Luar Negeri

'Negeri 1001 Malam' Bergejolak, Tentara Bakar Tenda Demonstran, Dua Orang Tewas dan 21 Luka-luka

‘Negeri 1001 Malam” bergejolak dalam beberapa hari terakhir ini, khususnya antara tentara Irak dengan demonstran.Para demonstran menuntut pemerintah

Editor: M Nur Pakar
AFP/AHMAD AL-RUBAYE
Sisa-sisa tenda demonstran yang dibakar tentara di Lapangan Tahrir, Baghdad, Irak, Senin (27/7/2020). 

SERAMBINEWS.COM, BAGHDAD - ‘Negeri 1001 Malam” bergejolak dalam beberapa hari terakhir ini, khususnya antara tentara Irak dengan demonstran.

Para demonstran menuntut pemerintah mengatasi kekurangan pasokan listrik ke rumah-rumah warga.

Namun, tentara Irak menindak tegas para demonsran yang beraksi di Lapangan Tahrir dan Tayaran, Baghdad.

Sempat terjadi bentrokan mematikan antara demonstran dengan pasukan keamanan Irak pada Senin (27/7/2020).

Bentrokan itu menewaskan dua demonstran anti-pemerintah dan 21 lainnya luka-luka di Baghdad.

Dilansir AP, Senin (27/7/2020), kekerasan terjadi setelah berbulan-bulan senyap akibat penyebaran pandemi virus Corona.

Ketegangan antara pasukan keamanan dan demonstran meningkat, ketika demonstran memblokade jalan.

Menghubungkan dua persimpangan utama Lapangan Tayaran dan Lapangan Tahrir.

Beberapa demonstran membakar ban, sementara yang lain meneriakkan slogan tentang pemadaman listrik.

Pasukan keamanan Irak akhirnya menembakkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan,

VIDEO - Aksi Militer Turki Serang Markas Teroris PKK di Irak

Raja Salman Masuk Rumah Sakit, Perdana Menteri Irak Tunda Kunjungan ke Arab Saudi

Pasukan Irak Siaga di Perbatasan, Untuk Cegah Tentara Turki Masuk 

Seorang demonstran membasahi kepalanya di tengah-tengah tingginya suhu sampai 50 derajat Celcius di Baghdad, Irak, Senin (27/7/2020).
Seorang demonstran membasahi kepalanya di tengah-tengah tingginya suhu sampai 50 derajat Celcius di Baghdad, Irak, Senin (27/7/2020). (AFP/AHMAD AL-RUBAYE)

Pada Oktober 2019, protes massa anti-pemerintah meletus di Baghdad dan seluruh Irak selatan yang didominasi Syiah.

Saat itu, puluhan ribu pemuda Irak yang marah turun ke jalan untuk mengecam merajalelanya korupsi, pelayanan buruk, termasuk listrik, dan pengangguran.

Tekanan dari protes menyebabkan pengunduran diri Perdana Menteri Adel Abdul-Mahdi.

Penggantinya, Mustafa al-Kadhimi berjanji akan memenuhi tuntutan dengan mengadakan pemilihan awal dan menyelidiki kematian pengunjuk rasa.

Sejak Oktober 2020, sebanyak 600 demonstran lebih tewas selama protes.

Sebagian terkena tembakan peluru tajam dan gas air mata pasukan keamanan.

Tetapi al-Kadhimi juga harus mengatasi krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang dipicu oleh penurunan harga minyak dan lonjakan kasus virus Corona.

Kementerian Kesehatan Irak telah melaporkan 110.032 kasus virus Corona, termasuk 4.362 kematian.

Irak menghadapi kekurangan pasokan listrik di tengah bulan-bulan musim panas yang membakar.

Suhu di Irak mencapai 50 derajat Celcius, sehingga warga kepanasan.

Seorang pejabat Kementerian Listrik mengatakan pasokan listrik turun 10.000 megawatt pada musim panas ini, dibandingkan tahun lalu.

Dikatakan, karena kurangnya pemeliharaan di beberapa pembangkit listrik, akibat tidak ada dana.

Termasuk kurangnya kas negara yang memperlambat proyek investasi untuk menambah daya listrik, katanya.

Penyebaran virus Corona telah menghentikan aksi massa dan mendorong sebagian besar demonstran untuk pergi.

Hanya beberapa yang tersisa di tenda di Tahrir Square, yang sempat menjadi pusat gerakan protes.

Ali al-Bayati, juru bicara Komisi Tinggi Independen Hak Asasi Manusia juga mengatakan dua pemrotes tewas.

Komisi itu mengatakan laporan menunjukkan tembakan langsung senjata yang digunakan tentara untuk membubarkan pengunjuk rasa.

Sebelumnya, pejabat keamanan Irak mengatakan para demonstran telah melemparkan bom molotov dan batu ke polisi anti huru-hara.

Pemantau hak asasi mengatakan pasukan keamanan membakar tenda-tenda demonstran di Lapangan Tahrir.

Sebuah pernyataan dari juru bicara militer Yahya Rasool mengatakan pasukan keamanan telah diberi instruksi tegas untuk tidak menggunakan kekerasan terhadap pengunjuk rasa.

Seorang demonstran yang mengalami luka di kaki saat bentrok dengan pasukan keamanan terduduk lesu di Lapangan Tahrir, Baghdad, Irak, Senin (27/7/2020).
Seorang demonstran yang mengalami luka di kaki saat bentrok dengan pasukan keamanan terduduk lesu di Lapangan Tahrir, Baghdad, Irak, Senin (27/7/2020). (AFP/AHMAD AL-RUBAYE)

Kecuali dalam hal kebutuhan yang sangat ekstrim.

Dia mengatakan peristiwa di alun-alun Baghdad masih dalam penyelidikan.

"Kami menyadari kesulitan yang dialami orang-orang kami," kata Rasool.

"Pemerintah ini dengan umur yang pendek, berusaha mengatasi perekonomian negara," katanya.

Irak yang terkenal dengan julukan ‘Negeri 1001 Malam’ pernah jaya dibawah diktator Saddam Husein.

Satu-satunya pemimpin Arab yang berani melawan negara adidaya Amerika Serikat (AS).

Tetapi, seusai Saddam Hussein dihukum gantung pada 30 Desember 2006, kekacauan terus meluas.

Perekonomian negara itu juga hancur dilanda perang berkepanjangan.

Seusai AS mengawasi Irak, perang sektarian meletus, antara kelompok Sunni dan Syiah.

Kondisi diperparah dengan cengkeraman kelompok ISIS pada 2014 yang merebut sejumlah wilayah Irak dan Suriah.

Pasukan Irak yang didukung AS berhasil mengusir ISIS pada 2017.

Tetapi, kelompok Sunni yang didukung Iran terus berupaya menyerang pasukan AS di Baghdad.

Kondisi itu membuat pemerintah AS meminta Irak untuk mengakhiri hubungan dengan Iran.

Konflik berkepanjangan di ‘Negeri 1001 Malam’ belum juga berakhir sampai saat ini.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved