Program Organisasi Penggerak Kemendikbud Dipertanyakan, NU dan Muhammadiyah Mundur
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Fraksi Demokrat Dede Yusuf Macan memastikan akan memanggil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Muhammadiyah dan LP Ma'arif Nadhlatul Ulama (NU) resmi menyatakan mundur dari program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Para wakil rakyat di Senayan, ikut angkat bicara.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Fraksi PKS Abdul Fikri Faqih meminta program tersebut ditarik apabila membuat kisruh di lapangan.
"Sebaiknya segera evaluasi. Atau tarik saja program ini kalau ternyata bikin kisruh di lapangan," ujar Abdul, Kamis (23/7/2020).
Sementara terkait dugaan Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation yang lolos masuk program tersebut, Abdul mengatakan seharusnya dua lembaga itu selayaknya diajak resource sharing.
Sehingga dua lembaga tersebut dapat mengalokasikan anggarannya untuk membantu masyarakat di dunia pendidikan dan bukannya menerima hibah Rp20 miliar seperti yang diisukan.
• Jokowi Sebut Keadaan Sangat Sulit, Namun Mulai Optimis Kondisi Perekonomian Terkini
• Mendikbud Nadiem Ingin Sederhanakan Kurikulum, Tapi Bantah Akan Lebur Pelajaran Agama dengan PPKN
• Minggu Depan, Nadiem Makarim Umumkan Mekanisme dan Syarat Pembukaan Sekolah
"Dua lembaga itu selayaknya diajak resource sharing dengan Kemendikbud untuk program pemajuan pendidikan dan kebudayaan. Kemendikbud dengan APBN dan dua lembaga itu pakai CSR mereka," kata dia.
"Jadi bukan malah mereka dapat hibah dari Kemendikbud, tapi sebaliknya mereka mengalokasikan anggarannya untuk membantu masayarakat di dunia pendidikan. Jadi jumlah sasarannya semakin banyak," lanjutnya.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Fraksi Demokrat Dede Yusuf Macan memastikan akan memanggil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim setelah masa reses selesai.
Pemanggilan itu terkait Program Organisasi Penggerak (POP) yang diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan menjadi bahan perbincangan masyarakat beberapa hari terakhir.
"Komisi X sudah sepakat nanti akan segera memanggil mas menteri," Dede memastikan.
• Erick, Nadiem, dan Wishnutama Ngaku Berat Jadi Menteri Jokowi, Begini Reaksi Najwa Shihab
• Polemik Bayar SPP Pakai GoPay, Nadiem Makarim: Bukan Kebijakan Kemendikbud, Itu Kompetisi Pasar
• Komentari Kebijakan Nadiem Makarim Bakal Hapus UN, Fahri Hamzah: Katanya Enggak Ada Visi Menteri?
"Poinnya adalah kita nggak jelas kriteria Program Organisasi Penggerak seperti apa, sehingga akhirnya bisa memasukkan perusahaan-perusahaan besar yang bergerak dengan CSR," kata dia.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Iwan Syahril saat dikonfirmasi memjelaskan Program Organisasi Penggerak (POP) memiliki tiga skema pembiayaan. Skema pembiayaannya diantaranya melalui murni Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pembiayaan mandiri dan dana pendamping (matching fund).
Sejumlah organisasi penggerak akan menggunakan pembiayaan mandiri dan matching fund. Pembiayaan POP juga dapat dilakukan secara mandiri atau berbarengan dengan anggaran yang diberikan pemerintah.
"Organisasi dapat menanggung penuh atau sebagian biaya program yang diajukan," ujar Iwan.
Kemendikbud tetap melakukan pengukuran keberhasilan program melalui asesmen dengan tiga instrumen.
• Nadiem Makarim Bakal Hapus Ujian Nasional, Jusuf Kalla Sebut Dampaknya Tidak Sepele
Pertama, Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter (SD/SMP). Kedua, instrumen capaian pertumbuhan dan perkembangan anak (PAUD). Ketiga, pengukuran peningkatan motivasi, pengetahuan, dan praktik mengajar guru dan kepala sekolah.
Selain itu, proses seleksi yayasan atau organisasi yang memilih skema pembiayaan mandiri dan matching fund juga dilakukan dengan kriteria yang sama dengan para peserta lain yang menerima anggaran negara.
"Dengan menggandeng organisasi atau yayasan yang fokus di bidang pendidikan, Kemendikbud ingin meningkatkan kontribusi finansial di bidang yang menyentuh seluruh masyarakat Indonesia," kata Iwan.
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP) yang telah diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Pengunduran diri tersebut dilayangkan melalui surat kepada Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud.
Dalam surat yang ditandatangani oleh Ketua Majelis Dikdasmen Muhammadiyah Kasiyarno, organisasi Islam tersebut menyatakan mundur dari POP.
• Komisi III DPRA Bahas Pencabutan Qanun Penyelesaian Kerugian Pemerintah Aceh
"Setelah mengikuti proses seleksi POP dan memperhatikan perkembangan yang muncul di masyarakat tentang POP di Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud RI, dengan ini kami sampaikan bahwa persyarikatan Muhammadiyah mundur dari program tersebut seperti pernyataan terlampir," tutur Kasiyarno melalui surat tersebut.
Dalam pernyataan sikapnya, PP Muhammadiyah menilai ada ketidakjelasan dalam penentuan organisasi masyarakat yang lolos.
"Kriteria pemilihan organisasi masyarakat yang ditetapkan lolos evaluasi proposal sangat tidak jelas, karena tidak membedakan antara lembaga CSR yang sepatutnya membantu dana pendidikan dengan organisasi masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah," tutur Kasiyarno.
Meski menyatakan mundur, Muhammadiyah berkomitmen tetap membantu pemerintah di bidang pendidikan.
"Pertimbangan tersebut menjadi dasar kami, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan mundur dari Program Organisasi Penggerak Kemendikbud RI," ucap Kasiyarno.
Sementara Ketua Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (NU) Arifin Junaidi mengatakan keputusan mundur dari program Kemendikbuf ini diambil lewat rapat yang digelar, Rabu (22/7/2020) lalu.
"LP Maarif NU PBNU mundur dari program tersebut," ujar Arifin.
Arifin mengatakan, keputusan ini diambil atas beberapa pertimbangan. Pertimbangan pertama karena hasil seleksi tidak mencerminkan konsep dan kriteria yang jelas.
"Organisasi penggerak yang lolos evaluasi proposal tidak jelas kriterianya. Sehingga tidak adanya pembeda dan klasifikasi antara lembaga CSR dengan lembaga masyarakat yang layak dan berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah," ucap Arifin.
Menurut Arifin, selama ini LP Maarif NU telah melakukan pelatihan Kepala Sekolah dan Kepala Madrasah sebanyak 15 persen dari 45.000 Sekolah atau Madrasah.
Sehingga LP Ma'arif NU memutuskan untuk mundur dari Program Organisasi Penggerak dan fokus pada pelatihan Kepala Sekolah dan Kepala Madrasah.
Arifin menyarankan Kemendikbud untuk menghentikan Program Organisasi Penggerak karena rentan permasalahan di kemudian hari.
"Karenanya LP Maarif NU PBNU meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI meninjau kembali keputusan tersebut. Agar kedepannya tidak terjadi masalah yang tidak diinginkan," pungkas Arifin.(tribun network/fah/dit)