Luar Negeri
Pria Ini Memohon ke Presiden untuk Dilakukan Eutanasia, Ancam Akan Live-kan Kematiannya di Medsos
Pria itu juga menolak makanan, minuman dan obat-obatan yang diberikan, setelah Presiden Emmanuel Macron menolak permintaannya untuk Eutanasia.
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Mursal Ismail
Pria itu juga menolak makanan, minuman dan obat-obatan yang diberikan, setelah Presiden Emmanuel Macron menolak permintaannya untuk Eutanasia.
SERAMBINEWS.COM - Seorang pria asal Prancis yang menderita sakit dan tak bisa disembuhkan, mengancam akan menyiarkan secara langsung kematiannya di medsos, Jumat (4/9/2020).
Pria itu juga menolak makanan, minuman dan obat-obatan yang diberikan, setelah Presiden Emmanuel Macron menolak permintaannya untuk dilakukan Eutanasia.
Eutanasia adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal.
Biasanya, praktik Eutanasia dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan (suntik mati).
Melansir dari NDTV, Sabtu (5/9/2020) pria itu bernama, Alain Cocq, menderita kondisi langka di mana dinding arteri saling menempel.
Dia mengatakan bahwa, dia yakin hidupnya kurang dari seminggu lagi, dan akan menyiarkan secara langsung kematiannya di Facebook mulai Sabtu pagi waktu setempat.
• Detik-detik Bupati Halmahera Timur Meninggal, Baru 15 Menit Daftar di KPU, Sempat Pingsan Saat Orasi
• VIDEO Penampakan Awan Berbentuk Huruf V di Wonosobo, BMKG Berikan Penjelasan
Diakuinya, Alain telah menulis kepada Presiden Prancis yang meminta untuk diberikan zat yang akan memungkinkan dia untuk mati dengan damai.
Namun, Presiden Macron membalasnya dengan menjelaskan bahwa praktik itu tidak diizinkan berdasarkan hukum Prancis.
Alain yang berusia 57 tahun telah menanggung penderitaannya, untuk menarik perhatian orang banyak karena Prancis yang tidak mengiizinkan untuk meninggal sesuai dengan keinginan.
"Karena saya tidak kebal hukum, saya tidak dapat memenuhi permintaan Anda," kata Macron dalam sebuah surat yang ditujukan ke Alain.
Surat itu kemudian diunggah oleh Alain di halaman Facebook-nya.
"Saya tidak dapat meminta siapa pun untuk melangkahi hukum kami saat ini. Keinginan Anda adalah meminta bantuan aktif dalam kematian, yang tidak diizinkan di negara kita," kata Macron.
• Wanita Ini Tak Kuat Layani Nafsu Suami Berusia 73 Tahun, Tak Sengaja Membunuhnya hingga Ditangkap
• Bupati Halmahera Timur Muhdin Ma’bud Meninggal Usai Daftar di KPU, Jatuh Pingsan Saat Orasi Politik
Untuk menunjukkan kepada Prancis tentang penderitaannya, Alain mengatakan kepada AFP bahwa dia akan menyiarkan akhir hidupnya di halaman Facebook-nya, yang dia yakini akan datang dalam 4-5 hari ke depan.
Ia berharap perjuangannya akan dikenang dalam jangka panjang sebagai langkah maju dalam mengubah hukum.
Dia akan menghentikan semua makan, minum dan pengobatan mulai Jumat (4/9/2020) malam.
Macron mengatakan dalam kalimat terakhirnya dengan makna emoji bahwa “saya menghormati tindakan Anda."
Presiden itu menambahkan catatan tambahan dengan tulisan tangan, yang menyebut, "Dengan semua dukungan pribadi dan rasa hormat yang mendalam,".
Seorang pejabat di Kantor Presiden Prancis mengatakan bahwa Macron ingin memuji komitmen Alain terhadap hak-hak penyandang disabilitas.
Kasus hak untuk mati telah lama menjadi masalah emosional di Prancis.
Polarisasi paling banyak adalah kasus Vincent Lambert yang dibiarkan dalam keadaan vegetatif setelah kecelakaan lalu lintas pada 2008.
• Waspada, Kenali Ciri-ciri Orang yang Rentan Kena Angin Duduk, Bahayanya Bisa Sebabkan Kematian
• Kelompok Advokasi Muslim Amerika Ungkap Kematian Muhaymin, Terekam Video Dianiaya Oknum Polisi
• Kematian Akibat Lockdown di India Memicu Perdebatan Tentang Kebrutalan Polisi
Lambert akhirnya meninggal pada Juli tahun lalu, setelah dokter mencabut alat bantu hidup menyusul perjuangan hukum yang panjang.
Kasus ini menjadi panas di Prancis setelah orang tuanya menggunakan setiap langkah hukum untuk membuat Lambert agar tetap hidup.
Namun istri dan keponakannya bersikeras alat bantu dia harus dilepaskan atau meninggal dengan tenang.
Pengadilan Prancis pada Januari 2020 membebaskan dokter yang mencabut alat bantu medis pada Lambert dengan alasan jaksa bahwa dia "sangat menghormati kewajiban hukumnya." (Serambinews.com/Agus Ramadhan)