Berita Aceh Tamiang
Pesona Kualageunting, Kampung Hilang yang Menjanjikan Wisata Dunia
Satu per satu penduduknya ketika itu memilih pindah ke luar pulau karena takut permukimannya tenggelam akibat abrasi.
Penulis: Rahmad Wiguna | Editor: Nur Nihayati
Namun upaya ini belum membuahkan hasil maksimal karena beberapa bak penangkaran tuntong laut terlihat kosong.
“Sesekali ada juga orang-orang dari lembaga melepas-liarkan tuntong laut dari sini,” kata Jaiman.
* Rawan Pencurian Kayu
Meski pulau ini sudah lama kosong dan terkesan terlantar, suasana seram sama sekali tidak terlihat.
Justru perkampungan ini menyimpan potensi wisata yang sangat indah dan diyakini membuat pengunjung yang datang betah berlama-lama.
Dua daratannya yang dibelah muara menyuguhkan keindahan yang sama baiknya.
Dataran sisi kiri merupakan kawasan penangkaran tuntong laut yang dipenuhi pohon kelapa, sementara sisi kanannya menyuguhkan hutan cemara yang terhubung langsung dengan bibir pantai.
Barisan pohon cemara yang begitu asri ini didukung dengan hamparan pasir putih di sepanjang lepas pantai yang berhubungan langsung ke Selat Malaka.
“Ini jalur penyeberangan kapal, jadi sambil bermain di pantai, pengunjung juga bisa menyaksikan lalu lalang kapal peti kemas,” lanjut Jaiman.
Sejak lima bulan terakhir, Jaiman secara sukarela berusaha menyulap lokasi ini sebagai objek wisata.
Meski belum terlihat sempurna, upayanya ini telah menarik sejumlah kelompok pecinta malam untuk bermalam (camping) di Kualageunting.
Menggunakan biaya pribadi dan patungan dari sejumlah warga, Jaiman telah melengkapi Kualageunting dengan beberapa fasilitas, seperti musolah, toilet, beberapa ayunan dan dermaga kecil untuk perahu pengunjung.
“Perlu digaris-bawahi ini bukan untuk kepentingan pribadi saya, saya hanya memulai, bila ke depannya Pemda tertarik melanjutkannya, Alhamdulillah sekali,” lanjutnya.
Mengenai biaya yang sudah terpakai, Jaiman mengaku tidak tahu persis karena tidak pernah mencatatnya.
Namun dia memberi gambaran luas lahan yang sudah dibersihkan mencapai 25 hektare.
“Bilang saja satu hektare habis dua juta, belum lagi biaya bangunan fisik.
Lumayan, tapi saya memang tidak perncah mencatat, biar gak ada penyesalan di kemudian hari,” ungkapnya.