Kuala geunting, Kampung Hilang yang Menjanjikan Wisata Dunia

Kampung Kualageunting, Kecamatan Bendahara, Aceh Tamiang menyimpan banyak misteri

Editor: hasyim
SERAMBI/RAHMAD WIGUNA
Kuala Geunting berpotensi menjadi objek wisata dan rutin dikunjungi kelompok pecinta alam. Foto direkam beberapa waktu lalu. 

KUALASIMPANG - Kampung Kualageunting, Kecamatan Bendahara, Aceh Tamiang menyimpan banyak misteri. Mulai dari statusnya sebagai kampung yang hilang, keindahan alamnya juga sangat mendukung dijadikan objek wisata kelas dunia.

Kampung yang berada di pesisir Aceh Tamiang ini sudah tidak berpenghuni sejak 1983. Satu per satu penduduknya ketika itu memilih pindah ke luar pulau karena takut permukimannya tenggelam akibat abrasi.

Kondisi ini membuat pulau yang terhubung langsung dengan Selat Malaka ini langsung berubah menjadi semak belukar. Sementara untuk keperluan administrasi kampung, pihak Kecamatan ketika itu memindahkan wilayah Kualageunting ke kampung tetangganya, Bandarbaru. Kisah inilah yang kemudian mengidentikkan Kualageunting sebagai kampung yang hilang.

"Ada sekitar tiga tahun pulau ini kosong karena penduduknya pindah takut abrasi, kemudian tahun 1983 Camat ketika itu memutuskan memindahkan nama lokasi Kampung Kualageunting ke Kampung Bandarbaru," kata Datok Penghulu Kualageunting, Jaiman, Sabtu (25/7/2020).

Dibutuhkan waktu 30 menit untuk menjangkau Kualageunting dari Bandarbaru menggunakan speedboat. Saat ini akses satu-satunya ke pulau itu masih mengandalkan moda transportasi laut. Hutan mangrove dan beberapa kapal nelayan tradisional menjadi pemandangan di sepanjang jalur menuju Kualageunting.

"Kalau dulu memakan waktu hampir dua jam karena masih naik perahu dayung," kata seorang warga yang ditemui di lokasi.

Eksodus besar-besaran 20 tahun lalu itu membuat Kualageunting menjadi pulau kosong tak berpenghuni. Pemkab Aceh Tamiang pada 2014 pernah mencoba menghidupkan kembali perkampungan ini dengan mendirikan penangkaran tuntong laut, binatang khas Aceh Tamiang yang sudah terancam punah.

Namun upaya ini belum membuahkan hasil maksimal karena beberapa bak penangkaran tuntong laut terlihat kosong."Sesekali ada juga orang-orang dari lembaga melepas-liarkan tuntong laut dari sini," kata Jaiman.

Rawan Pencurian Kayu

Meski pulau ini sudah lama kosong dan terkesan telantar, suasana seram sama sekali tidak terlihat. Justru perkampungan ini menyimpan potensi wisata yang sangat indah dan diyakini membuat pengunjung yang datang betah berlama-lama.

Dua daratannya yang dibelah muara menyuguhkan keindahan yang sama baiknya. Dataran sisi kiri merupakan kawasan penangkaran tuntong laut yang dipenuhi pohon kelapa, sementara sisi kanannya menyuguhkan hutan cemara yang terhubung langsung dengan bibir pantai. Barisan pohon cemara yang begitu asri ini didukung dengan hamparan pasir putih di sepanjang lepas pantai yang berhubungan langsung ke Selat Malaka.

"Ini jalur penyeberangan kapal, jadi sambil bermain di pantai, pengunjung juga bisa menyaksikan lalu lalang kapal peti kemas," lanjut Jaiman.

Sejak lima bulan terakhir, Jaiman secara sukarela berusaha menyulap lokasi ini sebagai objek wisata. Meski belum terlihat sempurna, upayanya ini telah menarik sejumlah kelompok pecinta malam untuk bermalam (camping) di Kualageunting.

Menggunakan biaya pribadi dan patungan dari sejumlah warga, Jaiman telah melengkapi Kualageunting dengan beberapa fasilitas, seperti mushalla, toilet, beberapa ayunan, dan dermaga kecil untuk perahu pengunjung.

"Perlu digarisbawahi ini bukan untuk kepentingan pribadi saya, saya hanya memulai, bila ke depannya Pemda tertarik melanjutkannya, Alhamdulillah sekali," lanjutnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved