Pariwisata Aceh tak Cukup Hanya Mengandalkan Panorama Alam Saja, Tetapi Butuh Tiga Sentuhan Ini
Dengan demikian potensi wisata Aceh bisa dikembangkan lebih optimal lagi.
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Mursal Ismail
Dengan demikian potensi wisata Aceh bisa dikembangkan lebih optimal lagi.
Laporan Fikar W Eda | Jakarta
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Pariwisata Aceh masih perlu sentuhan, terutama dari segi atraksi, amenity (kenyamanan), dan aksesibilitas (kemudahan akses).
Sebuah daerah wisata tidak hanya cukup mengandalkan alam yang indah semata. Dengan demikian potensi wisata Aceh bisa dikembangkan lebih optimal lagi.
Demikian disampaikan Deputi IV Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Fadjar Hutomo dalam acara “Ngobrol Cak Ham” Selasa (18/8/2020) malam.
Acara tersebut disiarkan live melalui facebook @Hamdani Bantasyam dan akun facebook Serambinews.
Fadjar Hutomo, akrab disapa Cak Tom mengaku saat mendarat di Aceh, baik Bandara Sultan Iskandar Muda Banda Aceh maupun Bandara Rembele Takengon, belum menemukan sesuatu yang khas dari unggulan pariwisata yang dikembangkan di daerah itu.
• Pelajar Diduga Terpapar Covid-19, SMP YPPU Unggul Sigli Ditutup
• Stiker BBM Subsidi Diluncurkan, Ditempel di Labi-labi & Pikap L300, Mobil Pribadi takkan Dilayani
• Fahri Hamzah Bocorkan Honor yang Didapat Usai Jadi Pembicara di ILC, Nominalnya Jadi Sorotan
“Rasanya masih sama saja dengan mendarat di daerah lain,” katanya.
Ia menjelaskan, sebuah daerah wisata, tidak hanya cukup mengandalkan panorama alam semata.
Melainkan dibutuhkan kreativitas dan sentuhan lebih lanjut terutama di bidang “3 M” tadi yaitu atraksi, amenitas, dan aksesibilitas.
Disebutkan, sebuah daerah wisata harus didukung dengan atraksi-atraksi budaya yang bisa membeli pengalaman baru bagi wisatakan.
Ia mencontohkan wisata kopi, para wisatawan bisa ikut serta dalam proses penggilingan kopi manual, sebab konon rasa kopi di Aceh enak karena diproses dengan giling basah.
“Wisatawan diajak merasakan pengalaman seperti ini,” ujarnya.
Terkait kenyamanan, menurut Cak Tom, suasana yang aman dan nyaman harus tercipta, termasuk air bersih, kesehatan dan sebagainya.
Selanjutnya adalah, adanya akses ke daerah-daerah wisata. Ia mencontohkan Banyuwangi, untuk membangun bidang wisata, Pemda Banyuwangi membangun akses internet di seluruh desa.
“Semua desa mendapat akses internet,” ujar Cak Tom.
“Kalau bicara Aceh, kita langsung terbayang kuliner dan kopinya. Tapi kita belum menemukan aroma kopi di bandaranya.
Seharusnya, wisatawan bisa langsung menghirup aroma kopi ketika turun dari pesawat dan berada di bandara,” kata Cak Tom mencontohkan.
Ia menyebutkan, otoritas pilihan menjadikan sebuah daerah menjadi daerah wisata berada di tangan pemerintah daerah (Pemda) masing-masing. Pemerintah Pusat hanya memberi dorongan saja.
“Pariwisata salah satu urusan pemerintahan yang diserahkan ke pemerintah daerah. Otoritasnya di pemerintah daerah,” ujar Cak Tom.
Fadjar Hutomo optimis bahwa pariwisata di Aceh akan bisa berkembang lebih hebat dan dahsyat lagi mengingat potensi Aceh yang sangat luar biasa.
Ia juga mengingatkan untuk melibatkan komunitas dan warga untuk pengembangan daerah wisata. “Basisnya adalah komunitas dan warga.
Sebab tidak bisa dilakukan secara top down. Perkuat komunitasnya. Merekalah nantinya yang berperan penting dalam sebuah kegiatan wisata di daerah mereka. Termasuk di desa-desa,” sarannya. (*)