Singgung UU Cipta Kerja Ditolak Buruh, Hotman Paris Cerita Sulitnya Buruh Tuntut Pesangon

pengacara kondang Hotman Paris angkat bicara terkait polemik disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja yang memicu kontroversi.

Editor: Amirullah
instagram.com/hotmanparisofficial
Hotman Paris Hutapea 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja menjadi undang-undang dalam sidang paripurna yang berlangsung, Senin (5/10/2020).

RUU Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang setelah mendapat persetujuan dari sebagian besar Fraksi di DPR.

Setidaknya ada tujuh item krusial dalam UU Cipta Kerja yang amat merugikan buruh seperti dinyatakan Presiden KSPI Said Iqbal.

Salah satunya yaitu, soal pesangon.

Pengurangan pesangon menjadi 25 kali upah bulanan. Buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan.

Cerita Hotman Paris

Sementara itu, pengacara kondang Hotman Paris angkat bicara terkait polemik disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja yang memicu kontroversi.

Baik pemerintah maupun DPR, sampai saat ini belum merilis draf final UU Cipta Kerja.

Dilansir dari Kompas.com, menurut Hotman, berdasarkan pengalamannya puluhan tahun menjadi advokat, permasalahan yang sering dihadapi pekerja atau buruh adalah sulitnya menuntut hak pesangon.

"Terlepas setuju atau tidak omnibus law, dalam 36 tahun pengalaman saya menjadi pengacara. Masalah yang dihadapi buruh adalah dalam menuntut pesangon, karena prosedur hukumnya sangat panjang," ucap Hotman dikutip dari akun Instagram resminya, Minggu (11/10/2020).

Selama ini, banyak kasus perusahaan yang tidak membayarkan hak pesangon sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

Namun pekerja korban PHK dihadapkan pada kondisi sulit karena prosedur menuntut pesangon hingga sampai ke pengadilan bukan perkara gampang.

Tuntutan pesangon hingga ke meja pengadilan seringkali terpaksa ditempuh pekerja korban PHK karena selama ini Kementerian Ketenagakerjaan maupun Dinas Ketenagakerjaan di daerah umumnya tak banyak membantu menekan perusahaan.

Di sisi lain, untuk menuntut hak pesangon ke pegadilan, butuh pengacara yang memakan biaya yang tak sedikit. Itu pun belum tentu putusan pengadilan memenangkan pekerja korban PHK.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved