Kupi Beungoh
1,3 Juta Laptop untuk Pendidikan VS Multi Years (Bagian II), Selamatkan Seuhak dan Jutaan Anak Aceh
Bagi Seuhak dan 1.2 juta temannya, termasuk siswa siswi, 6 bulan yang telah dilayani adalah neraka awal perjalanan masa depan mereka.
Memang benar hampir semua tampong di Aceh terkoneksi dengan jaringan internet hari ini.
Namun, apakah untuk sebuah program mencerdaskan anak bangsa di sebuah pvopinsi kluster “termiskin” di Indonesia para keluarga sanggup membeli alat sekaligus biaya ketersambungan daring sekolah anaknya.
Ini persoalan serius, ini persoalan digitalisasi pedesaan yang juga seharusnya punya aspek kemerataan.
Tepatnya ketimpangan akses digital antara sesama anak bangsa, terutama dalam proses pendidikan, haruslah diwujudkan dengan “pemerataan digital”.
Sukar membayangkan kalau pemerintah terus membiarkan, dengan tidak mengerjakan sesuatu yang berarti untuk menyelamatkan murid dan siswa siswi seluruh Aceh.
Kalau tidak ada sesuatu yang sangat strategis yang dikerjakan oleh perintah daerah untuk mengatasi tantangan sekolah hape, berarti pemerintah daerah secara sangat sadar telah mensponsori pembodohan murid dan siswa siswi Aceh secara sangat transparan.
Kalau APBA tahún 2021, Gubernur Nova tidak menangani persoalan sekolah daring murid dan siswa se Aceh secara serius, maka ia sedang membuat dua proyek “multi years” sekaligus.
Yang pertama proyek “multi years “infrastruktur dan yang kedua “multi years” pembodohan generasi masa depan Aceh.
• Polisi Gerebek Gudang Kondom Bekas, Ternyata Didaur Ulang dan Ratusan Ribu Siap Dijual
• Menjijikkan, Pabrik Roti Ini Gunakan Air dari Toilet, Tempat Penyimpanan Dipenuhi Kotoran Tikus
Melakukan hal yang sama pada waktu yang berbeda terhadap jalan dan pendidikan akan mempunyai hasil yang sangat berbeda.
Infrastruktur jalan yang tertinggal setahun atau dua tahun tidak akan sama dengan pendidikan yang tertinggal selama satu atau dua tahun.
Terhadap infrastruktur berlaku kata tertunda, atau terlambat.
Terhadap pendidikan hanya satu atau dua kata, “bodoh berkelanjutan”.
Tidak ada istilah “tahun yang hilang" untuk konstruksi jalan, sementara jika ada tahun yang hilang untuk pendidikan murid dan siswa, maka itu tidak hanya berakibat “multi years”, tetapi “all the years of their life”, bodoh seumur hidup.
Kalau itu sempat terjadi maka Pemerintah Aceh telah berkhianat kepada UUPA, bukan hanya soal alokasi jumlah uang untuk pembangunan pendidikan setiap tahun.
Sikap seperti itu sudah menabrak pesan suci UUPA tentang “posisi” pendidikan dalam kehidupan msyarakat Aceh.