Luar Negeri
Sudan Cabut Hukum Syariat Islam, Warga Gelar Aksi Protes di Ibu Kota Khartoum
Para pemrotes berkumpul di jalan-jalan ibu kota usai Shalat Jumat kemarin di bagian Timur dan Utara kota itu menurut koresponden dari media Perancis A
SERAMBINEWS.COM, KHARTOUM - Puluhan warga Sudan protes di ibu kota Khartoum pada Jumat (17/7/2020).
Mereka protes terhadap putusan pemerintah yang mereka anggap sebagai anti-Islam.
Keputusan pemerintah Sudan pada Senin lalu (13/7/2020), mengizinkan non-Muslim untuk mengonsumsi minuman beralkohol (miras) dan mencabut hukum cambuk dicap sebagai anti-Islam.
Kementerian Kehakiman Nasredeen Abdulbari mengatakan pada Sabtu kemarin (18/7/2020) bahwa mayoritas Muslim Sudan kini "mengizinkan non-Muslim untuk mengonsumsi minuman beralkohol selama tidak mengganggu ketertiban dan tidak melakukannya di tempat umum."
Dia juga mengatakan bahwa Muslim yang murtad ke agama lain tidak akan didiskriminalisasi.
Pengumuman itu muncul setelah negara itu juga melarang dan memberi pidana bagi mereka yang melakukan sunat terhadap alat kelamin perempuan.
Para pemrotes berkumpul di jalan-jalan ibu kota usai Shalat Jumat kemarin di bagian Timur dan Utara kota itu menurut koresponden dari media Perancis AFP.
Mereka meneriakkan, "Hukum Allah tidak bisa diganti!" dan membawa papan bertuliskan, "Katakan 'tidak' untuk sekulerisme".
Pemrotes lainnya mengatakan, "Hamdok, Khartoum bukan New York" seraya menunjuk Perdana Menteri Sudan, Abdalla Hamdok yang memimpin transisi pemerintahan negara itu.
Hamdok akhir bulan lalu berjanji akan mengumumkan keputusan yang mungkin memiliki 'dampak besar' bagi negara itu.
Akibat demonstrasi itu, pasukan keamanan memblokir jalan-jalan di Khartoum tengah dan di jembatan yang menghubungkan ibu kota itu dengan kota kembarnya, Omdurman.
Sebelum pemerintahan transisi yang dipimpin PM Sudan Abdallah Hamdok itu, Presiden Omar Bashir pada April tahun lalu digulingkan setelah 30 tahun memimpin dan mengatur jalan bagi pemerintahan sipil.
Tergulingnya Presiden Omar Bashir terjadi pasca demonstrasi massal sejak Desember 2018 di Sudan.
Ekstremis sebagian besar berada di antara demonstrasi nasional itu.
Selama 30 tahun kepemimpinan Bashir, negara itu mengadopsi hukum Islam yang lebih radikal dan menjadi tuan rumah pendiri Al Qaeda, Osama bin Laden antara 1992-1996.
Rezim Bashir itu juga menerapkan hukum cambuk dan mengirim relawan yang mereka sebut jihadis dalam perang saudara dengan warga Sudan di Selatan.
Amerika Serikat (AS) memasukkan Sudan dalam daftar hitam negara yang mendukung terorisme yang akhirnya menghancurkan perekonomian negara itu.
Sudan Cabut Syariat Islam, Non-Muslim Boleh Minum Miras, Hukum Cambuk Ditiadakan
Setelah 30 tahun lamanya Pemerintahan Islam memimpin negeri Sudan, kini, rezim negara itu mencabut Hukum Syariat Islam.
Dengan demikian, non-Muslim diizinkan untuk minum miras, hukum cambuk ditiadakan, dan hukuman bagi murtad juga dihapus.
"Kami akan menurunkan semua hukum yang melanggar hak-hak manusia di Sudan," ungkap Menteri Kehakiman, Nasredeen Abdulbari.
Melansir BBC, UU terkait peraturan baru tersebut sudah disahkan pekan lalu tapi ini adalah penjelasan publik pertama yang mengumumkan tentang isi RUU.
Selain itu, Sudan juga telah melarang praktik sunat terhadap perempuan atau Female Genital Mutilation (FGM).
Di bawah UU baru, para wanita tidak lagi memerlukan izin dari laki-laki untuk bisa bepergian ke mana saja bersama anak-anak mereka.
Reformasi Sudan ini muncul setelah penguasa lama Omar Al Bashir digulingkan tahun lalu menyusul protes besar-besaran di jalanan.
Ada pun pemerintah Sudan saat ini merupakan kombinasi yang tidak mudah dari kelompok-kelompok yang menggulingkan Bashir dan mantan sekutunya di militer dan akhirnya melakukan kudeta terhadapnya.
Apa itu UU baru miras?
Menurut Abdulbari kepada TV lokal, non-Muslim kini diizinkan untuk mengonsumsi miras secara pribadi, meski begitu, larangan untuk minum miras kepada umat Islam masih diberlakukan.
Melansir laporan Tribun Sudan, non-Muslim juga masih bisa dihukum jika tertangkap sedang minum miras bersama rekannya yang beragama Islam.
Menurut Abdulbari, pemerintah tengah mencoba mengamankan hak-hak asasi non-Muslim di negara itu, yang jumlahnya sekitar 3 persen dari populasi.
Para non-muslim ini selain diizinkan minum miras, juga diperbolehkan mengimpor dan menjualnya.
"Kami ingin menghancurkan segala bentuk diskriminasi yang diberlakukan oleh rezim lama dan bergerak menuju kesetaraan kewarganegaraan dan transformasi demokratis," ungkap Abdulbari.
UU tersebut mulanya disetujui pada April lalu, tapi menurut wartawan BBC Mohamed Osman di Khartoum, UU itu baru diberlakukan sekarang.
Bagaimana dengan perubahan lainnya?
Hingga kini, siapa pun yang dihukum karena murtad (keluar dari keyakinan Islam) dapat menghadapi hukuman mati.
Kasus paling terkenal adalah Meriam Yehya Ibrahim Ishag.
Seorang wanita hamil yang dijatuhi hukuman gantung setelah menikah dengan seorang pria beragama Kristen pada 2014 lalu.
Melansir AFP, dia berhasil melarikan diri dari negara itu dengan pergi ke AS namun hukum yang menargetkan mereka yang telah dianggap murtad tetap ada dalam buku UU negara itu sampai sekarang.
Seseorang yang mendeklarasikan dirinya telah murtad adalah "ancaman bagi keamanan dan keselamatan masyarakat," kata Abdulbari.
Sebelumnya, di bawah rezim Bashir, polisi moral akan melakukan cambuk di depan umum untuk berbagai pelanggaran ringan, tapi kini menurut Abdulbari, hukuman cambuk telah dicabut.
Ada pun perubahan terbaru tentang UU ketertiban umum yang membatasi bagaimana perempuan harus bertindak dan berpakaian di hadapan umum juga dicabut pada November lalu.
Penerapan hukum Islam yang keras pada era 1980-an adalah faktor kunci dalam perang saudara yang berlangsung lama di Sudan.
Pada akhirnya mengarah pada kemerdekaan bagi Sudan Selatan, di mana di sana diduduki mayoritas orang beragama Kristen atau mereka yang mengikuti agama tradisional.
• Fraksi PKS Minta Pemko Fokus Pengawasan Syariat dan Benahi Masalah Air Bersih
• Pria di Cianjur Tega Jual Istri Via Online, Keuntungan Dipotong 25 Persen
• Presiden Jokowi Sebut 5 Provinsi Ini Terbaik Tangani Covid-19, Termasuk Aceh dan Sumatera Barat
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hukum Islam Dicabut, Puluhan Warga Sudan Protes di Ibu Kota Khartoum",