Lautan Manusia di Hagia Sophia
Ribuan orang termasuk Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengikuti shalat Jumat pertama yang digelar di Hagia Sophia
* Shalat Jumat Perdana Setelah 86 Tahun
ISTANBUL - Ribuan orang termasuk Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengikuti shalat Jumat pertama yang digelar di Hagia Sophia. Azan Jumat berkumandang dari empat menara masjid tersebut, pertama sejak 86 tahun terakhir.
Ini adalah ibadah umat Islam pertama yang dilakukan setelah adanya putusan 10 Juli yang mencabut status museum dari bangunan era Bizantium ini, yang sudah berjalan sejak 1934.
Dalam siaran langsung yang disiarkan Anadolu, ribuan jemaah terlihat memenuhi ruangan dalam hingga mengular ke halaman luar Hagia Sophia. Setidaknya 20 ribu pasukan dikerahkan untuk mengamankan gelaran shalat Jumat kemarin.
Di bagian dalam masjid, saf-saf diatur dengan memberi jarak sekitar 1 meter sebagai bentuk pencegahan penularan Covid-19. Sebagian besar jamaah sholat Jumat juga menggunakan masker.
Kedatangan jamaah seakan tak ada habisnya. Ruas-ruas jalan yang berada di sekitar Hagia Sophia pun turut dibanjiri jamaah hingga seperti menjadi lautan manusia. Mereka berduyun-duyun mendatangi bangunan bersejarah yang dibangun selama lima tahun dari 532 hingga 537 Masehi itu.
Beberapa dari mereka membawa bendera dan mengibarkannya dengan wajah gembira. Tidak sedikit juga wanita juga turut berkumpul dan ikut mengibarkan bendera di kawasan dekat Masjid.
Sementara Erdogan tampak duduk di saf depan, didampingi para pejabat pemerintahan Turki yang juga menggunakan setelah jas. Erdogan mengenakan jas hitam dan masker serta peci putih. Sambil memegang mikrofon, dia melantunkan Surah Al-Fatihah lalu dilanjutkan dengan surah Al Baqarah dari ayat 1 sampai 5.
Dua orang mahasiswa Indonesia yang mengikuti salat Jumat di seputar Hagia Sophia adalah Darliz Aziz dan Danis Nurul. Darliz, mahasiswa asal Aceh, yang sudah berada di seputar Hagia Sophia, beberapa jam sebelum salat dimulai mengatakan walau matahari cukup terik, jemaah tetap bersemangat.
"Saat Presiden Erdogan mengawali dengan awal surah Al-Baqarah, masyarakat menyambut dengan Allahu Akbar (Tuhan Maha Besar), bersemangat menyambut Hagia Sophia sebagai masjid," cerita Darlis.
"Saya merasakan suasana yang guyub dari masyarakat Turki. Mereka berdatangan dari seluruh provinsi yang ada di Turki dari berbagai kota. Kebetulan, saya berjumpa dengan salah satu warga Turki yang berasal dari kota Denizli atau Pamukkale sebuah kota yang eksotis pemandangannya di Kawasan Barat Daya Turki. Dia mengatakan mengajak keluarganya bersama untuk merayakan pengembalian status Hagia Sophia dan mereka rela menginap selama satu malam," tambah Darlis.
Sementara itu, Danis Nurul, seorang mahasiswi, berjalan sekitar empat kilometer menuju Hagia Sophia bersama dengan ribuan warga lain yang berbondong-bondong menuju masjid agung ini
"Terasa sekali warga sangat antusias, tidak hanya dari Turki, tapi banyak juga yang datang dari negara lain. Orang-orang rela berpanas-panasan, dengan menggelar sajadah di jalan," cerita Danis.
"Dari jarak sekitar satu kilometer dari masjid, orang antre melewati tenda-tenda yang disediakan untuk mengambil masker dan disinfektan," katanya lagi. "Terharu banget bisa menyaksikan momen spesial ini, dan merinding, terutama ketika mendengar azannya," cerita Danis.
Erdogan memutuskan mengubah kembali fungsi Hagia Sophia dari museum sebagai masjid pada 10 Juli lalu setelah pengadilan Turki membatalkan dekrit kabinet 1934 yang mengubah situs bersejarah itu menjadi museum.
Sejumlah pemimpin dunia kecewa dengan keputusan Erdogan tersebut, salah satunya Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Beberapa pihak seperti UNESCO, Rusia, dan Yunani juga turut menyesalkan perubahan status Hagia Sophia menjadi masjid.
Meski sempat diprotes dunia, namun Erdogan mantap dengan keputusannya. Ia menyebut keputusan ada di tangannya mengingat Hagia Sophia, bangunan yang awalnya merupakan katedral itu, merupakan hak kedaulatan Turki.
Juru bicara Erdogan, Ibrahim Kalin, berjanji bahwa Hagia Sophia akan tetap terbuka untuk dikunjungi wisatawan seluruh agama. Kalin juga berjanji bahwa pemerintah Turki tidak akan "merusak lukisan dinding, ikon, dan arsitektur" bangunan bersejarah itu.
Mosaik Bizantium, yang selama ini ditutup selama berabad-abad ketika Hagia Sophia berfungsi sebagai masjid di Kekaisaran Ottoman, akan ditutup dengan tirai selama waktu salat. Hal itu dilakukan karena Islam melarang representasi figuratif. "Tidak ada satu paku pun yang akan menancap bangunan," kata Kalin seperti dikutip AFP.
Gedung ini dibangun pada abad keenam sebagai katedral namun dijadikan masjid pada 1453 ketika Ottoman, biasa disebut juga dengan Kekhalifahan Utsmaniyah, di bawah Mehmed II atau Sultan Muhammad al-Fatih menaklukkan Konstantinopel yang kemudian berganti nama menjadi Istanbul.
Sementara itu, khotbah Jumat di Hagia Sophia kemarin disampaikan oleh Ali Erbas, Kepala Direktorat Keagamaan Turki. Dalam khotbahnya, Erbas mengatakan bahwa hari Jumat kemarin persis seperti 60 tahun lalu, saat 16 muazin menara Masjid Sultan Ahmet, yang terletak tepat di seberang Hagia Sophia, mengelilingi tempat itu dengan azan, setelah jeda 18 tahun.
“Hari ini adalah hari ketika Muslim berdiri melaksanakan salat dengan air mata sukacita, sujud dengan penuh rasa tunduk dan syukur. Hari ini juga adalah hari kehormatan dan kerendahan hati,” ucap Erbas.
Dia mengatakan sesungguhnya kota Konstantinopel pasti akan ditaklukkan oleh tentara Islam, dan pemimpin yang menaklukannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukannya adalah sebaik-baiknya pasukan.
Erbas menekankan bahwa penaklukan itu adalah kebangkitan, bukan penganiayaan, dan itu adalah rekonstruksi, bukan kehancuran. “Dalam peradaban kita, penaklukan merupakan pembuka pintu sebuah kota bagi Islam, perdamaian, dan keadilan,” kata dia lagi.
Erbas juga menyampaikan bahwa Sultan Ottoman Muhammad al-Fatih menaklukkan Istanbul dengan izin dan rahmat Allah, dan Sultan tidak mengizinkan perusakan satu batu pun dari kota yang sangat berharga ini. Erbas mengucapkan salam hormat untuk arsitek terkenal Mimar Sinan, yang menghiasi Hagia Sophia dengan menara, yang telah memperkuat konstruksi dan membuatnya tetap berdiri selama berabad-abad.
“Salam kepada semua saudara dan saudari kita dari penjuru dunia yang menunggu Hagia Sophia dibuka kembali untuk ibadah, dan merayakan pembukaannya dengan sukacita,” kata Erbas.
Selama 15 abad, Hagia Sophia adalah salah satu tempat paling berharga dalam ilmu pengetahuan, peradaban dan peribadatan dalam sejarah manusia. Al-Fatih mengamanahkan bangunan yang luar biasa ini kepada para mukmin agar tetap terjaga sebagai masjid sampai hari kiamat.
“Dalam keyakinan kami, wakaf, atau properti yayasan tidak dapat diganggu gugat, dan yang melanggarnya didoakan agar dilaknat,” kata Erbas.
Kepala Direktorat Keagamaan Turki ini juga menyampaikan bahwa setelah penaklukan, Sultan al-Fatih meminta warga yang berlindung di Hagia Sophia untuk tidak takut akan kedatangan Islam.
Erbas menirukan ucapan Sultan al-Fatih yang mengatakan pada warga bahwa mulai sekarang, jangan takut dengan kebebasan dan hidupmu. Harta benda kalian tidak akan dijarah, tidak ada yang akan dianiaya, tidak ada yang akan dihukum karena agama mereka.
“Itulah sebabnya Hagia Sophia adalah simbol penghormatan terhadap semua kepercayaan dan keberagaman,” kata Erbas.
Menurut dia, pembukaan Hagia Sophia sebagai tempat ibadah adalah tanggung jawab kesetiaan kepada alur sejarah. “Ini adalah transformasi tempat suci, yang digunakan sebagai masjid selama lima abad, ke asalnya,” ujarnya.
Erbas juga mengingatkan bahwa peradaban Turki adalah peradaban yang berpusat pada masjid. “Masjid-masjid kami adalah sumber persatuan, keimanan, dan ketenangan kami,” tekan Erbas. (kompas.com/rol/bbc/anodolu agency)