Update Corona di Aceh
Curhat Para Dokter di Aceh: Mungkin Besok Giliran Saya yang Terpapar Covid-19
curhatan dari para dokter itu lebih berupa luapan perasaan dan rasa heran mengapa perilaku masyarakat belum juga berubah
Penulis: Yarmen Dinamika | Editor: Amirullah
Laporan Yarmen Dinamika l Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Dalam seminggu terakhir, setelah meninggalnya dr Imai Indra SpAn, Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) akibat Covid-19 pada 2 September 2020, Serambimews.com menerima banyak curhatan dari para dokter di Banda Aceh.
Curhatan tersebut, bila dikelompokkan terdiri atas dua kategori.
Pertama, berisi ucapan dukacita yang mendalam dari kalangan dokter atas meninggalnya teman sejawat mereka, dr Imai Indra, pria asal Riau yang sejak semester satu sudah kuliah di Fakultas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh dan kemudian menjadi dosen di almamaternya.
Ia juga mengabdi sebagai salah satu ahli anestesi senior di Rumah Sakit Umum dr Zainoel Abidin Banda Aceh, tempat ia mengembuskan napas terakhir pada 2 September lalu.
Di rumah sakit itu pula istri dan dua anaknya diisolasi dan dirawat juga karena terpapar Covid dan alhamdulilah kini sudah sembuh.
Kedua, curhatan dari para dokter itu lebih berupa luapan perasaan dan rasa heran mengapa perilaku masyarakat belum juga berubah. Padahal, korban corona semakin banyak, termasuk dari kalangan medis.
• Sangat Berguna, Ini 7 Tips Mudah Lindungi Motor dari Incaran Maling
• VIDEO - Bom di Kabul Targetkan Wapres dan Rombongan, Amirullah Saleh Selamat, 10 Warga Sipil Tewas
Hingga kini memang sudah lebih 210 tenaga medis di Aceh yang terinfeksi Covid, meski sebagian besar sudah sembuh. Namun, ada juga yang kondisinya semakin memburuk.
Nah, berikut curhatan dari sejumlah dokter tersebut.
1. dr Fuziati SpRad, Direktur RSUD Meuraxa Banda Aceh:
Sedih...saya sedih sekali atas meninggal Dokter Imai Indra, adik kelas saya. Kami pernah sama-sama di Jakarta ketika dia PPDS Anestesi RSCM, saya stase Radioterapi di RSCM. Orangnya baik sekali dan peduli sesama.
Saya juga sangat setuju namanya dijadikan nama Laboratorium Penyakit Infeksi Unsyiah. Dia terinfeksi saat menangani pasien Covid-19.
Jadi, wajar kalau namanya diabadikan oleh pihak Unsyiah, karena dia berjasa menanggulangi Covid meski ia menjadi korban Covid-19.
Di sisi lain, sesungguhnya betul sekali curhatan sejumlah teman sejawat di medsos bahwa kami yang masih melayani pasien ini ada rasa takut dan sedih kalau ada yang bilang pihak rumah sakit cari keuntungan dengan wabah Covid-19.
Mungkin orang yang kurang terasah hati nuraninya yang tega menuduh seperti itu. Dia juga mungkin kurang membaca dan menyimak perkembangan global terkait pandemi Covid-19.
Bahwa siapa pun bisa tertular virus mematikan ini, tanpa kecuali, jika tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Setiap membaca berita ada tenaga kesehatan (nakes) yang terinfeksi positif Covid-19, terus terang ketakutan timbul. Mungkin besok giliran saya yang terpapar.
Sebagai direktur rumah sakit, sangat stres rasanya bila ada nakes dan staf rumah sakit yang terkonfirmasi positif dan itu sudah saya alami berkali-kali.
• Selama Pandemi Covid-19, Kerupuk Mulieng Pidie Maknyus! Banyak Permintaan Online & Harga Normal
• Waspada! 7 Jenis Sayuran Ini Ternyata Tidak Boleh Dikonsumsi Mentah, Bisa Menyebabkan Penyakit
2. Dr dr Azharuddin SpOT, K-Spine FICS, Direktur Rumah Sakit Umum dr Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh:
Kami di RSUDZA sangat kehilangan. Dokter Imai Indra adalah spesialis anesthesia RSUDZA yang sangat dedikatif. Beliau meninggal dalam rawatan dengan Covid-19 di RICU RSUDZA.
Semoga almarhum diampuni segala dosanya dan husnul khatimah. Keluarga yang ditinggalkan tabah menghadapinya. Amin ya rabbal 'alamin.
Di sisi lain, ada kondisi di RSUDZA saat ini yang memprihatinkan kami semua. Di sela-sela kesibukan memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien dan di tengah kondisi makin banyak saja tenaga medis yang terpapar positif Covid-19, tapi di sisi lain belum terlihat ada sedikit pun perubahan sikap masyarakat kita yang hampir di seluruh Aceh sama saja terhadap pandemi Covid ini.
Semoga masih ada jalan dan upaya yang bisa mengatasi Covid-19 khususnya di Aceh, juga di level nasional dan internasional.
• VIRAL Video Peserta MTQ Dipaksa Buka Cadar, Begini Penjelasan Dewan Hakim dan Faktanya
• Subsidi Gaji Rp 600 Ribu Tahap 3 Siap Disalurkan untuk 3,5 Juta Penerima, Ini Jadwalnya
3. dr Media Yulizar MPH, Staf Ahli Wali Kota Banda Aceh dan mantan Kadis Kesehatan Banda Aceh:
Kini semakin banyak warga Aceh dan nakes di provinsi ini yang terpapar Covid. Kepergian dr Imai Indra membuat duka kita semakin mendalam.
Untuk ke depan perlu banyak dilakukan tracing, tracking, dan tes.
Semakin banyak tes, banyak yang ketahuan positif, makanya semua daerah harus sering-sering lakukan tes PCR sehingga dapat gambaran sebenarnya, membongkar gunung es Covid-19.
4. Dr dr Safrizal Rahman SpOT, MKes, Ketua Ikatan Dokter Indonesia Wilayah Aceh:
Kita sangat kehilangan atas meninggalnya dr Imai Indra. Ia pribadi bersahaja yang sangat dedikatif baik di kampus maupun di rumah sakit, medan pengabdian keduanya.
Dia putra Riau yang sangat cinta Aceh. Pernah mengabdi di Pidie sebelum lulus jadi dosen. Satu di antara dua anaknya bahkan dia namakan Dipie, pelesetan dari Pidie.
Sayangnya, ia terpapar Covid saat menangani pasien Covid-19 di RSUZA Banda Aceh. Jadi, dia itu pahlawan Covid Aceh.
Sangat pantas bila nama Ruang RICU RSUZA Banda Aceh, tempat ia diisolasi, dirawat, dan akhirnya mengembuskan napas terakhir, diabadikan nama dr Imai Indra SpAn.
Menjadi mujahid
Beberapa hari sebelum kematian dr Imai Indra, seorang dokter di Banda Aceh yang tahu dr Imai dan dokter lainnya sedang berjuang melawan rongrongan virus corona, menulis hal yang menggetarkan nurani para dokter di status Facebooknya.
Dia adalah Dr dr Rosaria Indah MSc, Dosen Fakultas Kedokteran Unsyiah. Berikut nukilannya:
Sudah lebih dari 205 tenaga kesehatan (nakes) di Aceh terjangkit SARS Cov-2 dari 1.136 yang positif. Artinya, 15-18% yang terjangkit di Aceh adalah nakes.
Kita melihat beberapa teman sejawat bahkan telah terpasang ventilator sebagai resource terakhir.
Apalagi jika kejadian itu berulang di sebuah puskesmas, lab, bahkan rumah sakit.
Teman-teman dokter dan nakes lainnya. Semua musibah Covid-19 ini adalah musibah dari Allah Swt yang menguji akidah kita.
Sebanyak apa kita bergantung pada Allah dan tes terhadap kesetiaan pada sumpah dokter yang kita ucapkan saat kita mulai menjalani profesi ini.
Tidak banyak orang yang dibebani dengan tanggung jawab yang sedemikian besar saat ini selain nakes.
Syukuri kesempatan berjuang yang hanya diberikan pada orang istimewa. Menjadi mujahid di arena perjuangan yang tidak biasa, tidak bisa dilakukan oleh orang banyak. Dokter dan nakes lainnya memiliki peran istimewa.
Covid-19 juga mesti dipandang sebagai perniagaan yang istimewa, jual beli yang spesial dengan Allah Subhanahu wa ta'ala (Lihat: Surah As-Shaf ayat 10).
Karena itu, ada dua kemungkinan yang nakes hadapi: Sabar dalam perjuangan atau syahid dengan tetap dalam keimanan. Keduanya memerlukan niat tulus dan doa yang tak pernah henti.
Seperti doa orang-orang yang dianiaya Fir'aun: Rabbana afrigh alayna shabran watawaffana muslimin. Ya Tuhan kami, beri kami kesabaran dan wafatkan kami sebagai muslim.
Teruslah berjuang teman-teman sejawat, tak perlu risau dengan ketidakpedulian orang lain dan hoaks yang beredar.
Kepada Allah Swt saja kita berharap. (*)