalaman, tidak tahunya, juga mendapat pengalaman ditangkap dan dipenjara di luar negeri,” kenang Mustafa.

Ia merasa jera dan tidak ingin ikut kapal nelayan lagi.

Ia ingin mencari pekerjaan lain, selain melaut.

 “Cukup. Saya tidak mau ikut kapal lagi,” tukas Mustafa.

Ia berharap Gubernur Aceh bisa mendengarkan nasibnya, sehingga ia tidak perlu lagi turun ke laut.

Mustafa adalah anak yatim piatu, kedua orang tuanya sudah berpulang ke rahmatullah.

Ia ingin mengubah nasib dan memperjuangkan hidup yang lebih baik.

Tapi tidak mau ikut kapal ikan lagi. (*) 

Seratusan Perempuan dan Anak Terdampak Covid-19 di Lhokseumawe Terima Bantuan

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved