Breaking News

15 Tahun Damai Aceh

15 Tahun Damai Aceh - Meunyo Nanggroe Ka Aman, Keupeu Lom Beudee

Malek dan Zaini bercerita banyak tentang obsesinya bagi damai hakiki di Aceh serta mimpi barunya untuk bisa pulang dan menjejakkan kaki di bumi Aceh.

SERAMBI INDONESIA
Capture koran Serambi Indonesia edisi 16 Agustus 2005 yang memberitakan tentang perdamaian RI-GAM di Helsinki, 15 Agustus 2005. 

Artikel ini merupakan arsip berita Harian Serambi Indonesia edisi Selasa 16 Agustus 2005, atau sehari setelah penandatanganan MoU Damai Aceh di Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005.

Artikel ini berisi wawancara dengan dua pemimpin GAM, Malik Mahmud dan Zaini Abdullah, satu hari sebelum MoU Damai Aceh ditandatangani.

Sebagai bagian dari upaya merawat ingatan, sekaligus merawat damai di Aceh, artikel ini kami turunkan kembali pada peringatan 15 tahun Damai Aceh, 15 Agustus 2020, dalam topik “15 Tahun Damai Aceh”.

Berikut ini liputan lengkapnya.

Meunyo Nanggroe Ka Aman, Keupeu Lom Beudee

Pengantar Redaksi

MINGGU 14 Agustus pukul 16.30 waktu Helsinki atau  20.30 WIB, Serambi memasuki pekarangan hotel yang legbih tepat disebut bungalow Hanasaari Hanaholmen yang berada dalam pelukan hutan pinus serta tak jauh daru ruas tol menuju ring luar Kota Helsinki.

Dari pelataran lantai II hotel kita bisa mencium aroma lau serta jejeran kapal atau yacht kecil milik warga Kota Helsinki yang sebagian bsar sedang berlibur.

Serambi seakan pulang sedang berada di tanah Aceh, ketika memasuki lobi hotel, saat diergap oleh pembicaran dalam bahasa Aceh.

Tampak beberapa orang lelaki sedang bersiap siap meninggalkan hotel. Dari raut wajah sudah tergambar jelas mereka adalah figur‑figur Aceh.

Serambi disambut hangat etelah menyatakan diri baru dari Aceh, dan berminat melakukan wawancara dengan tokoh sentral GAM, Malik Mahmud dan Zaini Abdullah.

Kedua tokoh ini juga sedang bersiap‑siap untuk keluar hotel yang belakangan diketahui menghadiri undangan makan malam bersama delegasi RI atas inisiatif CMI (crisis management inisiativ).

BREAKING NEWS: Terjadi Kericuhan Usai Peringatan 15 Tahun MoU Helsinki di Meuligoe Wali Nanggroe

Malik dan Zaini dengan senang hati menydiakan waktu kpada serambi untuk melakukan wawancara singkat itu.

Dalam kesempatan itu Malik (Perdana Meuntro GAM) dan Zaini (Mentrou Lua Nanggroe GAM) didampingi oleh Adnan Beuransah dan Munawar Liza (sekjen Aceh Center New York).

Malek dan Zaini bercerita banyak tentang obsesinya bagi damai hakiki di Aceh serta mimpi barunya untuk bisa pulang dan menjejakkan kaki di bumi Aceh.

Koran Serambi Indonesia edisi 16 Agustus 2005 memberitakan kesepakatan perdamaian RI-GAM di Helsinki, 15 Agustus 2005.
Koran Serambi Indonesia edisi 16 Agustus 2005 memberitakan kesepakatan perdamaian RI-GAM di Helsinki, 15 Agustus 2005. (SERAMBI INDONESIA)

Berikut petikan wawancara yang aslinya berlangsung dalam Bahasa Aceh.

Sebelum dibawa ke meja kesepakatan damai bgaimana persiapan yang dilakukan pihak GAM, terutama konsolidasi internaol?

Kami telah rampungkan konsolidasi ke dalam secara bertahap dan itu berjalan terus. Baik di luar Aceh maupun di dalam aceh (Malek  mengistilahkan di dalam dan luar negeri)

Bagaimana dengan sinyalemen bahwa tokoh GAM akan pulang ke Aceh pascapenandatanganan kesepakatan damai?

Semua orang Aceh yan ada d iluar negeri sangat rindu dengan kampong. Akan tetapi semua itu harus kita tunggu menuru keadaan yang memunkinkan.

Terutama menyangkmut masalah keamanan. Yang jelas kita semua berkeinginan untuk pulan.

Bagaimana Anda menyahuti keinginan pemerintah untuk memberikan kompensasi atau pekerjaan bagi GAM?

Jujur saja kita tak mau berbicara terlalu banyak tentang itu. Baik menyangkut kompensasi ataupun masalah sejenisnya.

Karena itu bukan masalah utama. Bagi GAM kompensasi itu bukan tujuan utama.

Yang lebih penting adalah bagaimana mengembalikan harkat hidup masyarakat yang jatuh pascatsunami, konflik berkepanjangan serta faktor lainnya.

Lalu apa masalah yang dianggap sebagai prioritas utama?

Masalah yang utama adalah menjawab keinginan masyarakat Aceh agar benar‑benar terwujud rasa aman yang hakiki. Rakyat benar‑benar hidup aman di negeri sendiri.

Dengan rasa aman pula kita akan dengan mudah membangun Aceh kembaloi pascatsunami. Terutama pembangunan ekonomi rakyat Aceh.

Kini di Aceh banyak anak yatim, janda serta kehancuran konomi pascatsunami. Kelompok inilah butuh pemberdayaan. Dan itu bisa dilakukan secara utuh bila konisi Aceh aman damai.

Jadi konsep utama atau agenda atuma GAM saat ini adalah terwujudnya rasa aman bagi rakyat Aceh?

Benar sekali!

Sekarang terjadi perubahan signifikan dalam sikap GAM terhadap tuntutannya poada RI. Dulu merdka adalah harga mati, namun kini berubah menjadi kesepakatan damai. Tidak kah itu memicu terjadimnya faksi‑faksi bau ri tubuh GAM, seperti adanya era MP GAM dulu?

Fenomena yang ada saat ini memang sesuai dengan tuntutan Aceh saat ini. Dulu jelas berbeda dan kondisi serta tuntutan juga berbeda.

Inilah hal terbaik untuk Aceh saat ini, setelah daerah itu terjerat dalam konflik panjang selama tiga puluh tahun.

Belum lagi puncak prahara tsunami yang membut warga Aceh berada dalam puncak penderitaan. Dan itu membutuhkan pemulihan secara ekonomis, mental serta serta spiritual.

Lebih dari itu bantuan asing untuk Aceh juga banyak. Dan itu butuh rasa aman jika tidak bantuan itu ditarik dan rakyat akan menderita lagi.

Lebih tegas lagi!

Ya tepatnya, situasi dan kondisi saat ini membuat GAM memang harus berpikir dan mengambil kebijakan seperti yang ada saat ini. Jadi pilihsan saat ini sesuai fakta saat ini pula.

Pilihan itu juga atas anjuran pihak internasional. Dan RI‑GAM menempuh jalu baru yang lebih konstruktif. Bagi GAM kesempatan ini harus diambil.

Lalu apa manfaat global dari pilihan itu sendiri?

Melalui hal‑hal yang terkandung dalam MoU itu buat pertama sekali di Aceh akan ada satu hal besar, yakni kesempatan untuk membangun Aceh secara terpadu dan bermartabat menurut aspieasi warga Aceh sendiri. 

Zaini Abdullah menambahkan, Aceh dalam wujud baru itu adalah Aceh yang pmerintahan sendiri. Atau self government. Ini di bawah rating merdeka, namun di atas grade special otonomi.

Dalam konteks itu menurut Malek mahmud kembali, akan ada perasaan yang lebih lega dan memiliki bagi rakyat Aceh dengan pilihan self government itu. Walaupun nsecara umum Aceh masih dalam bingkai NKRI.

Apakah pucuk pimpinan GAM bisa mengkonsolidasikan keputusan ndamai iu hingga tingkat paling bawah?

Insya Allah!

Zaini kembali menambahkan pernyatan Malek. Menurutnya, dengan adanya self government, Aceh akan bisa mengatur diri sendiri.

Walaupun secara politik tetap di bawah NKRI. Bagi GAM yan gterpenting adalah kesejahteran yang berkesinambungan bagi rakyat Aceh. Hingga rakyat ACeh bisa hidup layaknya warga lain bahlkan lebih baik.

Muhammad Liza juga menambahkan, dengan isu self government, GAM telag menggeser atau menghilangkan isu merdeka dan otonomi.

Namun tujuan akhir tetap tercapai, yakni ralkyat Aceh bisa hidup lebih tenang. Dengan kata lain, damai dan adil harus ada di Aceh.

Tadi dikatakan GAM akan mendosialisasikan kesepakatan damai ini hingga level bawah, kalau masih terjadi juga pelanggaran, bagaimana sikap dan keputusan GAM?

Kita juga telah memperhitungkan hal itu. Untuk itu dengan sekuat tenaga kita berupaysa meminimalisirnya. Artinya kami GAM benar‑benar memegang komiment untuk menjalankan perjanjian ini, tanpa merusakknya sedikitpun. 

Bagaimana sikap GAM terhadap upaya pengumpulan senjata pascapenandatanganan damai?

Itu adalah wajar di daerah konflik. Bukan hanay di Aceh tapi juga di Kosovo, Bosnia atau daerah konflik lain. 

Apabila keamanan benar‑bnar telah tercapai, untuk apalagi senjata? Selain itu angota GAM itu dulunya juga telah punya sawah dan kebun.

Inilah saatnya mereka kembali bekerja, jika benar‑benar siatuasi telah aman. Dengan kata lain, bila nanggroe telah aman keupue lom beudee (Bila negeri sudah aman, untuk apa lagi senjata).(nur)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved