15 Tahun Damai Aceh

15 Tahun Damai Aceh - Ketika Teriakan Allahu Akbar Menggema di Masjid Raya Baiturrahman

Suasana haru-biru itu terjadi di halaman Masjid Raya Baiturrahman pada acara nonton bareng penandatanganan MoU antara RI-GAM.

DOK IRFAN M NUR
Massa peringatan 1 Tahun MoU Helsinki di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, 15 Agustus 2006. 

Artikel ini merupakan arsip berita Harian Serambi Indonesia edisi Selasa 16 Agustus 2005, atau sehari setelah penandatanganan MoU Damai Aceh di Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005.

Artikel ini berisi laporan suasana masyarakat Aceh berkumpul di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh dan nonton bareng penandatanganan MoU Helsinki.

Sebagai bagian dari upaya merawat ingatan, sekaligus merawat damai di Aceh, artikel ini kami turunkan kembali pada peringatan 15 tahun Damai Aceh, 15 Agustus 2020, dalam topik “15 Tahun Damai Aceh”.

Berikut ini liputan lengkapnya.

Teriakan Allahu Akbar Sambut Salaman RI-GAM

BANDA ACEH - Tepuk tangan dan teriakan Allahu Akbar bergemuruh ketika perwakilan Pemerintah RI, Hamid Awaluddin dan perwakilan GAM, Malik Mahmud bersalaman sesaat setelah masing-masing pihak menandatangani kesepakatan damai RI-GAM di Helsinki, Senin (15/8) sekitar pukul 15.45 WIB.

Suasana haru-biru itu terjadi di halaman Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh pada acara nonton bareng penandatanganan MoU antara RI-GAM yang disiarkan secara langsung melalui layar televisi.

Data dari panitia pelaksana menyebutkan angka 10.000 orang menghadiri acara yang diawali doa bersama itu.

Doa dan zikir bersama dilaksanakan usai shalat Zuhur dipimpin Tgk H Jamaludin Wali.

Massa dari berbagai penjuru Kota Banda Aceh, Aceh Besar bahkan dari luar daerah mulai memadati halaman Masjid Raya Baiturrahman sejak siang harinya.

Untuk tertibnya acara nonton bareng tersebut, panitia mempersiapkan puluhan pesawat televisi yang ditempatkan hampir di setiap sudut masjid.

Bahkan ada masyarakat yang memboyong sendiri pesawat televisi berukuran kecil untuk selanjutnya ditonton secara bersama-sama.

Puncak keharuan masyarakat adalah ketika menyaksikan saat-saat paling mendebarkan sekitar pukul 15.45 WIB atau pukul 09.30 waktu Helsinki ketika Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin sebagai wakil RI dan Perdana Menteri GAM Malik Mahmud sebagai wakil GAM menandatangani kesepakatan damai.

15 Tahun Damai Aceh - Begini Suasana Detik-detik Penandatanganan MoU Helsinki 15 Agustus 2005

Mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari yang menjadi mediator perundingan menyaksikan penandatanganan tersebut.

Turut hadir dalam penandatanganan kesepakatan damai ini adalah Menko Polhukam Widodo AS, Menkominfo Sofyan Djalil, para pejabat RI, anggota DPR, para pejabat, tokoh-tokoh Aceh, serta tokoh GAM.

Acara penandatanganan diawali pidato Martti Ahtisaari.

Setelah Ahtisaari berpidato, Hamid dan Mahmud menandatangani perjanjian damai itu.

Setelah selesai, Hamid dan Mahmud langsung bersalaman.

Ahtisaari juga meletakkan kedua tangannya di atas tangan Hamid dan Mahmud.

Koran Serambi Indonesia edisi 16 Agustus 2005 memberitakan kesepakatan perdamaian RI-GAM di Helsinki, 15 Agustus 2005.
Koran Serambi Indonesia edisi 16 Agustus 2005 memberitakan kesepakatan perdamaian RI-GAM di Helsinki, 15 Agustus 2005. (SERAMBI INDONESIA)

Dalam detik-detik yang hampir bersamaan itulah, di halaman Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh bergemuruh tepuk tangan dan teriakan Allahu Akbar.

Zubir S (53) seorang warga yang datang dari Tapaktuan, Aceh Selatan  kepada Serambi mengaku rela menunggu dari pukul 08.00 WIB di halaman Masjid Raya Baiturrahman.

Zubir berharap upaya damai kali ini benar-benar terlaksana di lapangan. Konflik berkepanjangan di Aceh telah merenggut nyawa adiknya yang tertembak.

Acara doa bersama dan nonton bareng di halaman Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh kemarin, selain diikuti sekitar 10.000 masyarakat juga unsur Muspida NAD, DPRD, tokoh masyarakat, ulama, tim Aceh Monitoring Mission (AMM), Kapolri Jenderal Sutanto, Mendagri, dan Menko Kesra Alwi Shihab.

Seluruh rangkaian kegiatan di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh diakhiri pembacaan doa oleh Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman, Dr Azman Ismail MA.

Pada pengujung kegiatan itu, sejumlah ibu-ibu dan remaja putri yang tergabung dalam Forum Rakyat Independen (FRI) membagikan karangan bunga ke beberapa pejabat dan tim AMM sebagai wujud perdamaian.

Irwandi: Seharusnya dalam MoU Helsinki Warga Aceh Dapat Harga Khusus Naik Garuda

Tetap normal

Aktivitas warga Kota Banda Aceh termasuk Aceh Besar sepanjang siang hingga petang kemarin berjalan normal.

Pusat-pusat perdagangan seperti Pasar Aceh, Peunayong, Neusu, Ulee Kareng, dan Lambaro tampak sibuk.

Namun sejak pukul 15.00 WIB, mobilitas masyarakat yang lalulalang terlihat agak lengang.

Masyarakat lebih banyak berada di rumah atau menyesaki warung-warung kopi mengikuti siaran langsung penandatanganan kesepakatan damai RI-GAM.

LKBN Antara juga menggambarkan 'semangat' masyarakat Aceh menyikapi penandatanganan kesepakatan damai RI-GAM untuk mengakhiri sebuah konflik bersenjata yang telah berlangsung puluhan tahun.

Kesepakatan damai tersebut menjadi bahasan pokok dalam "diskusi" kecil masyarakat di warung‑warung kopi, balai desa, dan tempat keramaian umum lainnya.

Dari diskusi‑diskusi kecil yang berkembang baik di warung kopi, pusat perdagangan, terminal angkutan kota, sekolah hingga perguruan tinggi di seantero NAD, masyarakat sangat berharap agar prosesi penandatanganan kesepakan damai (MoU) tersebut benar‑benar terlaksana dengan baik dan lancar.

"Masyarakat Aceh sudah cukup menderita sejak daerah ini dilanda konflik bersenjata, ditambah lagi musibah gempa dan tsunami akhir tahun lalu. Oleh karena itu tidak ada alasan untuk menunda‑nunda perdamaian di Aceh," kata Muhammad Yusuf, seorang pedagang kaki lima di Pasar Aceh, Kota Banda Aceh. "Perdamaian harus menjadi harga mati," tandas seorang warga lainnya.

Harapan agar kedamaian benar-benar langgeng juga disampaikan keluarga TNI yang menguni sejumlah asrama/barak TNI di Banda Aceh.

Mereka berharap, perselisihan menahun antara RI-GAM yang telah merenggut korban jiwa, baik di kalangan GAM, prajurit TNI/Polri maupun masyarakat tak berdosa, hendaknya segera berakhir.

Sehingga, keluarga besar TNI/Polri organik yang selama lima tahun terakhir bermukim di asrama, yang umumnya berdampingan dengan pemukiman penduduk, yang selama ini merasa terusik, hendaknya terbebas dari gangguan atau sasaran GAM.

Sementara itu, seorang supir labi‑labi (angkot) menyatakan kesepakatan damai RI‑GSA yang ditandatangani di Helsinki itu juga dapat diwujudkan para pihak yang ada di lapangan, sehingga masyarakat benar‑benar bisa menghirup kembali "udara" kedamaian di Aceh.

"Jangan di Helsinki, para wakil RI‑GSA itu berdamai, kemudian di lapangan di Aceh, kedua pihak tetap berperang. Perang itu hanya membuat kehidupan masyarakat lebih menderita. Selama konflik memanas di Aceh, kami (supir) sulit mencari makan dengan tenang karena situasi keamanan yang terganggu," katanya.

Abdullah, pedagang nasi di Banda Aceh juga berharap kedua pihak (RI‑GSA) benar‑benar dengan tulus dan ikhlas untuk berdamai, sehingga perselisihan bersenjata yang telah banyak merenggut korban jiwa anak bangsa ini bisa berakhir.

"Kami masyarakat kecil sangat menderita. Perang hanya menyisakan penderitaan berkepanjangan bagi masyarakat. Musibah gempa dan tsunami harus menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak lagi saling membunuh sesama anak negeri," ujar Abdullah.(a/dtc/ant/nas/awi)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved