Pekik Tauhid Sambut Jenazah Syakban dan Musnan

Jenazah Syakban (22) dan Musnan (26) yang diberangkatkan melalui jalur darat dari Bandara Internasional Kualanamu, Medan, Sumatera Utara

Editor: hasyim
FOTO-FOTO: SERAMBI/YUSMANDIN IDRIS
Warga menggontong peti jenazah Musnan saat dibawa masuk ke ruangan tengah rumahnya di Desa Pante Paku, Kecamatan Jangka, Bireuen, Selasa (18/8/2020) pagi sekitar pukul 03.20 WIB. Bupati Bireuen, Dr H Muzakkar A Gani SH MSi, bersama pejabat lainnya mengunjungi makam Syakban dan Musnan, kemarin (insert). 

* Dua ABK Asal Bireuen Meninggal di Kapal Asal Cina

* Dikubur Satu Liang Usai Shubuh

BIREUEN - Jenazah Syakban (22) dan Musnan (26) yang diberangkatkan melalui jalur darat dari Bandara Internasional Kualanamu, Medan, Sumatera Utara, pada Senin (17/8/2020) pukul 16.30 WIB, tiba di rumahnya pada Selasa (18/8/2020) pagi sekitar pukul 03.20 WIB. Kedatangan jasad kedua pemuda asal Desa Pante Paku, Kecamatan Jangka, Bireuen, yang semasa hidupnya bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) pada kapal ikan milik salah satu perusahaan asal Cina, tersebut disambut isak tangis anggota keluarga dan pekikan kalimat Tauhid (Laa Ilaaha Illallah) oleh ratusan warga setempat yang sudah menunggu di kedua rumah korban sejak Magrib, Senin (17/8/2020).

Seperti diberitakan sebelumnya, Musnan dan Syakban, sejak Oktober 2019 menjadi ABK pada kapal ikan asal Cina di bawah perusahaan Surya Mitra Bahari. Keduanya bekerja di Kapal Fu Yuan Yu dengan nomor lambung 829. Sebelumnya sempat beredar kabar bahwa setelah meninggal dunia di kapal itu beberapa waktu lalu, jenazah Musnan dan Syakban serta satu warga Palu (Sulawesi Tengah) diselundupkan ke Batam oleh perusahaan tersebut.

Kejadian tersebut terungkap setelah polisi menangkap tiga pelaku penyelundupan, pada Kamis (13/8/2020) pekan lalu. Setelah mengetahui informasi itu, pihak keluarga korban langsung berangkat ke Batam untuk mengurus jenazahnya. Dan atas bantuan Pemerintah Aceh melalui Dinas Sosial Aceh, jasad Syakban dan Musnan kemudian diterbangkan dari Batam ke Medan dengan pesawat Lion Air pada Senin (17/8/2020).

“Dari Batam berangkat sekitar pukul 14.40 WIB dan tiba di Kualanamu pukul 16.00 WIB. Lalu, proses mengeluarkan jenazah dari Kualanamu selesai sekitar pukul 16.30 WIB. Kemudian, langsung dibawa pulang ke Bireuen dan tiba di rumahnya pada Selasa (18/8/2020) pagi pukul 03.20 WIB,” jelas Buniyamin kepada Serambi, kemarin.

Awalnya, mobil ambulans dari Bireuen yang membawa kedua jenazah tersebut diinformasikan tiba desa asal mereka pada Selasa (18/8/2020) sekitar pukul 01.00 WIB. Namun, sesampai di Aceh Timur, hujan deras mengguyur kawasan itu. Sehingga, laju kedua ambulans dan satu mobil pendampingi dari Dinas Sosial (Dinsos) Aceh harus diperlambat. Karena itu, jenazah Syakban dan Musnan baru tiba di rumahnya sekitar pukul 03.20 WIB.

Ketika lampu ambulans terlihat, perangkat desa bersama warga langsung mengarahkan satu mobil ke rumah Tgk Jailani Sulaiman, yang merupakan ayah dari Musnan. Saat mobil masuk ke pekarangan rumah, isak tangis dari keluarga dan warga lainnua yang sudah lama menunggu langsung pecah. Di sela-sela isak tangis itu, terdengar pula pekikan kalimat Tauhid (Laa Ilaaha Illallah) berkali-kali.

Amatan Serambi, tim medis dibantu warga kemudian langsung menurunkan jenazah Musnan dan memasukkan ke rumahnya. Saat itu, isak tangis makin kentara. Ibu korban, Kaswati, terduduk lesu, dan tangannya terus mengambil ujung kain batik yang dipakai untuk menghapus air mata. Sedangkan ayahnya Jailani Sulaiman, tidak bisa lagi berbicara. Ia hanya terpaku melihat peti jenazah anaknya berada dalam rumah.

Beberapa saat kemudian, tim Dinsos Aceh bersama Kadis Kesehatan Bireuen menjumpai keluarga Musnan dan perangkat desa setempat untuk menandatangani berita acara serah terima jenazah yang dibawa pulang dari Medan. Selain itu, perwakilan Dinsos Aceh juga menyerahkan sejumlah uang dan beras bantuan Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Aceh untuk kenduri bagi almarhum.

Setelah itu, satu ambulans lainnya mengantar jenazah Syakban ke rumah orang tuanya yang hanya berjarak sekitar 200 meter dari rumah Musnan. Suasana serupa juga terlihat di rumah orang tua Syakban, dimana seratusan orang sudah menunggu kedatangan jenazahnya sejak Magrib. Ibu Syakban, Ratna Ahmad tak sanggup melihat ketika peti jenazah anaknya diturunkan dari ambulans. Karenanya, isak tangis kembali menyelimuti rumah tersebut.

Setelah diturunkan dari ambulans, warga bersama tim medis langsung membopong peti jenazah Syakban dan kemudian diletakkan di ruang tengah rumahnya. Lalu, tim Dinsos Aceh kembali meminta pihak keluarga dan perangkat desa menandatangani berita acara serah terima jenazah serta diserahkan sejumlah uang dan beras untuk biaya kenduri.

Usai penerimaan jenazah Musnan dan Syakban, sekitar pukul 04.00 WIB, perangkat desa langsung berembuk dengan kedua keluarga. Hasilnya, disepakati jenazah mereka di-fardhukifayah-kan di rumah masing-masing. Karena Musnan dan Syakban masih mempunyai hubungan keluarga (saudara sepupu) dan atas kesepakatan keluarga, jenazah mereka dikebumikan dalam satu liang di tempat pemakaman keluarga yang berlokasi di Dusun Barat atau dekat dengan rumah orang tua Syakban. Pemakaman itu dilaksanakan mulai pukul 06.15 WIB.

Tak hanya warga, Syarimunis Ahmad (Keuchik), M Al Fadhil (Sekdes), Tgk Zulkarnaini (Imam Desa), kepala dusun, dan aparat desa lainnya terus berada di kedua rumah tersebut hingga ke tempat pemakaman sejak kedatangan jenazah hingga proses fardhu kifayah selesai. Sementara saat pemakaman, hadir pula Camat Jangka, Alfian SSos, bersama Kapolsek Ipda M Abidin Fitri, dan Danramil Kapten Nanang.

Meninggal di waktu berbeda

Ratina Ahmad, ibu dari Syakban, kepada Serambi, Senin (17/8/2020), mengungkapkan, pada hari ketiga Hari Raya Idul Adha 1441 Hijriah atau Minggu (2/8/2020), dirinya mendapat telepon dari PT di Jakarta yang mengabari anaknya meninggal dunia dan ia diminta untuk menjempu jenazahnya. Sambil berkoordinasi dengan anggota keluarganya, menurut Ratina, dirinya mendapat kabar bahwa Musnan juga sudah meninggal dunia.

Ratina menceritakan, anaknya bersama Musnan berangkat secara resmi bekerja di kapal ikan. Namun, ia tidak tahu kapal ikan tersebut milik perusahaan apa dan dari mana. “Saya terakhir komunikasi dengan Syakban pada Agustus tahun lalu, saat ini mengikuti training di Jakarta. Setelah itu, tidak pernah lagi,” ungkap Ratina.

Penjelasan yang sama juga disampaikan keluarga Musnan. Bahkan, kedua keluarga tersebut pernah menerima kiriman uang Rp 4 juta dari anaknya. “Pernah dikirim saat bulan puasa ke rekening Rp 4 juta. Setelah itu tidak ada komunikasi lagi,” timpal Ratina.

Kemudian diperoleh informasi bahwa Syakban meninggal dunia pada 28 Juli 2020, dan Musnan diperkirakan meninggal pada 3 Agustus 2020. Keluarga mereka kemudian berkoordinasi dengan perangkat desa dan meminta bantuan Buniyamin untuk melakukan berbagai cara agar jenazah Syakban dan Musnan bisa dibawa pulang ke rumah.

Buniyamin yang juga masih punya hubungan saudara dengan keluarga Syakban dan Musnan, kemarin, mengatakan, ia mengurus proses pemulangan jenazah mulai dari Batam, Medan, sampai dibawa pulang ke Bireuen. “Sejak berangkat dari Bireuen ke Batam sampai ke Medan, saya sudah 13 hari mengurus pemulangan jenazah Syakban dan Musnan,” ujarnya.

Buniyamin mengungkapkan, berdasarkan hasil visum di Polda Kepulauan Riau, Syakban dan Musnan dinyatakan meninggal karena sakit. Informasi yang diperolehnya, Syakban lebih dulu meninggal dan sempat dirawat oleh Musnan. Beberapa hari kemudian, Musnan juga sakit dan akhirnya meninggal dunia.

Buniyamin menambahkan, menurut informasi yang diterimanya penyakit yang dialami keduanya sama yaitu sakit lambung, muntah, lemah, dan bila makan tidak terasa sama sekali. Syakban dan Musnan saat sakit tidak sanggup jalan. Syakban merupakan anak kedua dari empat bersaudara pasangan Zulkifli (almarhum) dan Ratina Ahmad, sedangkan Musnan adalah anak keenam dari enam bersaudara pasangan Jailani Sulaiman dan Kasmiati. (yus)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved