Luar Negeri
HRW Ungkap Penderitaan Etnis Rohingya, Disiksa dan Dibunuh Jika Kabur dari Kamp
Pasalnya mereka menganggap kondisi kamp tersebut masih “tidak dapat ditinggali” setelah didirikan sejak delapan tahun lalu.
Sebagai gantinya para petugas telah membangun bangunan permanen agar Rohingya tinggal di sana hingga batas waktu yang tidak ditentukan.
Selain jam malam yang ketat yang membatasi kebebasan bergerak, penduduk juga tidak diberi pendidikan dan perawatan kesehatan.
Lapora HRW juga menambahkan akses bantuan kemanusiaan dan persediaan makanan juga diblokir.
Beberapa warga Rohingnya mengatakan kehidupan mereka di kamp-kamp itu sama halnya sebagai seorang pesakitan.
"Kehidupan di kamp sangat menyakitkan. Tidak ada kesempatan untuk bergerak dengan bebas. Kami tidak memiliki apa pun yang disebut kebebasan,” kata seorang pria Rohingnya dalam laporan HRW.
Shayna Bauchner, penulis laporan tersebut, mengatakan Pemerintah Myanmar telah menahan 130.000 Rohingya dalam kondisi tidak manusiawi selama delapan tahun.
Mereka terputus dari rumah, tanah, dan mata pencaharian mereka dengan sedikit harapan bahwa keadaan akan kembali membaik.
"Klaim pemerintah bahwa mereka tidak melakukan kejahatan internasional yang paling parah akan menjadi hampa sampai mereka memotong kawat berduri dan memungkinkan Rohingya untuk kembali ke rumah mereka, dengan perlindungan hukum penuh,” tulis Bauchner.
Dia juga meminta badan-badan internasional dan pemerintah asing untuk mengutuk apa yang dia gambarkan sebagai "apartheid" terhadap etnis Rohingya.
Ratusan ribu lebih Muslim Rohingya tinggal di kamp serupa di negara tetangga, Bangladesh. Sementara yang lain melarikan diri dengan perahu ke negara-negara lain seperti Indonesia.
Nasib Kelompok Rohingya Setelah 3 Tahun Eksodus dari Tanah Kelahiran
Tiga tahun lalu, militer Myanmar membakar habis desa Rohingya di Kan Kya dan membuldoser sisanya.
Tahun lalu, pemerintah menghapus namanya dari peta resmi, menurut PBB.
Kan Kya terletak sekitar 5 km dari Sungai Naf yang menandai perbatasan antara negara bagian Rakhine Myanmar dan Bangladesh.
Kan Kya adalah rumah bagi ratusan orang, sebelum tentara mengejar 730.000 Rohingya keluar dari negara itu pada 2017 dalam apa yang oleh PBB digambarkan sebagai "contoh buku teks tentang pembersihan etnis."