Penasaran Mengapa Jalan di Pegunungan Selalu Berkelok ? Ternyata Ini Alasan Ilmiahnya

Kamu mungkin saja menyimpan tanda tanya dan rasa penasaran mengapa jalan di pegunungan harus dibuat berkelok. Padahal, jika dibuat lurus tentu akan l

Penulis: Yeni Hardika | Editor: Safriadi Syahbuddin
BARRY KUSUMA/KOMPAS/TRIBUN TRAVEL
Kelok 9 di Sumatera Barat. (Barry Kusuma/Kompas/Tribun Travel) 

SERAMBINEWS.COM - Seberapa banyakkah jalan pengunungan yang pernah kamu lintasi ?

Pernahkah kamu memperhatikan kondisi jalan di pegunungan setiap kali melintasinya ?

Bagi yang sering melakukan perjalanan, mungkin kamu sudah menyadari bahwa jalan di pegunungan sering sekali dibuat berkelok-kelok.

Bahkan ada kelokan yang dibuat sangat tajam yang cukup membuat jantung berdebar saat melintasinya.

Kamu mungkin saja menyimpan tanda tanya dan rasa penasaran mengapa jalan di pegunungan harus dibuat berkelok.

Padahal, jika dibuat lurus tentu akan lebih mempercepat waktu tempuh perjalanan, karena jaraknya menjadi lebih singkat.

Sedangkan kondisi jalan di pegunungan yang dijumpai, sering sekali memakan waktu hingga berjam-jam lamanya.

Salut, Guru SD di Aceh Tamiang Datangi Rumah Murid sambil Bawa Papan Tulis untuk Belajar Tatap Muka

Tahukah kamu bahwa semua hal itu ada alasan dan penjelasan ilmiahnya ?

Berikut adalah tiga alasan mengapa jalan di pengunungan dibuat berkelok yang dilansir dari Kompas.com.

Mengurangi kelandaian 

Dosen Teknik Sipil dari Universitas Diponegoro Asri Nurdiana menjelaskan, bahwa ada alasan ilmiah mengapa jalan di pegunungan dibuat berkelok dan tidak lurus. 

Sebagaimana disebutkan oleh Asri, hal itu bertujuan untuk mengurangi persentase kelandaian jalan, atau yang disebut juga kemiringan jalan. 

Asri mengibaratkan jika pada suatu jalan terdapat turunan tajam, maka kelandaiannya besar.

"Bina Marga memberikan acuan, dalam perencanaan suatu jalan, idealnya kelandaian maksimum tidak lebih dari 10 persen. Artinya jalan tidak layak apabila direncanakan dengan tanjakan atau turunan yang tajam," ujar Asri seperti dikutip dari Kompas.com, Jum'at (14/8/2020). 

Selain itu, lanjut Asri, Bina Marga juga memberikan acuan panjang kritis kelandaian. 

Naik Pitam Gegara Digugat Warisan, Ibu Ini Minta ASI-nya Dibayar: Dia Harus Bayar Air Susu Saya

Jika jalan tersebut direncanakan dengan kelandaian 10 persen, maka panjang kritis maksimumnya adalah 200 meter. 

Setelah panjang tersebut, jalan harus diturunkan kelandaiannya dengan pertimbangan semua kendaraan dapat melintas dengan aman dan nyaman. 

“Perencanaan ini tergantung dari klasifikasi kelas jalan dan kecepatan rencana jalan tersebut. Jadi kalau di pegunungan, jalan direncanakan lurus dari atas sampai bawah, maka bisa jadi jalan tersebut tidak memenuhi kaidah teknis perencanaan untuk kelandaian maksimum dan panjang kritis kelandaian yang sudah ditetapkan oleh Bina Marga," papar Asri. 

Dampaknya, bisa jadi kendaraan yang bermuatan akan kehilangan tenaga ketika menanjak, atau rem blong ketika di turunan. 

Kedepankan isu keselamatan

Alasan lain mengapa jalan di pegunungan dibuat berkelok adalah untuk mengedepankan isu keselamatan.

Pengamat transportasi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Imam Muthohar mengatakan, pada perancangan geometrik suatu jalan, yang dikedepankan adalah isu keselamatan. 

Oleh karena itu, jalan yang dibangun harus mampu melindungi para penggunanya.

Gadis asal Langsa Ini Trauma Usai ‘Dibegal’ Dadanya di Jalan, Begini Kronologis Kejadiannya

"Pada saat memulai desain perlu diperhatikan aspek alinemen horisontal atau desain jalan lurus dan tikungan dan aspek alinemen vertikal desain kelandaian naik dan turun," ujar Imam.

Imam menjelaskan, masing-masing memiliki standar teknis dan aturan yang harus dipenuhi untuk memenuhi keselamatan dan kenyamanan dalam berkendara di jalan . 

Jika dalam rencana pembuatan jalur melewati daerah yang relatif datar, maka perancangan atau desain jalan relatif mudah dan tidak banyak kendala yang dihadapi.

"Artinya, bentuk geometrik jalan bisa lurus dan tikungan. Bisa dengan jari-jari besar yang memungkinkan kendaraan melaju dengan kecepatan tinggi bisa sampai 100 kilometer per jam. Contoh pada jalan tol atau jalan nasional dengan fungsi arteri primer," kata Imam. 

Sementara itu, jika trase jalan melewati daerah pegunungan atau berbukit yang kelandaiannya cukup ekstrem, maka perancangan atau jalannya menjadi semakin kompleks. 

Ini Prakiraan Cuaca di Enam Daerah Hingga 3 Hari ke Depan, Mulai Hujan, Berawan, dan Cerah Berawan

Dibuat berkelok agar penuhi syarat maksimal kelandaian

Imam menekankan, perlu kehati-hatian dalam melihat kendala yang ada di lapangan tersebut. 

"Perhatian utama ada pada aturan alinemen vertikal di mana maksimal kelandaian atau kemiringan adalah 10 persen untuk semua kasus di Indonesia. Kelandaian dihitung dari selisih beda tinggi (awal dan akhir jalan) dibagi dengan panjang jalan," papar Imam. 

Dengan demikian, jika di daerah perbukitan atau pegunungan dibuat jalan lurus, maka tidak akan memenuhi syarat maksimal kelandaian.

Oleh sebab itu, alasan jalan didesain berkelok adalah untuk memenuhi syarat tersebut. 

Hal ini, lanjut Imam, berimplikasi pada desain kecepatan yang diberlakukan. 

"Ingat, karena jalan berkelok, maka jari-jari tikungan relatif kecil sehingga kecepatannya pun akan mengikuti dengan desain kecepatan rendah, maksimal 40 kilometer per jam," ujar Imam.

"Menjawab pertanyaan mengapa jalan di pegunungan tidak lurus, argumennya adalah isu keselamatan pengguna," tambah dia. 

Menurut Imam, jalan lurus dengan kelandaian lebih dari 10 persen akan membahayakan pengguna. 

Dengan kata lain, akan menjadi daerah rawan kecelakaan apalagi ada kendaraan berat yang melewati jalan tersebut. 

Selain itu, dengan jalan berkelok-kelok mengikuti kontur bukit atau kemiringan lereng, maka aspek kenyamanan akan sangat berkurang karena harus mengendarai dengan hati-hati penuh konsentrasi selama melewati area tersebut. 

"Namun demikian, pada area-area tertentu 'lurusan jalan' bisa dibuat dengan tetap memperhatikan aturan alinemen vertikal dan horisontal," jelas Imam. (Serambinews.com/yeni Hardika)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved