Opini

Covid dan Jihad Sosial  

DUNIA ini adalah tempat berjihad, kubur adalah tempat istirahat, sedangkan kehidupan sesunguhnya ada setelah hari kiamat

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Covid dan Jihad Sosial   
IST
Herman RN, Dosen FKIP Universitas Syiah Kuala, Berkhidmah pada kerja-kerja kebudayaan

Oleh Herman RN, Dosen FKIP Universitas Syiah Kuala, Berkhidmah pada kerja-kerja kebudayaan

DUNIA ini adalah tempat berjihad, kubur adalah tempat istirahat, sedangkan kehidupan sesunguhnya ada setelah hari kiamat. Pepatah ini menarik dikontemplasi. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya jihad selama berada di dunia.

Tidak ada kehidupan yang kekal di dunia ini sehingga pepatah di atas menegaskan bahwa kehidupan sebenarnya dimulai sejak hari akhirat, setelah hisab dilakukan terhadap kehidupan sementara (kehidupan dunia). Dengan demikian, sakit dan sehat merupakan bagian dari jihad selama kita masih berada di alam dunia.

Apa hubungan pepatah tersebut dengan Covid-19 yang menjadi tajuk warkah ini? Tentu saja ada! Segala hal dalam semesta ini senantiasa sedang berjihad. Tumbuh-tumbuhan sedang berjihad melawan mati. Hewan sedang berjihad bertahan hidup.

Manusia, sejatinya juga sedang berjihad dalam dunia yang fana ini. Hanya saja, jihad manusia sebagai khalifah tentu berbeda dengan jihad hewan dan tumbuhan. Hewan dan tumbuhan sangat individualis, bertahan untuk hidupnya sendiri tanpa peduli dengan tumbuhan dan hewan yang lain. Bahkan, dalam kehidupan tumbuhan, ada tumbuhan tertentu yang hanya bisa hidup dengan menopang pada kehidupan tumbuhan lain. Benalu adalah satu dari sekian contoh tentang tumbuhan tersebut.

Sebagai manusia, yang sejak dulu dikatakan sebagai makhluk sosial, sebaiknya hindari menopang hidup pada manusia lain. Jangan menjadi benalu. Namun, berusahalah agar dapat memberikan manfaat bagi kehidupan orang lain.

Dalam kehidupan di dunia ini ada yang namanya hubungan sosial, ada pula jihad sosial. Hubungan sosial melingkupi kepedulian sosial dan kepekaan sosial. Jihad sosial merujuk pada ikhtiar untuk diri sendiri dan orang lain. Artinya, manusia harus saling menjaga, jaga diri sendiri, keluarga, dan orang lain. Hal inilah yang membedakan manusia dengan hewan dan tumbuhan.

Di masa dunia sudah tidak normal, wabah dapat menerpa siapa saja dan penyakit bisa menyerang di mana saja. Saat-saat seperti ini, jihad sosial harus diletakkan di atas hubungan sosial. Hubungan sosial masih dapat dilakukan melalui jarak, misalnya dengan memanfaatkan kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi (IT). Dalam menerapkan hubungan sosial yang berjarak inilah diperlukan jihad sosial.

Dulu, hubungan sosial senantiasa diterjemahkan sebagai kontak secara langsung. Bertemu muka dan berkomunikasi secara langsung akan meningkatkan hubungan sosial antara individu manusia. Namun, di era yang abnormal ini, hubungan sosial dapat ditingkatkan dan dieratkan dengan adanya jihad sosial, termasuk berjihad untuk tidak bertemu muka, tetapi tetap saling menjaga komunikasi.

                                                                                                                                                                                  Jihad sosial

Pertanyaan mendasar terhadap hal ini adalah bagaimana melakukan atau mengaplikasi jihad sosial agar tetap dapat meningkatkan hubungan sosial? Pertanyaan ini menjadi landasan perilaku sosial setiap orang dalam menyikapi wabah Covid-19 dan wabah-wabah sejenisnya.

Jihad sosial dapat diklasifikasi menjadi dua jenis: jihad jasmani dan jihad rohani. Jihad jasmani merupakan jihad yang melekat pada anggota tubuh (jasmani). Jihad rohani adalah jihad yang melekat dalam hati dan terejawantah melalui sikap dan pikiran.

Dalam jihad jasmani diperlukan upaya menjaga seluruh anggota tubuh dari kemungkinan terinfeksi atau terpapar virus. Cara mudah adalah dengan menjaga kebersihan anggota tubuh. Sebagaimana singkatan wabah ini, yakni Covid, mesti dilawan dengan jihad yang disingkat pula dengan COVID.

COVID sebagai jihad sosial dapat diartikan cuci tangan, olahraga, vitamin, ibadah, dan doa. Dari sini terlihat bahwa cuci tangan, olahraga, dan vitamin merupakan wujud dari jihad sosial dalam bentuk jihad jasmani. Setiap orang mesti menjaga kebersihan tangannya, kebugaran jasmaninya, dan memastikan daya tahan tubuhnya dengan mengonsumsi vitamin. Adapun ibadah dan doa merupakan jihad sosial dalam bentuk jihad rohani.

Ungkapan cuci tangan menunjukkan bahwa setiap wabah, segala virus, harus dilawan dengan mencuci tangan. Artinya, senantiasa menjaga kebersihan anggota tubuh. Oleh karena itu, dalam Islam ada hadis yang menyebutkan bahwa kebersihan merupakan sebagian dari iman. Artinya, irisan dari keimanan seseorang itu ada pada kemampuan dirinya menjaga kebersihan. Tidak mungkin ibadah diterima oleh Allah manakala tatacara bersuci tidak sempurna. Di sinilah peran air wuduk sebagai media penyucian jasmani menuju ibadah yang merupakan penyucian rohani.

Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa 61 dari 65 titik refleksi Cina terletak pada bagian anggota tubuh yang diwajibkan terkena air wuduk. Penelitian Magomedov dari lembaga kesehatan umum dan ekologi di Dagestan State Mecial Academy mempertegas bahwa berwuduk merupakan bagian dari jihad jasmani yang harus dilakukan oleh setiap orang. Tidak mesti Muslim, siapa pun dia dan apa pun agamanya, kebersihan senantiasa dianjurkan pada dirinya agar terhindar dari segala macam kuman dan bakteri. Kesimpulan akhir dari penelitian ini bahwa wuduk merupakan upaya jihad jasmani yang merujuk pada menjaga kebersihan anggota tubuh.

Pentingnya kebersihan sebagai jihad jasmani tidak hanya ada dalam agama Islam. Semua agama samawi dapat dipastikan menginginkan umatnya untuk menjaga kebersihan. Dalam Alkitab milik umat Kristiani misalnya, kebersihan diklasifikasi hingga empat tempat, yakni bersih fisik, bersih rohani, bersih moral, dan bersih mental. Islam mengkonkretkan semua klasifikasi kebersihan tersebut dengan satu perilaku, yakni menjaga wuduk.

Bahwa salah satu syarat sah salat adalah dengan adanya wuduk. Salat dapat mencegah orang dari perbuatan keji dan mungkar. Dengan demikian, peran wuduk sangat besar secara jasmani, rohani, mental, dan karakter. Bahkan, dalam sebuah penelitian lain disebutkan bahwa 493 titik akupuntur pada tubuh manusia terletak pada bagian anggota wuduk. Itu sebabnya, setiap Muslim dianjurkan menjaga wuduknya.

Orang-orang yang menjaga wuduk, ia tidak akan bersentuhan dengan sembarang orang, tidak akan menyentuh sembarang tempat, karena dapat menjatuhkan air wuduknya. Maka, ikhtiar menjaga wuduk bukan hanya senantiasa berwuduk karena sudah buang hadas besar atau hadas kecil, tetapi berwuduk juga dianjurkan setelah menyentuh sesuatu yang mungkin pada sesuatu itu melekat najis atau hadas kecil.

 Jihad rohani

Jihad sosial dalam bentuk jihad rohani merupakan upaya memastikan hati selalu terpaut pada Allah Swt. Bahwa ibadah salat dapat mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar sudah cukup menegaskan bahwa setiap orang, terutama Muslim, harus menjaga salatnya. Upaya menjaga salat akan berimbas pada jihad sosial dalam bentuk karakter dan pola pikir. Selain itu, Allah menjamin ketenangan hati orang-orang yang salat, orang-orang yang bermain-main dengan salatnya.

Hati yang tenang, jiwa yang tenteram, akan selalu berpotensi pada daya tahan jasmani si pemilik hati tersebut. Tatkala daya tahan jasmani terjaga, imun tubuh terbina, tentunya virus akan sulit masuk ke dalam jasmani seseorang. Sebaliknya, hati yang gundah akan berpotensi mengacaukan pikiran. Pada akhirnya, daya tahan tubuh melemah. Wallahuálam.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved